Pertemuan pertama

Medha Ardiana Gustantinar 10 Juli 2011
Alasan utama aku berada disini adalah untuk menjadi guru bantu di SD Negeri 1 Lebaksitu. Setelah rapat yang dilakukan tim guru, akhirnya diputuskan aku mengajar Kelas 5, karena murid Kelas 5 sudah bisa berbahasa Indonesia dan aku belum bisa berbahasa Sunda.  Di kelas 5 akan ada 31 murid diantara 300an murid di sekolah. Dari perkenalan di luar sekolah, murid-muridku terlihat sangat bersemangat dan ceria. Dan benar, semangat dan keceriaan itu menular, aku adalah salah satu korbannya. Sekolah kami sudah sangat layak dihuni, bangunannya baru, ada ruang guru, kamar mandi walaupun tidak ada air, dan perpustakaan yang baru akan dibuka tahun ini. Tidak terbayangkan betapa semangatnya aku berangkat menaiki bukit ke sekolah setiap harinya untuk bertemu dnegan anak-anak luar biasa disini. Hari ini, 4 hari menjelang hari pertama masuk sekolah rasanya tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata, saking campur aduknya. Deg-degan..... Pertama kali aku bertemu murid-murid ku adalah saat wisuda dan kenaikan kelas yang dirayakan dalam bentuk ‘samenan’. Perayaan tersebut hampir mirip dengan konser musik atau pengajian di tempat lain, dengan panggung kayu yang besar dan barisan kursi yang diatur rapi di depan panggung lengkap dengan tenda dan berbagai ornamen lainnya. Perayaan ini, dihadiri oleh semua orang tua siswa, aparat pemerintah dan aparat dari dinas pendidikan terkait. Ramai sekali, samapai-sampai kursi yang disediakan kurang, sehingga banyak yang harus berdiri. Keramaian ditambah dengan banyaknya pedagang makanan dan barang-barang lain yang membuka lapak di sekolah. Malam sebelumnya ibu-ibu berkumpul di rumah Bapak kepala sekolah untuk membuat berbagai makanan yang akan dihidangkan saat perayaan, dari makanan berat sampai kue-kue khas semua tersedia. Saatnya pesta dimulai..... Perayaan dimulai dengan upacara adat berupa iring-iringin guru dan para murid yang memakai baju adat. Karena tidak mengerti Bahasa Sunda, aku hanya mengira-ngira apa yang mereka ucapkan, sepertinya bapak guru sedang membacakan doa dan bersyukur atas pencapaian sekolah tahun ini. Selanjutnya acara dilanjutkan dengan sambutan bapak kepala sekolah, ketua komite, kepala desa dan juga sambutan pertamaku. Setelah sambutan, acara dilanjutkan dengan penyerahan tropi dan pemberian piagam penghargaan bagi siswa berprestasi. Ternyata tahun lalu, sekolah kami mendapat cukup banyak tropi untuk kejuaraan olahraga tingkat kabupaten. Yang membuatku salut adalah, guru olahraga satu-satunya di sekolah kami, saat itu merangkap menjadi guru kelas. Dalam ketidakmaksimalan itu, ternyata prestasi masih dapat diraih. Dengan keterbatasan waktu, beliau masih bisa melatih murid-murid untuk meningkatkan kemampuan olahraga. Tahun ini, aku menggantikan tugas bapak guru olehraga. Semoga dengan fokus sebagai guru olahraga, prestasi sekolah kami semakin meningkat. Acara terakhir adalah hiburan yang disajikan oleh murid. Ada yang membawakan puisi, menyanyi, drama, pertunjukan silat dan menari. Semuanya nampak bagus dan berbakat. Kecuali satu, aku kurang bisa menikmati tarian mereka. Anak seumur itu menari meliuk-liukkkan badan dan disawer. Aku tidak rela nak-anakku melakukannya, namun inilah budaya. Dari yang terjadi hari ini, terbukti bahwa anak di daerahpun bisa berprestasi dan memiliki bakat yang luar biasa. Karena kecerdasan itu diberikan Tuhan menyeluruh pada setiap anak, tidak terbatas pada anak kota yang penuh kenyamanan dan ketersediaan akses. Karena semua anak cerdas, dan tidak ada anak yang bodoh. Kamis, 7 Juli 2011 Ruang tamu depan sawah

Cerita Lainnya

Lihat Semua