Andri dan Hamdan suka sekolah!

Medha Ardiana Gustantinar 9 Februari 2012

Ini cerita Tentang Andri

Namanya Andri Mukmin, perawakannya kecil, selalu riang ceria tanpa beban pikiran. Hobinya main bola. Iya, hampir semua anak laki-laki disini penggila bola. Di pikirannya hanya ada bola dan main bola sepanjang hari. Suatu hari, saat aku mengabarkan pemain idolanya Bambang Pamungkas membalas mentionsku di twitter yang berisi pesan semangat, dia salah satu anak yang senang bukan main dan menanyakan hampir setiap hari setelahnya apakah Bambang Pamungkas menulis pesan untuknya lagi atau tidak J

Dulu, Andri hobi sekali tidak masuk sekolah atau kabur saat istirahat sekolah. Tahukah alasannya? Karena dia pergi bermain atau bekerja di tambang emas untuk mendapat uang jajan. Mungkin pelajaran di sekolah membosankan atau mungkin teman-teman tidak menarik pikirku kala itu. Yang menarik, walaupun Andri sering bolos, tapi dia tidak pernah lupa menghampiri saat bertemu, mencium tangan dan sekedar cerita kemana seharian tidak pergi sekolah. Nasehatku hanya angin lalu saja, dia masih tetap mencium tanganku setiap hari walaupun juga masih tetap bolos sekolah. Hmhmhmhmhm L

Suatu saat, Andri tidak masuk sekolah lama sekali. Berminggu-minggu tanpa alasan yang jelas dan tanpa kabar. Ancaman denda dua ribu rupiah setiap kali bolos yang kami buat di kelas tidak mempan juga. Sampai akhirnya kami sekelas bersama-sama mencari cara membuat Andri kembali ke sekolah.

Siang itu pulang sekolah, saya dan seluruh anak kelas 5 pergi ke rumahnya, sekedar melihat bagaimana keadaannya. Dan siang itupun dia kabur. Besoknya dan besoknya lagi kami mencoba cara yang sama, namun Andri selalu berhasil kabur. Kami hanya bertemu mamaknya. Esoknya, kami merubah strategi. Kami sekelas membuat surat untuk Andri. Surat cinta dari semua anak untuk Andri, yang isinya kurang lebih mengajaknya kembali ke sekolah dan ungkapan teman-teman yang ingin sekali Andri masuk sekolah lagi. Surat itu kami gulung dan diberi pita warna merah putih. Seperti hari-hari sebelumnya, kami tak berhasil menemui Andri secara langsung. Surat itupun tak langsung diterimanya. Andri berhasil kabur lagi. Surat itu akhirnya kami berikan pada mamak Andri. Yap, tinggal menunggu reaksi surat cinta kami.

Olala, surat cinta pembawa pesan dan harapan itu ajaiiiiib sekali. Malam harinya, aku bertemu Andri di warung dekat masjid. Seperti biasa dia mencium tanganku, bercerita kemana saja dia pergi, mengapa kabur daaaaaan berjanji besok masuk sekolah. Bahkan Andri mentraktirku jajan dengan uang hasil bekerja menggali lumpur emas. Semalaman aku tersenyum senyam, memeluk setiap anak yang kutemui.

Pagi harinya, Andri sudah tampil ganteng di dalam kelas, dengan seragam sekolah dan wajah berseri-seri. Bukan hanya karena surat cinta, kemauan Andri kembali sekolah juga karena dimarahi orang tuanya. Kedatangan kami ke rumah Andri membuat orangtuanya malu dan akhirnya bisa marah ketika anaknya bolos sekolah atau bekerja saat jam sekolah. Sebelumnya, orangtua Andri tak pernah marah ketika Andri membolos. Mereka menyayangi Andri dengan cara menyetujui apapun yang anaknya mau, yang penting anaknya senang maka oke-oke saja.

Kini, Andri rajin sekolah. Saat kelas 5 mendapat tugas sebagai petugas upacara, dia ambil bagian menjadi protokol pembawa teks pancasila. Saat kuberi tugas di kelas, dia yang selalu semangat ingin maju ke depan, walau jawabannya jarang benar. Hari ini, saat lompa peringatan maulid nabi, dia ada di atas panggung, menyanyi bersama grup Qosidah kelas 5.

Andri pernah berkata seperti ini, “Ibu baik sekali, mengapa tidak pernah memukul saya? Kalau saya bandel, pukul saja” dan selalu ku jawab, “Memang kalau Ibu pukul, Andri berhenti bandel dan langsung jadi anak baik? Tidak kan. Andri bisa kok jadi anak baik tanpa dipukul. Karena sebenarnya Andri itu anak baik”.

Di sekolah, Andri memang masih usil. Ada saja ulahnya. Dari mulai menyanyi saat jam pelajaran sampai menutup hidung temannya dengan tangan penuh keringat. Tapi dia selalu cerita tentang apa saja, tentang kenakalan-kenakalan yang dia lakukan. Dari cerita itu selalu kutimpali dengan nasihat. Sedikit demi sedikit.

 

Ini cerita tentang Hamdan

Hamdan sudah lulus SD setahun yang lalu. Aku dekat dengannya karena rumahnya di ujung jalan menuju sekolah yang merangkap pangkalan ojek. Seperti anak-anak disini, dia punya persediaan senyum yang tak terbatas. Tak pernah sekalipun, aku lihat dia dalam keadaan tidak tersenyum. Pernah suatu hari, dia bercerita dengan mata biru lebab akibat dipukul kakak kelasnya, masih dengan senyum y lebar.

Awal mengajar, aku sering melihat Hamdan di rumahnya. Saat berangkat dan pulang sekolah, dia menyapaku dengan mengeluarkan kepalanya saja melalui jendela. Dari hasil tanya-tanya tetangga, orangtua dan padanya langsung, aku tahu kalau Hamdan tidak sekolah. Pilihannya tidak meneruskan SMP, karena dia ingin masuk pesantren yang tak tahu kapan mulainya. Anak-anak disini banyak yang memilih melanjutkan pendidikan setelah SD ke pesantren, karena berfikiran SMP itu mahal dan susah. Pilihan jatuh pada pesantren untuk mewujudkan cita-cita kebanyakan mereka, menjadi kyai atau ustadz. Iya, banyak anak ingin jadi tokoh agama.

Melanjutkan pendidikan di pesantren, bukannya salah. Namun, kebanyakan pesantren di sini tidak mengeluarkan ijazah yang berarti tidak bisa melanjutkan pendidikan ke tingkat selanjutnya. Hal ini sangat disayangkan, karena di desa kami, SMP baru saja dibangun. Tidak ada alasan jauh apalagi mahal, karena ada dana BOS dan berbagai bantuan lainnya. Mengapa tidak memilih, pagi sekolah SMP, sorenya ikut pesantren. Lebih bijaksana, menurutku.

Bujukan, rayuan dan nasehat pun mulai aku tembakkan pada Hamdan. Tahap awal, pastilah usulan itu ditolak dengan alasan banyak sekali. Berbagai cara kukeluarkan, mengajaknya jalan-jalan, menawarinya belajar komputer, mengajak teman-temannya untuk membujuknya sekolah, sampai berbicara dengan orang tuanya.  Seminggu dua minggu sebulan dua bulan proses ini berjalan.

Hari itu, hari senin, seminggu setelah Ulangan Tengah Semester ganjil SMP. Aku terkejut sekali, saat kulihat Hamdan di depan SMP. Hamdan di depan SMP memakai seragam SMP. Seragam SMP putih biru dengan sepatu dan tas. Ya Allah, ini hadiah kejutan pagi-pagi di hari Senin. Memang Hamdan agak terlambat masuk sekolahnya, sampai-sampai Ibu Guru SMP bingung melihatnya. Hahahaha J, Aku hanya berpesan padanya saat itu agar belajar lebih keras karena banyak ketinggalan. Agak susah tapi PASTI bisa dilakukan.

Besok sorenya, Hamdan dan teman-teman SMP nya datang ke rumah. Mereka ingin diajari menggunakan laptop. Saya berteriak melihat mereka sendiri berkeinginan belajar. Luar biasa sekali. Dan perebutan kekuasaan atas laptopku mulai terjadi. Anak-anak ini.....

Sekarang, Hamdan sekolah setiap hari. Setiap bertemu denganku, kami melakukan ritual unik. Saling men-tosh tangan dengan keras, baru setelah itu dia mencium tanganku dan bercerita panjang sekali. Cerita khas remaja puber yang berapi-api. Anak hebat!


Cerita Lainnya

Lihat Semua