Tentang Menang dan Kalah

Meiske Demitria Wahyu 7 September 2012

Pagi ini saya mendampingi 6 murid saya untuk ikut trilomba Pendidikan Agama Islam tingkat kecamatan Gunung Agung. Ada 3 macam lombanya: MTQ, Ceramah dan Hafalan Surat Pendek. Murid-murid saya tampak ceria dengan seragam pondokan warna jingga dengan bawahan rok hitam panjang untuk yang putri dan biru tua untuk yang putra dilengkapi sarung selutut dan celana panjang hitam. Di jurnal harian sebelumnya mereka sempat menulis agar didoakan supaya lancar.  

Perjalanan menuju lokasi lomba lumayan jauh. Tami dan Aliyah dibonceng bertiga oleh ayahnya Tami; Mila dibonceng oleh ibunya; Ahmad, Abidin dan Toni boncengan bertiga dalam satu motor yang dikendarai Abidin. Seluruh dewan guru ikut mendampingi anak-anak ini, tentunya dengan naik sepeda motor. Memang trilomba Pendidikan Agama Islam ini perdana diadakan di Kecamatan Gunung Agung. Melewati jalanan berdebu dan licin karena pasir serta hutan karet yang sedang meranggas, akhirnya tibalah mereka di lokasi lomba. Ternyata disana masi lengang. Kami pun mendaftar ulang dan mendapat nomor urut 3 untuk MTQ dan Hafalan Surat Pendek serta nomor urut 4 untuk Ceramah.  

Setelah daftar ulang, Ahmad dan Aliyah mau mengambil wudhu tapi ternyata sumur sekolah tersebut kering. Akhirnya kami berjalan agak jauh ke masjid terdekat. Di tengah perjalanan, Ahmad yang pemalu berbisik-bisik ke Aliyah yang vokal. Kemudian Aliyah melaporkan ke saya: “Sikile Ahmad wis ndredek lho bu,” (kakinya Ahmad sudah gemetaran). Saya menenangkan Ahmad sepanjang jalan. Setelah menimba air di sumur masjid untuk wudhu, saya menunggu mereka berwudhu. Kamipun kembali ke lokasi lomba dan berkumpul untuk foto-foto.   

Karena tampaknya murid-murid saya makin panik melihat peserta lain dalam baju warna-warni cerah dan sedang persiapan, saya mengajak mereka duduk di ruang tunggu dan menonton di laptop. Lumayan, cukup meredakan ketegangan sampai mereka dipanggil untuk berbaris. Lalu dimulailah rangkaian acara pembukaan dan perlombaan resmi dimulai.

Sebelum mereka berpencar masuk ke ruangan masing-masing, saya memanggil Ahmad yang semakin pucat dan Aliyah. Saya bilang sama mereka: “Qiroah itu melantunkan ayat suci Al-Quran kan?” Mereka mengangguk. Saya melanjutkan,”Kalau begitu, anggap saja kamu melantunkan ayat-ayat suci itu buat Allah, bukan buat manusia. Kalau di hadapan Allah grogi gak?” Mereka terpana. “Lakukan yang terbaik, jangan pikir menang atau kalah, ibu bangga sama kalian.” Lalu mereka masuk ruangan. Dalam waktu yang cukup singkat saya juga memanggil Mila dan Toni yang tampak sangat tegang dan berbeban berat. “Hafalan surat pendek itu kan Firman Allah, nikmati waktu membaca, anggap kamu membacakannya buat Allah. Kalau membacakan buat Allah pasti kan yang paling baik. Apapun hasilnya, ibu bangga sama kalian.”  

Mereka lalu masuk ruangan masing-masing dan berlomba. Saya semacam ibu-ibu mengantar anak lomba berkeliling ke tiga ruangan mengecek kapan murid saya tampil karena lomba diadakan serentak dan paralel. Untungnya saya kebagian jatah menonton seluruh penampilan murid saya. Walaupun tidak paham, saya merasakan mereka sudah melakukan yang terbaik, dan apa yang saya katakan tadi bukan sekedar pemanis. Saya memang bangga dengan mereka. Walaupun bukan saya yang melatih dan mempersiapkan, saya merasakan mereka ingin mempersembahkan sesuatu, membuat saya bangga. Bukannya saya ge-er, tapi itulah yang saya rasakan *terharu*.  

Setelah selesai lomba, mereka kembali ceria berlari-larian dengan senyum dari pipi ke pipi. Ahmad menawarkan permen karet buat saya. Katanya: “Pas maju saya agak grogi tapi pas sudah mulai mbaca saya udah ga grogi lagi bu.” Setelah diajak makan siang oleh guru pelatihnya, mereka pun pulang. Saya dan seorang guru menunggu hasil rapat dewan juri. Singkat cerita, dibacakanlah pengumuman dan SDN 02 Sumber Jaya meraih juara 1 MTQ untuk putra dan putri, juara 1 Ceramah putra dan juara 3 Ceramah putri. Sekolah saya menjadi juara umum trilomba Pendidikan Agama Islam pertama kecamatan Gunung Agung. Ya, Ahmad yang tadi kakinya ‘ndredek’ itu lancar melantunkan ayat-ayat suci dengan indah dan meraih juara 1.  

Saya belum menyampaikan pengumuman ini kepada murid-murid. Toni dan Mila mungkin akan kecewa dengan hasilnya. Tapi buat saya mereka juara! Mereka telah mengalahkan ketakutan mereka sendiri dan berjuang. Dulu Toni dan Mila di kelas sangat pemalu, tadi saya melihat mereka berdua memegang mic dan menghafal surat-surat pendek dengan penuh percaya diri. Mereka kalah di kecamatan tapi menang di kehidupan. Saya akan menulis balasan di jurnal harian buat mereka. Memang lebih mudah menikmati kemenangan daripada mempelajari kekalahan. Saya tidak mau mengajarkan murid saya mengejar kemenangan semata. Saya mau murid-murid saya menikmati proses. Berusaha. Bergantung bukan pada kekuatan sendiri. Bukan murid karbitan.  

Saya akan sangat merindukan mereka.  

Note:

Tadi pagi saya menyampaikan pengumuman kemenangan ini pada mereka. Ahmad nyengir lebar dengan kepercayaan diri baru. Di jurnal ia menulis:  "Saya terima kasih banget sama ibu miske karena ibu miske sudah menyemangati saya oada waktu lomba di sekolahan SD tunas jaya. Perasaan saya waktu mau tampil dek-dekan untungnya ada ibu miske karena sudah menyemangati saya, terima kasih ibu miske."


Cerita Lainnya

Lihat Semua