info@indonesiamengajar.org (021) 7221570 ID | EN

Ada Dunia yang Berbeda, 30 Menit dari Jakarta

Meiske Demitria Wahyu 23 November 2011

Indonesia tanah air beta

Pusaka abadi nan jaya

Indonesia sejak dulu kala

Slalu dipuja-puja bangsa

Di sana tempat lahir beta  

Dibuai dibesarkan bunda

Tempat berlindung di hari tua

Sampai akhir menutup mata.”

Saya menuliskan ini di suatu kampung kecil di Lampung: 30 menit terbang dari Jakarta; 3.5 jam perjalanan mobil dan 1.5 atau 2 jam perjalanan motor dalam remang lampu emergency karena listrik yang seharusnya menyala pukul 6 sore-11 malam belum juga menyala.   

Saat ini sedang musim hujan. Di satu pihak warga gembira karena turun hujan berarti debit air di sumur bertambah, di lain pihak warga pun cemas karena turun hujan berarti akses jalan keluar kampung bisa-bisa terputus. Namun di pojokan kampung tadi pagi ada karya-karya terbaik Tuhan yang menempuh jalan becek berlumpur dan hutan karet untuk belajar. Salut pada semangat mereka dan pada orang tua mereka yang susah payah mengantarkan anak-anaknya meraih ilmu.  

Kalau orang bilang Tulang Bawang Barat itu sudah masuk Ind*maret dan Alf*mart, penghasilan rata-rata per bulan 5 juta dan sudah maju; ya memang Alhamdulillah benar. Tulang Bawang Barat memang hanya kurang lebih 4 jam dari Jakarta setelah 30 menit terbang. Jalanannya aspal mulus, ada hotel bagus dan toko-toko. Jadi dimana letak eksotisme ‘kesusahan’nya dimana katanya Pengajar Muda ditempatkan di daerah-daerah terpencil?   Naah, masuklah lagi naik motor dengan trek ala off-road kira-kira 1 atau 2 jam. Dibalik banyaknya ATM, toserba, dan segala kemewahan duniawi tersebut ada anak-anak yang kalau siang belajar mengandalkan sinar matahari (termasuk saya yang mau persiapan). Kalau mendung ya pakai emergency lamp. Kalau habis batrenya, ya harus tunggu pukul 6 sore itu tadi, itupun kalau yang bertugas menyalakan diesel kampung tidak lalai.  

Sekolahnya? Macam-macam bentuk di sekolah saya. Ada yang masih menyerupai ruang kelas Laskar Pelangi, tapi di seberangnya sudah tembok dan keramik. SDN 02 Sumber Jaya ini belum punya WC, apalagi perpustakaan walaupun katanya tahun depan mau ada sumbangan untuk bangunan perpustakaan beserta rak-raknya saja. Untuk belajar, mereka bermodalkan buku-buku tulis karena tidak punya buku paket untuk belajar. Beberapa buku pelajaran difotokopikan, sisanya mengandalkan dikte dari gurunya.   Sekedar informasi, SDN 02 Sumber Jaya tempat saya mengajar ini lokasinya di antara 3 desa sehingga murid-muridnya berasal dari 3 desa sekitar yaitu: Desa Firman Jaya, Desa Agung Jaya dan Desa Kagungan Jaya. Kebanyakan murid tinggal di Desa Kagungan Jaya. Tapi dibalik seluruh kesederhanaan fasilitas tersebut tersimpan senyum dan semangat calon pemimpin-pemimpin masa depan. Sejak pukul 6 lewat mereka sudah hadir, menanti untuk belajar. Padahal untuk menuju ke sekolah ada yang harus menembus hutan karet yang kalau hujan jalanannya sungguh licin. Kehausan mereka untuk belajar sungguh luar biasa. Ketika melihat saya sudah datang, murid-murid sakaw untuk diajar. Mereka berteriak-teriak,”Bu, kami diulang ya bu, kami diulang ya bu.” Diulang disini artinya diajar.  

Tadinya saya adalah pekerja kantoran biasa yang sekedar tahu dari berita dan internet bahwa ada gap yang jauh antara ibukota dengan daerah. Sekarang saya melihat sendiri bagaimana hanya dalam waktu 30 menit terbang dari Jakarta, 3.5 jam perjalanan mobil dan 1.5 atau 2 jam perjalanan motor, ada dunia yang sangat berbeda. Tahun 2011 masih nimba sumur? Tahun 2011 masih banyak rumah papan? Tahun 2011 masih ada yang pakai WC dengan pintu bambu dan tingginya setengah dada? Jawabannya: masih ada. Inilah sisi lain Indonesia. Inilah ‘kantor’ saya selama setahun ke depan. Dan tugas saya adalah bagaimana menginspirasi anak-anak yang akan menjadi ‘klien-klien’ saya supaya mereka berani bermimpi tinggi. Seperti kata Pak Anies, kami tidak sekedar mengutuk kegelapan, kami menjadi terang. Adalah salah satu tanggung jawab saya untuk mengingatkan murid-murid mengenai kemahsyuran Indonesia yang sejak dulu selalu dipuja-puja bangsa, dan adalah tanggung jawab mereka juga untuk mempertahankan hal tersebut.   

Setahun mengajar, seumur hidup menginspirasi.


Cerita Lainnya

Lihat Semua