Seratus Jempol Untuk Pak Maksun Macho

Meiliani Fauziah 15 Oktober 2015

Ini adalah cerita tentang pria paling macho yang saya temui di SDN 006 Pasir Belengkong. Pria yang juga menjadi guru kebanggaan banyak orang, dan akhirnya menjadi guru kebanggaan saya juga.

Sebut saja beliau Pak Maksun, memang sesingkat dan sepadat itulah namanya. Atau yang belakangan sering saya gumamkan, Pak Maksun Macho, nama belakang yang konon dianugrahi oleh segerombolan teman beliau semasa muda dahulu. Julukan yang baru terungkap ketika beliau minta dikirimkan sebuah artikel tentang pemeriksaan seorang bekas guru yang menjabat sebagai camat dan sekarang sedang diduga juga seorang koruptor. Panjang bukan jabatannya? Haha..

Belakangan ini Pak Maksun kerap membalap saya dalam urusan datang paling pagi. Saya yang biasanya hadir pukul 07.30 WIB kurang sedikit kini sering kalah dengan beliau. Saya duga beliau berangkat dari rumahnya di Rantau Panjang tidak lama setelah solat subuh. Alhasil ketika saya datang beliau dalam proses menjalankan ritual pagi di ruang guru, minum kopi sambil merokok sebatang dua batang.

Pernah satu kali dalam hidup saya (dan saya berjanji ini tidak akan terjadi lagi), seorang anak kelas empat yang digawangi Pak Maksun mendatangi rumah saya karena saya belum juga muncul di sekolah pukul 07.30 WIB. Pagi itu memang jadwal saya mengajar Bahasa Inggris di kelas mereka. Rupanya Pak Maksun yang meminta saya dijemput. Saya sangat malu sampai merasa harus meminta maaf dan berjanji tidak akan terlambat lagi di depan kelas. Dan saya baru betul-betul lega setelah meminta maaf sambil menjelaskan alasan keterlambatan saya kepada anak-anak.

Kami berdua juga sering terlibat diskusi seru membahas beragam topik, mulai dari politik, ekonomi, sosial dan budaya. Maklum, televisi di ruang guru hanya bagus ketika menayangkan chanel yang digadang selalu menjadi yang terdepan. Begitu pindah chanel, bubar sudah tayangannya. Pak Maksun sering bertanya, cek dan ricek, antara apa yang sedang ditayangkan di berita dan kondisi di Jakarta. Beliau dalam pandangan saya memiliki pikiran yang terbuka, kritis, dan mau mengembangkan wawasannya.

Baru-baru ini beliau bercerita tentang pengalamannya kabur dari pesantren ketika lulus SD. Alasannya sangat logis, beliau yang dijanjikan masuk ke Tsanawiyah, ternyata malah dimasukkan ke Ibtidayah yang setara dengan jenjang Sekolah Dasar. Pak Maksun dan beberapa temannya pun memilih kabur dari pesantren di hari ketiga pada jam 3 pagi! Untunglah mereka selamat dalam pelarian itu. Singkat cerita, Pak Maksun dikembalikan ke keluarganya setelah menolak keras kembali ke pesantren tersebut.

Bapak yang sedang membangun rumah impiannya ini juga terkenal tegas dan mampu menyajikan pelajaran dengan baik. Anak-anak mengaku mudah memahami menu yang disajikan Pak Maksun sehari-hari. Beliau kadang bertanya pada saya tentang satu dua-soal- yang kayaknya sih buat ngetes aja. Haha.. Lah, saya langsung senam jantung kalau ditanya mengingat jam terbang saya jika dibandingkan dengan beliau bagaikan bumi dan langit.

Beliau adalah juga pemegang amanah yang patut ditiru semua guru di dunia ini. Suatu kali, saya yang berhalangan hadir berjanji membuatkan sebuah panduan agar anak-anak tetap mendapatkan sesuatu di hari itu. Panduan mengajar tersebut saya tulis dalam sebuah meta plan warna-warni, lengkap dengan alat peraga dan lakban hitam. Saya menuliskan secara garis besar kapan tugas itu harus dikumpulkan dan  bagaimana cara mengerjakannya. Hasilnya baik sekali. Anak-anak mengatakan bahwa Pak Maksun melakukan lebih dari apa yang saya tulis dalam panduan. Buku tugas sudah tertumpuk rapi di meja saya siap untuk diperiksa. Beribu terima kasih saya haturkan pada beliau untuk hal ini.

Berkat Pak Maksun pula, saya sempat mencicipi rasanya menjadi wali kelas empat selama satu hari penuh. Gantian, kali ini beliau yang berhalangan hadir. Padahal saat itu para pengawas akan datang untuk memantau program pembiasaan media ajar. Beliau menitipkan beberapa media ajar yang bisa saya tampilkan di depan kelas dan berlembar-lembar RPP. Saya juga “kursus singkat” tentang topik pelajaran yang harus saya bawakan di kelas nanti. Menurut saya, beliau adalah contoh terbaik bagaimana seharusnya seorang guru yang alpa bisa tetap “terasa” hadir di kelas. Caranya dengan melakukan persiapan, termasuk menyediakan alat peraga dan mentransfer seluruh informasi yang harus diketahui sang guru pengganti. Seratus jempol buat Bapak!

Saya tahu bahwa nanti ketika sudah purna tugas pasti bakal kangen dengan Pak Maksun. Guru yang awalnya saya kira sulit didekati ternyata begitu terbuka dan siap berbagi. Saya juga tahu Pak Maksun  masih menyimpan sederet impian untuk mengisi masa pensiunnya. Semoga beliau bisa mencapai segala apa yang diimpikan dalam hidup ini. Amin.

 


Cerita Lainnya

Lihat Semua