Profesionalitas Bu Een
Meiliani Fauziah 18 September 2015Saya masih ingat pertama kali berhadapan dengan Ibu Een, panggilan untuk guru yang bernama asli Marlina ini. Ciut, itu rasanya. Saya terintimidasi dengan setelan guru yang begitu profesional dan berwibawa. Kesan tersebut tertangkap dari busana dengan jilbab yang rapi, sepatu yang selalu bersih, tas yang senada dengan busana, dan make up tipis yang membuat wajahnya terlihat segar. Jadi seorang Pengajar Muda dengan tas gemblok butut, sepatu teplek -yang untungnya sudah dibersihkan-, dan setelan kemeja – celana bahan bagaikan bubuk Marimas jika dibandingkan dengan Ibu satu anak ini.
Berdasarkan cerita dari Pengajar Muda sebelumnya, Bu Een disebutkan termasuk guru yang bagus. Para siswa pun berpendapat sama. Caranya mengajar mudah dipahami anak-anak. Bahkan siswa kelas 5 yang beliau gawangi disebut-sebut sebagai “kelas super”, artinya relatif mudah mencerna pelajaran dan cukup kuat dalam hapalan.
Di tahun ajaran baru ini, Bu Een lagi-lagi membuat saya ingin loncat-loncat. Beliau sering terlihat sibuk membuat media ajar untuk pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam, materi alat pernapasan hewan. “Gara-gara Ibu Meili nih, saya jadi sibuk gunting-gunting kardus. Caranya lihat di buku,” katanya sambil tertawa. Lalu ketika akhirnya kelas selesai, saya bertanya mengenai reaksi anak-anak. “Kelas jadi seru, kata anak-anak besok main lagi Bu.”
Sekedar informasi, UPTD Pasir Belengkong memang sedang menyiapkan metode agar para guru mau menggunakan media ajar di kelas. Pak Hamsah, selaku kepala UPTD akan menugaskan pengawas secara berkala untuk memantau apakah guru sudah menggunakan media ajar. Bahan-bahan untuk kebutuhan ini diharapkan terbuat dari barang bekas. “Targetnya agar suatu hari guru akan merasa janggal jika tidak menggunakan media ajar,” kata Pak Hamsah saat sosialisasi program tersebut.
Kembali ke Bu Een, beliau pun kerap dijadikan rujukan para guru dan anak-anak di kelas yang lebih tinggi untuk berbagai mata pelajaran. Pertanyaan apapun dijawab semampunya. Saya juga sering bertanya ini-itu, mulai dari mata pelajaran hingga penjahit baju. Bu Een bagaikan Wikipedia berjalan ala SDN 006 Pasir Belengkong.
Bu Een juga sering mengingatkan anak-anak agar buang sampah di tempatnya. Kadang sesi belajar tertunda karena kelas masih kotor. Jika ini terjadi, anak-anak langsung ambil posisi untuk membersihkan kelas beramai-ramai.
“Bu Meili cocok pakai jilbab, lebih rapi,” kata Bu Een di suatu hari Jum’at yang cerah ceria. Saya yang sedang bebas tugas mengajar pun cengengesan. Waktu itu saya memang belum berjilbab, masih dengan rambut cepak dengan model acak-acakan. “Tapi kayaknya kalau Ramadhan, kalau udah biasa pakai jilbab, nanti keterusan,” lanjut Bu Een lagi. “Yah, didoain aja Bu semoga betah pakai jilbab gak Cuma di Paser,” jawab saya saat itu.
Begitulah. Dari Bu Een saya belajar bahwa penampilan luar tak kalah penting untuk menunjang profesi. Bagaimana mungkin mengharapkan anak-anak tampil rapi kalau penampilan gurunya berantakan?
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda