Pramuka, Salah Satu Wujud Semangat Anak Indonesia

Melissa Tuanakotta 22 Januari 2012

“Siapa Kalian?”

“Kami anak Indonesia!”

Itulah jargon yang aku berikan kepada murid-muridku pada pertemuan pertama kami dalam kegiatan ekstrakulikuler Pramuka di sekolah lokal jauh dari SD Negeri 01 Indraloka 2. Setelah hampir tiga bulan aku di sini, aku baru sempat mengadakan kegiatan Pramuka pada Sabtu (21/1/2012). Aku harus mempersiapkan mental secara matang untuk melatih Pramuka, karena seumur hidup aku tidak pernah mengikuti kegiatan Pramuka sama sekali. Aku tidak ingin menjadi pelatih kacangan, sehingga aku mempersiapkan diri dengan membaca buku pedoman pembina siaga. Selain itu aku meminta bantuan Bowo, adik angkatku, untuk ikut menemaniku melatih karena ia cukup aktif dalam organisasi Pramuka di sekolahnya.

Sabtu lalu aku membuat sebuah pengumuman untuk kelas 4 dan kelas 5, bahwa setiap hari Sabtu akan selalu ada kegiatan Pramuka di sekolah. Anak-anak bersorak sorai gembira, padahal mereka juga belum tahu apa itu Pramuka. Mereka tidak tahu apa itu Pramuka, akan tetapi setiap hari Sabtu mereka mengenakan seragam Pramuka.

Murid-murid di SD lokal jauh ini jarang memiliki dan mengikuti kegiatan. Sebenarnya aku sangat menyayangkan ketika mereka jarang untuk mengikuti suatu kegiatan. Sebenarnya anak-anak ini memiliki banyak potensi yang bisa mereka kembangkan. Tapi mereka menjadi malu ketika ingin diikutsertakan dalam sebuah kegiatan. Mereka takut untuk bersaing dan menerima kekalahan, mereka juga merasa malu dan tidak percaya diri dengan potensi yang mereka miliki. Tidak ada mental kompetitif di dalam diri. Itu semua harus dirubah, HARUS!!

Aku tidak memiliki romantisme sama sekali dengan Pramuka. Dulu waktu aku duduk di bangku sekolah dasar, nampaknya sekolahku tidak mewajibkan murid-muridnya untuk mengikuti Pramuka. Waktu SMP aku lebih memilih ikut kegiatan PMR dibandingkan Pramuka, karena pada saat itu aku menjabat sebagai seksi kesehatan di kelas. Begitu pula ketika aku SMA, aku lebih memilih untuk ikut ekstrakulikuler olahraga hoki dibandingkan organisasi Pramuka.

Aku sempat kebingungan ketika seragam Pramuka adalah salah satu perlengkapan yang harus dibawa ketika akan mengikuti pelatihan intensif bersama Indonesia Mengajar. Pertama kalinya aku pergi ke toko seragam sekolah untuk membeli baju Pramuka. Untung saja masih ada yang muat di badan, kalau ga ada kan repot juga. Apalagi waktu memilih atribut yang harus ditempel di bajunya. Sampai-sampai aku mengajak seorang teman yang aku tahu bahwa dia sangat aktif di organisasi Pramuka.

Mungkin telat, tapi pada akhirnya romantisme aku terhadap Pramuka pun terbentuk juga kemarin. Siapa sangka melihat semangat anak Indonesia dari murid-muridku ketika mengikuti latihan menimbulkan kesan begitu mendalam dalam diriku. Mereka sangat aktif dan terlihat bahagia mengikuti jalannya latihan. Ini semua membuat aku sangat menyesal mengapa aku tidak pernah ikut Pramuka sedari dulu.

“Pramuka itu salah satu kegiatan refreshing, Mbak. Anak-anak disini kan ga punya kegiatan sama sekali, kerjaannya main atau jajan. Kalau mereka latihan Pramuka kan jadinya senang, mereka bisa jadi lebih kreatif,” kata Bowo kepadaku.

Hal itu yang aku tanamkan baik-baik dalam benakku. Aku tidak mau murid-muridku yang baru saja mengenal pramuka ini, menganggap bahwa Pramuka adalah satu kegiatan yang membosankan. Aku akan membuat kegiatan ini menjadi menyenangkan.

Dari buku seri tokoh dunia, aku mendapatkan sedikit kisah tentang Boden Powell, yang merupakan Bapak Pramuka di dunia. Ia adalah orang yang suka berpetualang. Sewaktu kecil Boden Powel suka bermain di hutan seorang diri. Di Hutan ia selalu membayangkan dirinya adalah seorang penjelajah dan mencari jejak dari hewan-hewan yang ada di sana seperti kelinci, tikus dan tupai. Menurutnya berkegiatan dengan alam akan jauh lebih mengasikkan daripada harus duduk mempelajari buku yang membuatnya mengantuk dan bosan. Hal-hal di luar pelajaran sekolah justru sangat menggairahkan darah remaja Boden Powell. Ia sering menghabiskan waktunya untuk berkemah, mendaki gunung, bersampan, bahkan memancing ikan di danau. Setelah lulus sekolah ia mendaftarkan diri menjadi angkatan bersenjata. Kemampuannya di sana sangat cepat berkembang akibat pengalamannya bermain di hutan.

Ketika pergi berperang ia pun sering melihat banyak anak-anak yang menghabiskan waktunya dengan hal-hal yang tidak berguna. Ia pun mengumpulkan anak-anak tersebut dan membuat kesatuan prajurit baru dengan berbagai kegiatan yang mengasah keahlian. Mereka diajarkan baris berbaris, kedisiplinan, tanggung jawab mengantarkan pesan, menjaga pos pengintaianKorps inilah yang merupakan mata rantai penting sehingga terinspirasi terbentuknya organisasi kepramukaan sedunia. Luar biasa! Aku akan berusaha menerapkan semangat Baden Powell dalam diri murid-muridku.

Pertemuan pertama aku buka dengan memutarkan instrumen lagu Indonesia Raya. Aku minta mereka berdiri sambil mengepalkan tangan di dada, lalu ikut bernyanyi sesuai dengan instrumen yang ada. Aku melihat kesungguhan mereka saat itu, mereka menjiwai bait demi bait dari lagu Indonesia Raya. Setelah itu, masih diiringi instrumen, aku membacakan Tri Satya dan Dasa Darma Pramuka. Suasana menjadi lebih hikmat.

Aku membagi mereka dalam beberapa regu.Pembagian regu aku lakukan dengan metode sekoci. Aku putar sebuah lagu, lalu ketika lagu dimatikan maka anak-anak harus membentuk sebuah sekoci yang terdiri dari beberapa orang sesuai dengan instruksi. Maka terbentuklah empat regu, dua regu putra dan dua regu putri.

Setiap regu harus memiliki pemimpin. Aku berikan kesempatan kepada mereka untuk memilih pemimpinnya, dengan catatan sang pemimpin tidak boleh diketahui oleh regu lainnya.

“Kalian harus merahasiakan siapa pemimpin kalian!”

Selanjutnya, aku memberikan instruksi kepada mereka untuk mencari nama kelompoknya. Lagi-lagi mereka pun harus merahasiakan apa nama kelompoknya. Aku membuat murid-muridku seperti sedang mengerjakan sebuah misi rahasia. Dan perlu dicatat, bahwa mereka suka itu!

Pemimpin telah terpilih, nama regu pun sudah diketahui. Maka saatnya bermain! Regu pertama mendapat misi rahasia untuk mengumpulkan enam ranting pohon. Regu kedua mendapat misi rahasia untuk mengumpulkan enam jenis daun yang berbeda. Regu ketiga mendapat misi rahasia untuk menurunkan bendera dari tiangnya. Lalu regu terakhir menjadi mata-mata yang harus mencari tahu siapa pemimpin, nama regu, dan apa misi rahasia dari regu lainnya.

Semua anak langsung berhamburan melaksanakan misi rahasia begitu pula mereka yang menjadi mata-mata. Aku melihat sebuah semangat di sana, aku juga melihat sebuah kebahagiaan disana. Mereka tertawa riang gembira. Pemandangan yang sangat luar biasa.

Ketika semua misi sudah terlaksanakan aku meniup peluit panjang. Itu adalah sebuah kode agar mereka segera berkumpul di halaman. Setelah itu aku membuat bentuk lingkaran dari jari-jariku yang artinya mereka haru segera membuat lingkaran besar sesuai dengan regunya masing-masing. Disana regu mata-mata membocorkan segala misi dan informasi rahasia yang dilakukan oleh regu lainnya. Mereka semua merasa kecewa karena misi rahasia diketahui oleh sang mata-mata.

Kegiatan selanjutnya adalah baris berbaris. Lagi-lagi mereka diming-imingi dengan sebuah misi bahwa setiap regu harus bisa baris berbaris lebih rapih dibandingkan dengan regu lainnya. Mereka berlatih secara maksimal untuk menyamakan derap langkah kaki kiri dan kaki kanan. Mereka berusaha menampilkan sesuatu yang lebih baik dibandingkan yang lainnya. Secara tidak langsung mereka pun telah melatih mental kompetitif mereka.

Sebenarnya ini hanyalah permainan sederhana. Tapi lihatlah betapa permainan sederhana justru memberikan berjuta makna kepada mereka.

Latihan dilanjutkan dengan latihan upacara pembukaan. Minggu depan aku mengundang guru-guru untuk datang ke acara pembukaan Pramuka di sekolah ini. Dari latihan upacara, kami berhasil memilih satu orang anak yang menjadi Pemimpin Utama. Aku melihat kebanggaan dari wajahnya. Tanpa ragu, Adi mengacungkan tangannya ketika aku melontarkan pertanyaan siapakan yang mau menjadi pempimpin utama. Sementara anak-anak lainnya hanyalah saling tunjuk. Nampaknya keberanian pun sudah mulai muncul di dalam pribadi sebagian anak.

Latihan upacara pun berlangsung dengan lancar, Adi pun melakukan tugasnya yang pertama sebagai pemimpin upacara dengan sangat baik. Latihan Pramuka yang pertama pun selesai. Masih dalam lingkaran aku memimpin untuk menutup seluruh kegiatan hari ini dengan doa. Setelah itu, aku maju ketengah lapangan.

“Ayo teman-teman kita satukan suara kita!” ujarku seraya menjulurkan tangan kanan.

Anak-anak pun berlari ikut menjulurkan tangan kanan mereka dan menyimpannya di atas tanganku. Setelah semua berkumpul aku pun kembali berteriak:

“Siapa Kalian?”

“KAMI ANAK INDONESIA!!!!!”

Semua tangan diangkat keudara dan aku melihat setiap wajah tersenyum bahagia.


Cerita Lainnya

Lihat Semua