info@indonesiamengajar.org (021) 7221570 ID | EN

Tidak Ada Anak Nakal, Semua Anak Adalah Anak Baik

Melissa Tuanakotta 14 Desember 2011

Ujian semester telah usai, muridku di sekolah lokal jauh SD Negeri 01 Indraloka 2 mengisi hari-hari mereka sebelum pembagian rapor dengan berbagai macam kegiatan. Pada suatu hari aku datang ke sekolah dan mengisi waktu luang bersama anak-anak kelas 5. Tapi apa yang terjadi? Pintu dan jendela kelasku dipenuhi oleh banyak pasang mata yang mengintip. Aku tengok, mereka adalah anak kelas 4.

Jumlah anak kelas 4 sangat banyak, 3 kali lipat dari jumlah anak di kelas 5. Aku pernah mengisi kelas mereka ketika wali kelasnya tidak datang. Aku memberi tugas untuk membuat satu karangan tentang guru. Waktu itu kebetulan beberapa hari setelah hari guru, dan hari guru yang aku lewati merupakan hari guru penuh haru. Kebetulan salah satu pemeran utama dari hari guru tempo hari ada di kelas ini, sebut dia dengan nama Toyo (padahal ini adalah nama sebenarnya hehehe).

Toyo ini selalu menarik perhatianku dengan segala tingkah lakunya yang membuat aku selalu pusing tujuh keliling.Tapi hasil karangannya tentang guru sedikit membuatku tersentuh:

nama: Nengah Toyo Astawo

Ibu melissa saya mau minta maaf atas kesalahan saya. Saya tidak mau berantem lagi.

Saya mau jadi anak yang pintar.

Saya pasti akan belajar dirumah saya. Saya akan oatuh kepada ibu melissa. Saya beruntung punya guru kaya ibu melissa saya ingin diajar oleh ibu melissa semoga ibu melissa sanggup jadi guru kelas empat ibu melissa apakah ibu melissa mau jadi guru kelas empat semoga ibu melissa mau menjadi guru kami apa ibu melissa tidak keberatan jadi guru kelas empat semoga ibu melissa mau jadi guru kelas empat semoga ibu melissa mau jadi guru kami kalau ibu melissa jadi guru kelas empat kami akan patuh kepada ibu melissa semoga ibu melissa panjang umur

Kami sayang ibu melissa

Toyo berjanji seperti itu? Seorang Toyo? Aku pegang janjinya dan aku memberikan kepercayaan penuh kepadanya. Apa yang terjadi? Toyo selalu menjadi anak baik ketika berhadapan denganku. Semua anak menyadari itu. Sehingga ketika Toyo sedang berulah, sudah pasti mereka akan berlari dan melapor kepadaku. Tapi itu sangat berhasil, hanya dengan menatap wajahnya Toyo tidak akan berulah.

Dari dalam kelas, aku bisa melihat Toyo berada di antara mereka yang sedang mengintip. Aku menghentikan sejenak kegiatanku dengan anak kelas 5, lalu beranjak kepada mereka yang hobi mengintip ke kelasku. Aku ajak mereka untuk ke kelasnya, lalu mereka segera berlarian masuk. Aku sedang memutar otak, sekiranya apa yang harus aku lakukan dengan mereka. Sampai pada akhirnya ada yang berteriak:

“ BUUUUUUUUU TOYO NAKAL BUUUUUUUUUUUUUU!!”

Aku menatap Toyo, dia hanya tersenyum kepadaku. Baiklah, aku tahu apa yang harus aku lakukan hari ini. Aku akan membuat mereka semua menjadi anak baik.

Pertama-tama aku bermain dengan daya imajinasi mereka. Aku memberi instruksi untuk menutup mata, lalu membayangi suatu padang rumput yang sangat luas. Lalu dalam bayangan mereka berjalan melihat pemandangan sekitar, dan tiba di kebun bunga yang sangat indah serta memiliki berbagai macam warna. Sambil menutup mata, aku minta mereka untuk menggambarkan bunga yang paling mereka suka.

“ Ketika sedang menikmati kebun bunga. Tiba-tiba datanglah salah satu teman kalian, teman yang paling kalian anggap sebagai teman baik kalian. Kalian bermain bersama berkejar-kejaran mengelilingi kebun bunga. Sambil menutup mata, tolong tuliskan nama teman kalian di atas kertas” ujarku.

Dengan cara yang sama aku pun meminta anak-anak itu untuk menuliskan nama teman mereka yang paling cantik, cakep, dan yang paling terakhir adalah nama anak yang paling nakal. Setelah aku selesai mendongeng dalam imajinasi, mereka pun membuka mata. Sambil cengengesan bersama temannya, mereka pun menutupi hasil tulisannya agar tidak dilihat oleh yang lain.

Layaknya penghitungan suara setelah Pemilu, aku meminta setiap anak mengutarakan hasil pilihannya siapakah si cantik, si cakep, si baik dan si nakal. Aku bertugas sebagai moderator dan penulis hasil di papan tulis.

Anak perempuan malu-malu ketika menyebutkan siapa yang paling cakep menurut pandangan mereka. Begitu juga dengan anak laki-laki, mereka juga malu untuk mengungkapkan siapa yang paling cantik di kelas itu. Hal yang sama terjadi ketika aku meminta mereka mengutarakan siapakah teman yang paling baik. Sambil tersenyum mereka menatap teman terbaiknya lalu menyebutkan namanya. Akan tetapi, ketika aku bertanya siapa anak yang paling nakal, tanpa malu-malu mereka langsung berteriak:

“TOYOOOOOOOOOOOOOOOOO”

Di kolom anak nakal aku mendapatkan empat nama. Yang paling banyak mendapatkan suaranya itulah dia si Toyo. Mendapati hasil suara yang seperti itu, toyo duduk sambil tersenyum malu.

“Teman-teman, menurut ibu tidak ada yang nakal. Semua anak yang dilahirkan oleh ibunya pasti diharapkan untuk menjadi anak yang baik. Beberapa hari ini Ibu jarang melihat Toyo nakal, di depan mata ibu pun Toyo selalu menjadi anak baik, walaupun Ibu tau di belakang ibu kamu masih suka menjahili teman-temanmu,” ujarku sambil menatap Toyo. Toyo menatapku lagi-lagi dengan tersenyum.

“ Dari situ bisa kita simpulkan, bahwa senakal-nakalnya anak sebenarnya dia adalah anak yang baik. Ibu sangat percaya bahwa seluruh anak kelas empat ini adalah anak yang baik. Jadi, bagaimana kalau kita sepakati bersama untuk menghapus kolom anak nakal dan menggubahnya menjadi anak paling baik?” semua anak terdiam saling pandang. Mereka pun memandang Toyo dan anak-anak lainnya yang dianggap nakal.

“Setuju atau tidak?” tanyaku.

“SETUJUUUUUUUUU,” jawaban yang sangat ingin aku dengarkan dari mereka. Mereka mengalahkan ego masing-masing, berlapang dada untuk menganggap bahwa temannya yang nakal adalah teman yang baik.

“Nah, sekarang Toyo, Jarno, Mukhlis, dan Epri. Teman-teman kalian sudah menganggap kalian adalah anak yang baik. Ibu juga akan selalu menganggap kalian anak yang baik. Apakah kalian masih ingin nakal kepada teman-temanmu?”

“Tidak bu...”

“Apakah kalian masih ingin bertindak kasar kepada teman-temanmu?”

“Tidak bu...”

“Apakah kalian masih ingin berantem dengan teman-temanmu?”

“Tidak bu...”

“Baiklah, ibu sangat percaya dengan kalian, dan ibu yakin teman-teman kalian pun akan percaya dengan janji-janji kalian. Untuk itu kalian harus memegang teguh janji kalian untuk menjadi anak baik. Karena tidak ada anak nakal. Setuju?”

“SETUJUUUUUU!!” ujar seluruh anak bersamaan.

Aku tersenyum puas. Aku sangat berharap simulasi kecil ini bisa merubah keadaan walaupun hanya sedikit. Setelah itu aku mengajak anak kelas empat dan kelas lima bergabung untuk bermain kasti.

Pemandangan yang sangat luar biasa, seindah pemandangan padang rumput yang memiliki kebun bunga warna warni. Aku melihat Toyo yang berbeda, Toyo yang meredam emosinya ketika ada temannya yang berbuat kesalahan ketika bermain, Toyo yang tidak memaksakan kehendaknya, Toyo yang mengalah kepada anak perempuan, dan Toyo yang menerima kekalahan tim-nya dengan lapang dada.

Aku memandanginya dari jauh. Seusai bermain kasti Toyo menatap kepadaku. Aku tersenyum lalu mengacungkan jempol kepadanya. Dia membalas senyumanku. Kebahagiaan yang tidak akan pernah bisa dibeli dengan apapun. Kebahagiaan yang aku dapatkan dari mereka murid-muridku.


Cerita Lainnya

Lihat Semua