Tiba-tiba menjadi bisa, serbabisa. Bagaimana bisa?

Medha Ardiana Gustantinar 27 Maret 2012

Bulan Maret hampir usai, bulan April menjelang. Detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, masa, terasa begitu cepat. Apakah karena aku begitu menikmati perjalanan ini atau memang waktu sudah berjalan tidak normal lagi. Kalau boleh egois, bisakah aku meminta satu menit itu tidak hanya 60 detik? Sore ini, sudah tanggal 23 Maret. Dua puluh tiga Maret.

Di minggu terakhir Maret, menyambut April, di SD Negeri 1 Lebaksitu sedang banyak sekali cerita. Mulai dari Ujian Nasional dan persiapannya, olimpiade seni dan olahraga, pembangunan pagar dan selokan, hujan angin, ruang kelas yang hampir rubuh tertimpa Pohon Afrika, kelas calistung baru dan tentu saja tetap dengan kegiatan mengajar yang semakin hari semakin membuat semangat. Banyak sekali cerita dan proses yang begitu cepat berkejaran setiap harinya, terburu-buru untuk diselesaikan. Sepertinya kapasitas energi normal tidak cukup untuk melakukan ini semua. Tapiii, pencipta manusia memang selalu memberikan solusi bagi setiap kesulitan. Tidak cukup dengan kapasitan energi normal, datanglah energi ekstra.  Energi ekstra untuk semua ini turun dari Dia, lewat perantara anak-anak kecil lucu polos nakal tapi ngangenin ini. Energi ekstra itu tersampaikan lewat senyuman, tatapan dan tentu saja ciuman tangan.

Menjawab semua tantangan di Bulan April, kami para guru menjadi manusia serba bisa. Aku yang selama hidupku ini benciii mati-matian pada pelajaran IPA kecuali Biologi (karena itulah aku masuk kuliah jurusan Biologi), bisa-bisanya memberikan pelajaran tambahan matematika untuk Kelas 6. Aku jadi suka sekali dengan matematika, dan semangat yang kadang berlebihan memberikan tambahan pelajaran mengakibatkan molornya waktu pemberian pelajaran tambahan. Keserbabisaan juga timbul saat olimpiade sains dan olahraga  akan digelar. Aku yang sangat tidak berseni ini, tiba-tiba (diharuskan) jago menggambar, menyanyi, menari jaipong tradisional sampai membuat patung gajah yang ukuran tubuhnya proporsional. Iya, kami harus jago, karena kamilah yang harus mengajarkan pada anak-anak itu semua. Banyak belajar harus ditempuh sampai pada taraf aku berani mengajarkan pada muridku. Dan dari sini, aku jadi tahu bahwa kemampuan menggambar,menyanyi dan keahlian membuat patung ku cukup, sedikit di bawah lumayan lah :). Sedangkan untuk menari jaipong tradisional Sunda, akan lebih baik jika aku keliling kampung mencari orang yang bisa mengajarkan dengan baik kepada anak-anak atau aku akan membeli CD tarian Sunda dan meminta anak-anak mengikutinya, daripada aku merusak tarian dengan mengajarkannya langsung, hehehe . Keserbabisaan juga terjadi pada kegiatan mengajar Bahasa Sunda. Semester 1 lalu, aku bertukar jam mengajar Bahasa Sunda kelas 5 dengan Bahasa Inggris kelas 6, namun semester 2 ini aku yang harus mengajar Bahasa Sunda Kelas 5 sendiri. Aku yang sekali berbicara langsung ketahuan orang Jawa asli dari logatnya ini, harus mengajar Bahasa Sunda. Walau kadang harus berlarian menanyakan apa maksud kata dan kalimat di buku pada guru kelas terdekat dan lebih sering anak-anak yang malah mengajariku, namun acara mengajar Bahasa Sunda tetap saja menyenangkan. Sekarang, aku sudah bisa menjawab pertanyaan soal Ulangan Tengah Semester Genap Kelas 5 buatan Tim KKG kecamatan loo (agak sombong sedikit yaa :) ). Keserbabisaan atau keharusan untuk bisa, juga banyak terjadi dalam hal-hal lain, seperti pramuka, teknik memasang tenda, baris-berbaris, teknik melipat bendera merah putih dan masih banyak lagi. Keserbabisaan yang harus terjadi pada semua guru. Keserbabisaan yang terjadi karena terdesak.  Keserbabisaan yang terjadi bukan lagi jalaran saka kulina (karena terbiasa) tapi jalaran ora ana sing liyo (karena tidak ada yang lain). Di kota, mungkin akan mudah mencari guru atau sekedar menemukan orang dengan bakat tertentu untuk mengajarkan keahliannya pada anak-anak. Namun disini, karena hanya ada kami, maka kamilah yang harus turun tangan, kami harus belajar, tak ada pilihan. Bisa dibayangkan, betapa luar biasanya keserbabisaan guru-guru daerah yang telah puluhan tahun mengabdi.

Dari semuanya yang telah kuusahakan untuk kuberikan, semoga keserbabisaan ini bermanfaat untuk anak-anak kami. Semoga hati kami tidak pernah beku dan buta untuk mampu menangkap energi-energi ekstra yang dibawa anak-anak. Semoga bukan kemudahan yang akan kami dapatkan kelak, namun bahu dan hati yang lebih kuat untuk menghadapi  halangan yang lebih sulit. Bahu dan hati yang akan semakin kokoh seiring pertambahan kemampuan yang kami miliki, kemampuan untuk lebih ikhlas dalam membagi ilmu dan impian dengan perasaan penuh suka cita.

Kita usahakan bersama ya nak, mari menikmati kerja keras untuk saat nanti yang tak akan terlupakan :)

 

Kamarku, Kampung Gunung Julang

23 Maret 2012


Cerita Lainnya

Lihat Semua