info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Sisi Lain Reporter Cilik

Melissa Tuanakotta 31 Maret 2012

Februari lalu (16/2), salah satu surat kabar lokal di Lampung mengadakan audisi untuk menjadi reporter cilik di Tulang Bawang Barat. Mengingat kesuksesannya tahun lalu, para reporter cilik angkatan pertama berhasil mewawancarai tokoh-tokoh penting di Indonesia, seperti presiden, wakil presiden, dan menteri-menteri. Surat kabar tersebut pun memperluas daerah audisi, mereka datang ke seluruh kabupaten/ kota yang ada di Lampung. Mereka mengadakan audisi mencari mutiara-mutiara terpendam, untuk diberikan kilauan prestasi.  

Salah satu siswa didik Pengajar Muda Kabupaten Tulang Bawang Barat , Dhela Via Astuti, berhasil menjadi bagian dari Reporter Cilik Angkatan 2 ini. Siswa kelas 5, SD Negeri 01 Bangun Jaya, Kecamatan Gunung Agung, Tulang Bawang Barat, bersama 35 reporter cilik lainnya akan mengikuti program “Dari Lampung Merajut Indonesia”. Mereka akan mewawancarai 33 Gubernur yang ada di seluruh provinsi di Indonesia.

Ayahnya Dhela, Sarpani bekerja sebagai seorang petani karet dan ibunya merupakan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di Malaysia. Semenjak Dhela bisa berjalan,  ia lebih sering diasuh oleh sang ayah. Kembali lolosnya Dhela dalam babak final ini membuktikan di tengah keterbatasan Dhela berhasil meraih mimpinya menjadi seorang reporter. Suatu kesempatan besar untuk memutar roda kehidupan.

Aku saat itu mendapat kesempatan untuk menemani Dhela untuk mengikuti babak final. Sehari sebelum pengumuman, aku melontarkan pertanyaan kepada Dhela. Apa impian terbesarnya?

“Aku ingin jadi reporter cilik bu, aku ingin membuat mama yang kerja di Malaysia bangga. Mama jauh-jauh kerja di Malaysia, buat Dhela. Dhela ingin bisa bantuin mama jadi reporter,” jawabnya polos.

Ketika namanya disebut sebagai pemenang, Dhela pun gembira karena impiannya telah tercapai. Sang ayah yang saat itu ikut menyaksikan turut mengucap syukur dan mengeluarkan air mata kebahagiaan menyaksikan keberhasilan anak semata wayangnya itu. Setelah mengalungi kartu pers, pasangan ayah dan anak itu pun segera berpelukan melepas kebahagiaan.

Dhela telah berhasil meraih bintang yang ditunjuknya. Keberhasilan Dhela adalah salah satu gambaran nyata bahwa kesuksessan itu milik semua orang. Semua orang memiliki kesempatanmeraih sukses, asal mau berusaha.

Disini aku ingin sekali bercerita tentang sisi lain dari keberhasilan Dhela yang berhasil menjadi reporter cilik ini. Sisi lain dimana seorang anak belajar banyak tentang pentingnya sebuah proses dibandingkan hasil akhir.

***

Reporter atau juru warta, adalah salah pekerjaan untuk mencari dan menyusun berita untuk dimuat dalam suatu media komunikasi entah itu media cetak maupun media elektronik. Selama kurang lebih empat tahun setengah aku berkutat dengan hal-hal yang berkaitan dengan juru warta tersebut. Entah mengapa, setelah mengalami berbagai macam bangku kuliah akhirnya kuliah di jurusan jurnalistik ini menjadi pilihanku. Kalau diingat-ingat, alasannya adalah kelak jika lulus aku tidak ingin kerja di dalam ruangan, aku ingin pergi kesana kemari bertemu banyak orang dan menambah wawasan. Akan tetapi, pada akhirnya, pilihanku jatuh untuk menjadi seorang guru.

Beberapa hari sebelum keberangkatanku menjadi guru, aku menyempatkan diri pergi ke kampusku. Aku bertemu dengan dosen-dosenku. Di sana kami berbincang-bincang cukup lama tentang keputusanku ini. Dosenku itu menitipkan pesan, jikalau bisa terapkan sedikit ilmu jurnalistik kepada murid-muridku kelak di daerah penempatan. Mungkin audisi reporter cilik ini adalah gerbang pembukaku untuk melakukan hal tersebut. Memperkenalkan profesi yang bisa dijadikan pilihan cita-cita untuk murid-muridku, reporter.

Ketika aku bertanya tentang cita-cita, kebanyakan dari murid-muridku menjawab menjadi petani dan guru. Untuk sebagian anak laki-laki yang terkontaminasi dengan sinetron “Si Madun” dan tim nasional Indonesia, mereka memiliki cita-cita menjadi pemain bola. Tidak ada satupun yang memilih menjadi reporter.

Aku pun segera menambahkan bank pengetahuan mereka tentang profesi reporter. Bahkan kami pun mengadakan simulasi pers confrence. Seolah-olah mereka adalah para reporter yang ingin mewawancarai aku seorang guru yang datang dari tanah pasundan. Aku meminta mereka semua meyiapkan beberapa pertanyaan untukku. Saat sesi tanya jawab berlangsung, seluruh penduduk kelas 5 masih malu-malu untuk mengangkat tangannya. Sampai pada akhirnya satu anak berani mengangkat tangan lalu bertanya. Tangan-tangan lainnya pun langsung ikut menunjuk langit untuk bertanya.

Aku senang dengan simulasi ini, anak terlatih untuk berani bertanya, mengutip jawaban yang diberikan oleh aku si narasumber, lalu menulikan laporan hasil wawancara dalam bentuk naskah berita. Lembar-lembar naskah berita yang telah mereka tulis pun dikumpulkan. Dari dua belas lembar, terpilihlah naskah berita dari Komang Ayu Juniarti, seorang gadis Bali berambut panjang dan berparas manis. Selama simulasi Ayu selalu memberikan pertanyaannya berisi dan tulisannya sangat informatif.

Ayu memang memiliki bakat dalam menulis. Tahun lalu Ayu mendapat kesempatan untuk mengikuti lomba karya tulis. Tulisannya tentang getah karet berhasil menarik perhatian dari pihak penyelenggara, dan tulisannya akan diabadikan dalam buku Kecil-kecil Punya Karya. Kalau aku menilai secara subjektif, Ayu memang pantas menjadi seorang reporter. Laganya yang centil, rasa keingintahuannya yang besar,  bakatnya merangkai kata, serta pengetahuannya yang luas.

Saat hari audisi tiba, aku menjemput  Ayu yang telah menunggu di depan rumahnya. Dia bersama enam anak lain yang berasal dari Kecamatan Gunung Agung, mencoba menyentuh cita-cita mereka menjadi seorang reporter.

Suatu usaha memang perlu pengorbanan, begitu juga dengan anak-anak ini. Audisi dilaksanakan di Pulung Kencana yang lelaknya dekat dengan pusat pemerintahan Kabupaten Tulang Bawang Barat. Kami menyewa mobil, dan naik mobil adalah salah satu pengalaman baru  bagi mereka. Apa yang terjadi? Dari tujuh anak, enam diantaranya mabuk. Kantong plastik yang telah disiapkan sebelumnya pun habis seketika. Muka sudah pucat, keringat dingin tak kunjung henti, tapi mereka tidak menyerah dan tetap ingin mengikuti audisi. Mobil pun dikemudikan secara perlahan, hingga waktu tempuh pun menjadi lebih lama.

Saat kami tiba, acara telah dimulai. Walaupun kondisi anak-anak masih belum stabil, mereka tetap semangat dan segera masuk untuk mengikuti rangkaian acara. Audisi berjalan satu hari penuh.

Mengikuti audisi seperti ini selain memacu keberanian anak, juga melatih anak-anak untuk berusaha semaksimal mungkin ketika ingin mencapai suatu harapan. Jangan seperti mie instan, hanya tinggal seduh dan menambahkan bumbu sudah bisa menjadi satu mangkuk mie. Mudah dan praktis, tanpa proses panjang sudah siap untuk disajikan. Saat ini, fenomena mie instan yang sering dikunjungi di dalam pribadi seseorang. Tidak ingin repot pekerjaan sudah selesai, tanpa proses jabatan tinggi sudah dipegang, tidak ingin susah uang banyak sudah di saku.

Banyak hal yang aku pelajari tentang proses beberapa waktu ini, apa yang kita ingin raih tidak semudah ketika membuka telapak tangan. Jika anak-anak sudah dilatih sejak dini tentang berusaha, tidak menutup kemungkinan generasi instan pun akan berkurang.

Mengenalkan anak dengan audisi, secara tidak langsung juga menumbuhkan jiwa kompetitif. Untuk mendapatkan sesuatu, anak harus bersaing dengan kompetitornya. Sehingga anak pun bisa menerima kekalahan jika mengalami kegagalan, dan bersyukur atas segala usahanya yang maksimal ketika ia berhasil menjadi pemenang.

Walaupun Ayu memiliki bakat menjadi seorang reporter, tapi dewi fortuna belum berpihak kepadanya. Ayu belum berhasil mendapat kesempatan menjadi reporter kali ini, teman barunya Dhela terpilih menjadi salah satu perwakilan dari Tulang Bawang Barat. Dengan lapang dada Ayu menerima keberhasilan yang tertunda ini. Ayu baru saja menunjuk bintang di langit, suatu hari nanti ia pasti bisa meraih bintang yang ditunjuknya itu.

“Buk Melissa, gak apa-apa aku gak menang. Aku seneng banget hari ini buk, ketemu banyak teman baru, diajak main seharian, diwawancara, apalagi waktu kita semua diajak naik di panggung untuk bernyanyi. Terima kasih yah buk udah ngajak aku kesini,” ujar Ayu  seusai acara.

Aku tersenyum menanggapi pernyataan itu. Pelajaran itu tak selamanya kita dapatkan melalui pendidikan materi di dalam kelas. Pengalaman justru memberikan banyak pelajaran dalam hidup seperti apa yang dialami oleh Ayu dan teman-teman lain yang belum berhasil. Hasil akhir memang menjadi hal penting ketika ingin meraih sesuatu, akan tetapi banyak yang belum memahami bahwa proses untuk meraih sesuatu jauh lebih penting.


Cerita Lainnya

Lihat Semua