Kartini Masa Depan

Melly Syandi 23 April 2017

"Bu Guru, saya minta izin pulang lebih awal setelah keluar main tidak apa-apa ji, Bu Guru?"

 

"Hmm, mbakoy, Fitri? (re: Kenapa Fitri?) Apa yang lagi kamu orang bikin?"

 

"Mama sama Bapakku lagi sakit, Bu Guru. Saya pulang cepat karena mau menyiapkan makan siang diorang. Tadinya saya bilang sama mamaku, saya tidak usah saja masuk sekolah, tapi kata mamaku, jangan mi. Datang saja kik sekolah dulu, minta izin sama Bu Guru."

 

"Oh begitu. Ya sudah paeng. Nanti selesai di jam pelajaran pertama kamu boleh pulang, Fitri. Tapi besok ke sekolah lagi, ya?"

 

***

 

Fitri Handayani nama lengkapnya. Ia sekeluarga tinggal di desa ini sudah sejak tahun 2012-an. Ibu Fitri asli Bugis, sementara Ayahnya berdarah Sunda.

Fitri terkenal anak yang rajin, baik di rumah maupun di sekolah. Sewaktu saya main ke rumah Fitri, Ibunya bercerita kepada saya. Sehari-hari, Fitri membantu Ibunya.

"Pagi-pagi ia bangun, ia siapkan kita air panas (re: Teh hangat). Nanti kalau sudah pulang sekolah, ia simpan tas dan bajunya, lalu ia kembali membantu saya di dapur. Setelah itu, ia istirahat sebentar, sementara saya di kebun bersama Bapak dan Kakaknya. Nanti pi sore, sebelum ia berangkat belajar tambahan dengan kita, ia kembali aturkan kita untuk persiapan memasak makan malam. Kadang-kadang kalau malam karena sudah kecapekan, abis sholat isya ia sudah ketiduran." Kenang Ibunya.

 

Fitri bercita-cita ingin menjadi Guru. Sekarang ia sedang duduk di bangku kelas 6. Fitri anak yang kritis, jika belum paham, maka ia akan gigih bertanya kepada saya sampai ia benar-benar yakin dan paham dengan penjelasan saya.

Tadinya Fitri ingin melanjutkan sekolahnya di salah satu pesantren di Kota Kendari. Ibu Bapaknya sudah mengizinkan. Hanya karena Ibu Guru yang akan mengajak Fitri tinggal di Kendari sudah berpulang, impiannya pun ikut berpulang. Padahal Ibu Bapaknya ingin sekali Fitri bisa jadi Guru Agama.

Setiap hari, untuk bisa sampai ke sekolah, Fitri berjalan kaki kurang lebih 2 km pulang pergi. Rumah Fitri berada di ujung lorong. Syukur-syukur kalau ada Bapak Ibu yang kebetulan ingin ke kebun, Fitri bisa menumpang. Kalau tidak, ia akan bertahan jalan kaki dengan jalanan yang cukup menanjak sejauh 1 km di bawah teriknya matahari tengah hari. 

"Bu Guru, apa mungkin saya bisa berhasil, Bu Guru? Sementara waktu saya untuk belajar sedikit sekali. Saya punya banyak pekerjaan di rumah Bu Guru." keluhnya kepada saya.

"Hmm, Fitri. hidup itu perkara berjuang!" jawab saya.

"Berjuang maksudnya, Bu Guru?" menatap saya.

"Iya, berjuang ! Kamu jalan kaki 2 km setiap hari setiap pergi dan pulang sekolah, itu berjuang. Kamu membantu Ibu Bapak di kebun, itu berjuang. Kamu menahan kantuk saat mengerjakan PR di bawah lampu cas yang mulai meredup, itu berjuang. Yang penting yakin dan bersungguh-sungguhlah dalam segala hal Fitri !".

"Kapan saya akan berhasil, Bu Guru?"

"Nanti ! Doa Ibu Bapakmu yang akan mengantarkan kamu naik ke tingkat keberhasilan itu ! Sabar, nah? Sabar dengan hidup yang penuh berjuang itu. Dan jangan lupa bersyukur, masih diberi kesempatan merawat dan menjaga Ibu Bapakmu."

"Iye' Bu Guru. Saya semangat mi lagi ! Terima kasih nah Bu Guru."

"Sama-sama Fitri. Kurangi mengeluh, ya? Yakinlah sama hidup !"

 

Selamat Hari Kartini, Kons !

:)


Cerita Lainnya

Lihat Semua