info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Beta Su Bisa Baca, Pak Guru!

Masdar Fahmi 10 Agustus 2012

Setelah beberapa hari membuka perpustakaan mini di rumah, aku melanjutkan program dengan membuka kelas kreatif. Hal ini kulakukan karena aku merasa takut anak-anak akan bosan. Mengingat jumlah buku yang tak begitu banyak, aku pikir harus ada kegiatan lain agar anak-anak tetap semangat belajar di rumahku ini.

Ide ini pun tak sengaja. Berawal saat anak-anak melihat dengan takjub gambar-gambar indah di buku, lalu aku berceletuk, “Hey, mari kita belajar gambar!” Nah, sejak saat itu aku biarkan kreativitas tertuang lewat media gambar.

Gambar-gambar dari tangan-tangan kecil mereka sungguh membuatku bangga. Bisa juga ternyata. Lantas aku menyuruhnya untuk memberikan sedikit keterangan di sisi gambar yang mereka buat. Aku awali dengan bertanya, “Ini gambar apa?” Zakia—Sang maestro kecil itu menjawab, “Tangan!” “Wow, pintar sekali, coba dituliskan di sebelah sini!” aku menunjuk sela-sela ruangan kosong di antara gambar-gambarnya yang banyak.

Beberapa menit kemudian, aku bertanya kembali. “Mana tulisannya?” Zakia hanya meringis, senyam-senyum seperti hendak tebar pesona padaku. Hingga aku menyadari, ternyata dia belum bisa menulis dan membaca. Aku maklum, Zakia masih terus belajar membaca dan menulis, dia baru saja naik kelas 2.

Di sebelah anak manis itu, duduk Safa—anak kelas 4. Aku bertanya padanya, “Safa, bisa kau bantu menuliskan ‘tangan’ untuk Zakia?” Dia menjawab bisa. Namun, sebelum dia menjalankan tugasnya, aku bertanya kembali, “Su (sudah) bisa baca kan?” Dia hanya mengangguk dan tersenyum,  seakan dia bilang “beta su bisa baca, pak guru!”

Aku mengamati Safa menuliskan kata “tangan”. Oh, ternyata dia kesulitan. Awalnya dia menuliskan, ‘tana’, lalu ‘taga’ lalu ‘tanan’. Aku tak tega memutus kreativitasnya dan mencegahnya menulis. Teringat saat kunjungan di sekolah Batutis, lalu aku katakan padanya, “Wah, bagus sekali usaha Safa...”

Aku baru sadar dan harus mengakui, bahwa Safa juga belum lancar dalam membaca dan menulis. Ini terbukti, dia kesulitan bahkan mendadak speechless saat aku tunjuk beberapa kata seperti, ‘tangan’, ‘tanggal’, ‘tangki’, ‘tangis’, ‘tangkis’, ‘tangga’ dan 14 kata lain.

Walaupun dengan terbata-bata, akhirnya Safa lulus ’ujian lisan’ juga. Lalu, aku kembali menantang dengan mengajaknya untuk menulis beberapa kata yang ada dalam ujian lisan tadi. Aku mendikte dan dia menulis kata-katanya. Dari 10 soal, Safa sempurna menjawab 4 soal dengan benar.

Apapun keadaannya, aku percaya semua anak adalah juara. Mereka pintar pada bidangnya masing-masing, hanya saja belum tergali. Aku salut dengan semangatnya yang tak pantang menyerah. Dengan bekal seperti ini, aku yakin 1000 persen, Safa dan anak-anak lain akan benar-benar membuktikan bahwa dia memang su bisa membaca (dan menulis). Terus belajar ya, anak pintar!


Cerita Lainnya

Lihat Semua