Belajar dari Alam

Melly Syandi 9 April 2017

"Bu Guru, kita main gelantong mi sebentar, nah?"

"Gelantong? Apa itu?"

"Itu Bu Guru, yang kita pakai batu lalu kita lemparkan."

"Oh, Bu Guru ikut nah?"

***

Setelah musim kelereng, musim benteng, dan musim katendek, maka sekarang anak-anak lagi senang-senangnya main permainan tradisional yang namanya gelantong. Modalnya lagi-lagi cuma batu di depan sekolah.

Awalnya saya anggap ini permainan biasa saja, tapi lama kelamaan, saya menemukan point penting dari permainan ini, kerja sama!

Jadi begini, aturan permainan ini adalah harus berkelompok. Jumlah anggota dalam kelompok tidak dibatasi, tapi biasanya anak-anak main minimal 2 orang per kelompok atau maksimal 5 orang dalam satu kelompok. Setiap anggotanya memiliki kesempatan untuk melemparkan batu sesuai dengan posisi batu di depannya.

Nah, jika ternyata batu itu melengket (re: istilahnya anak-anak) ketika dilemparkan, atau tidak mengenai batu sasaran, maka sipemainnya dinyatakan gugur sementara atau biasanya mereka menggunakan istilah 'mati'. Selain itu, 'mati' juga bisa dikarenakan batu yang dibawa dengan berbagai macam gaya itu terjatuh. Ada banyak gaya yang dimainkan sebelum akhirnya dinyatakan menang. Ada istilahnya tangkap udang, doko-doko, sate-sate, dan banyak lainnya.

Kembali lagi ke point kerja sama. Hmm, setiap pemain yang mengalami 'kematian sementara' ini, temannya yang masih bisa bermain akan menggantikan agar sipemain yang 'mati' dapat hidup kembali.

Dari permainan ini kita belajar untuk saling membantu. Selain itu, Dinamika kelompoknya juga dapat. Artinya, saat salah satu anggota (terpaksa) harus 'mati sementara', maka teman yang lainnya akan mengupayakan bagaimana kelompoknya tetap bertahan dan temannya dapat bermain kembali. Apabila semua gaya membawa batu sudah ditunaikan, maka kelompok yang menang akan lari mundur dan dikejar oleh kelompok yang kalah. Lalu, yang kalah akan menggendong temannya yang menang sejauh dari posisi ia lari mundur ke tempat bermain.

Duh, ribet ya?

Tapi saat saya ikut bermain, ada perasaan bahagia dan plong yang saya rasakan. Sejujurnya saya kagum ! Sesederhana itu, mereka tetap bisa memainkan permainan yang dapat membentuk karakter kepemimpinan mereka.

Bersyukurlah, Nak ! *sambil ngomong ke diri sendiri*

Masih diberi kesempatan belajar banyak dari alam, dengan sederhana !


Cerita Lainnya

Lihat Semua