info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Cepat Tanggap Domino

Meity Intan Suryadi 19 Juli 2017

Domino, kartu kecil berjuta makna. Bisa dinilai dari segi positif maupun negatif. Sering kita jumpai, bahkan terkadang menjadi pemersatu masyarakat. Usia tua, muda, remaja, bahkan anak-anak sekalipun sudah paham betul bagaimana cara memainkan domino.

Satu malam setelah Upacara Aruh, kami berkumpul di ruang milik Abah Ira. Dalam masyarakat kepercayaan Kaharingan, 5 hari setelah Upacara Aruh itu adalah masa ‘pamali’ sehingga selama 5 hari tersebut mereka akan banyak berkegiatan dan tidur di Balai sampai masa pamali berakhir. Anak Abah yang kedua, Imel, sedang bersama tetangganya bernama Saira. Mereka sedang membentuk rumah-rumahan dari kartu domino.

“Kakak boleh ikut?” tanyaku pada Imel.

“Boleh kak” jawab Imel sambil menyodorkan beberapa kartu.

Aku pun mulai menyusun kartu domino sesuai kreasi. Biasa saja. Hanya bentuk segitiga dari dua buah kartu dan mencoba memberi pintu dari kedua sisi yang tidak tertutup. Jatuh, berdirikan lagi, begitu terus sampai beberapa kali.

“Pintunya yang mana Mel?” kucoba memulai percakapan sambil mengamati apa yang mereka buat.

“Yang ini kak, nanti masuknya lewat sini terus keluar lewat sini”.

Saira yang tadinya sedang membuat rumah dari domino mulai menyerah karena diganggu Pamannya.

“Kita main ini haja Bu ai, bisa kan?” tanya Saira. Ya, Saira memanggiku dengan Ibu karena tau kami pengganti guru sebelumnya, sedangkan Imel memanggil kakak karena kami menginap dirumahnya. Kalau sudah disekolah, baru nanti ia panggil Ibu. Obrolan yang seolah-olah menjadi kesepakatan, hal ini ia sampaikan saat pertama kali kami datang kerumahnya.

“Ayuhaa” ku-iyakan saat itu juga. Ikuti saja dulu permainannya, nanti disisipi dengan edukasi sedikit-sedikit, pikirku. Jadilah kami bertiga main domino seperti biasa. Satu ronde berlalu dengan cepat, bahkan ditengah permainan saat aku kebingungan tidak ada kartu yang sesuai mereka dengan cepat menjelaskan langkah-angkah yang harus dilakukan. Paham sekali mereka dengan permainan ini. Ketika akan berlanjut ronde kedua aku mulai memancing mereka dengan pertanyaan sederhana.

“5+4 berapa ya?” tanyaku sambil menunjuk kartu domino berisi 5 bulatan dan 4 bulatan.

“Hmmmm…. 9” jawab Saira setelah menghitung dengan jari tangannya. Kebetulan Imel dan Saira duduk di kelas 2, sehingga kuberikan pertanyaan tentang penjumlahan sederhana. Awalnya hanya Saira yang berani menjawab dan Imel hanya melihat, lama-kelamaan Imel mulai berani menjawab bahkan membantu ketika Saira salah menjumlahkan.

“Nah, sekarang kita main siapa cepat ya. Kalau disebut angka, cari sesuai kartunya, siapa cepat ambil kartu dia yang boleh jawab. Siap?”

“Siap!”

‘Pertarungan Matematika’ pun dimulai dari yang biasa saja sampai rebutan kartu. Ekspresi senang sampai kesal karena lambat menjawab muncul dari wajah imut anak-anak ini. Mereka terlihat puas ketika bisa menjawab dengan benar. Tidak lupa kuberi pujian ketika mereka bisa menjawab. Dari sekedar kata Hebat, Pintar, Mantap, sampai mengajak ‘Tos’. Kalaupun mereka salah menghitung tetap diberi semangat dan mengajak mereka menghitung ulang. Perlahan-lahan saja, karena yang penting bukan benar atau salah, tetapi melatih berpikir dan mau belajar.

Siapa yang bisa menjawab berhak menyimpan kartunya. Permainan dimenangkan oleh Saira dan hanya selisih tiga kartu dengan Imel. Saya katakan mereka berdua sama-sama hebat.

Selanjutnya Endah, rekan Pengajar Muda yang nantinya bertugas di sekolah mereka ikut bergabung. Kali ini kami ajak mereka menyusun pecahan, diawali dengan penjelasan singkat tentang apa itu pecahan. Masih dengan kartu domino. Penyebut diibaratkan sapi, pembilang diibaratkan kucing. Entah kenapa hanya itu yang terlintas dipikiran kami.

“Coba cari sapi yang sama” mereka mulai mencari penyebut yang sama dan kartu disusun tegak, seperti pecahan.

“Susun lagi dari yang kucingnya paling sedikit”

“Cari sapi yang lain”

Begitu terus instruksinya sampai semua kartu tersusun.

Ini cara kami mengisi malam di Balai Adat dengan cahaya remang-remang. Sederhana, yang penting bahagia. Aku belum sepenuhnya paham tentang cara mengajar yang baik. Justru dengan menjadi Pengajar Muda akan banyak belajar. Belajar mengajar. Belajar mendidik. Selamat menikmati proses!


Cerita Lainnya

Lihat Semua