info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Pendidikan itu Supaya Bisa Mencuci Baju Sendiri

Meiske Demitria Wahyu 28 April 2012

Saya menjelaskan padanya bagaimana itu kuliah, bagaimana waktu dulu saya pun pernah gagal mendapat beasiswa, bagaimana serunya mereguk ilmu pengetahuan. Dengan mata berbinar-binar ia mendengarkan dan ingin segera mencicipi sebuah kue manis bernama Perguruan Tinggi. Namun malam harinya ia bilang tidak mau mendaftar beasiswa ini, lalu hati saya patah. Belakangan ia jujur, karena orangtuanya tidak menyetujui ia pergi jauh-jauh untuk kuliah. Juara kelas sejak SD sampai SMA ini mungkin akhirnya kuliah di salah satu perguruan tinggi swasta yang biasa saja, walaupun ia punya kesempatan terdaftar di salah satu perguruan tinggi negeri. Karena tidak boleh jauh-jauh dari ibunya.

Ia adalah anak yang berbakat, rajin dan tekun. Juara kelas dengan prestasi yang konsisten. Berjiwa pemimpin. Jago main bola. Matanya berbinar saat saya tawarkan kesempatan bersekolah di luar pulau. SMP berasrama di Sidoarjo. Sekian pekan terlewati untuk melobi ayahnya yang sudah setuju. Berdoa agar ibunya pun mengamini. Namun Ibunya yang kerja di Jakarta sejak ia berusia 1 tahun dan hanya mengunjunginya 2 tahun sekali ragu dalam memberikan ijin dengan alasan: nanti ia tak bisa mencuci baju sendiri. Saya bilang ibunya egois. Kawan saya bilang: “Kamu tak pernah berada di posisi ibunya.” Lalu saya sinis, memangnya ibunya bisa menjamin masa depannya?

Saya frustasi.

Saya merasa gagal.

Saya ingin gigit meja.

Andai saja ada remote control seperti di film Click, ingin saya mengajak mereka semua untuk melihat masa depannya. Pendidikan itu penting! Ayo, berpikir ke depan! Tapi saya teringat bahwa saya bukan Tuhan, bukan pula seorang ibu. Saya tak berhak menghakimi. Apa yang saya anggap benar dan penting tidak melulu benar dan penting buat orang lain. Saya tidak boleh jadi seperti pemerintah pusat yang menyamaratakan kondisi untuk membuat kebijakan. Tapi tetap saja saya sedih, saya kesal, saya marah.

Disaat orang berlomba menggunakan gadget terbaru dan menenteng tas teranyar berharga ratusan juga, masih ada anak-anak yang tidak boleh sekolah lebih tinggi dengan alasan-alasan yang yahbegitulah.

Saya berdoa tidak ada lagi generasi yang tidak menganggap pendidikan itu penting.

Dan perjuangan sayapun belum selesai.

Yesaya 55:8 – Sebab rancanganKu bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalanKu, demikianlah Firman Tuhan.

Selalu ada harapan :)

P.S: Seperti doa saya dan yang saya percayai, akhirnya bocah yang saya ceritakan diatas, Ronal Sandi telah melewati seleksi tahap pertama untuk beasiswa ke Yayasan Yatim Mandiri di Jakarta. Sebelum akhir Juni ini akan diberitahukan pengumuman untuk tahap selanjutnya, mohon doanya ya teman-teman :D


Cerita Lainnya

Lihat Semua