10 Diantara Sekian
Marthella Rivera Roidatua 12 Oktober 2013“Bagi saya, segurat senyum seorang pemateri bukan berasal dari banyaknya pujian. Tetapi ketika ada satu atau dua dari sekian banyak peserta yang tersadar dan mulai punya niat untuk berubah menjadi lebih baik.”
Semalam tidur saya tidak tenang karena terus kepikiran apa yang kira-kira terjadi saat saya memaparkan materi ‘Positive Discipline’. Meskipun sudah mempersiapkannya sematang mungkin, mulai dari ice breaking, power point, lembar tugas, hingga metode dalam workshop, saya tetap merasa cemas kalau-kalau ada guru yang merasa didikte oleh seorang guru muda seperti saya. Namun, apa mau dikata, sekarang semuanya sudah di depan mata, hadapi saja. Saya membuka hari dengan mengajak para guru untuk membentuk lingkaran di lapangan, berjoget saat musik dimainkan, dan segera mencari pasangan ketika musik berhenti. Setelah berpasangan, secara bergantian mereka menyampaikan tentang salah satu guru SD yang paling berkesan dan alasannya. Saya memberikan kesempatan kepada salah satu guru perempuan untuk menyampaikan kesan positif dari guru SD-nya, dilanjutkan dengan salah satu guru laki-laki yang menyampaikan kesan negatif yang terus melekat dari guru SD-nya. Kami kembali ke ruang materi dan saya menjelaskan maksud dari permainan tersebut: ‘Siswa cenderung mengingat apa yang dilakukan gurunya, dibanding apa yang diajarkannya’. Saya berharap ini bisa jadi pintu masuk bawah sadar mereka bahwa sikap mereka selama ini akan meninggalkan kesan di hati siswa hingga mereka dewasa.
Saya membagikan kertas bertuliskan ‘Dunia Berkualitas’ dan gambar lingkaran besar. Saya meminta peserta untuk menggambarkan hal-hal yang paling berharga dalam hidup mereka di dalam lingkaran dan jangan lupa menuliskan nama di dalamnya. Awalnya guru-guru pada protes karena tidak bisa menggambar, namun saya menjelaskan bahwa ini bukan soal gambarnya bagus atau tidak, yang penting maknanya. Melihat mereka berusaha keras untuk menggambar dan sesekali tertawa sendiri melihat hasil karyanya, hati saya sedikit lega karena mereka kelihatan menikmati materi ini. Sambil mempresentasikan materi, sesekali saya bercerita pengalaman mengajar di kelas I dan berbagai guyonan untuk mencairkan suasana. Saya juga menyisipkan permainan berapasangan, yang satu mengepalkan tangan sekuat tenaga dan yang satunya berusaha keras untuk membuka kepalan tangan temannya. Melakui permainan sederhana ini saya ingin peserta mengerti dari mana asalnya kemauan untuk disiplin itu. Setelah penyampaian materi, ada break sebentar lalu dilanjutkan dengan workshop. Saya membagi peserta ke dalam tiga kelompok: kelompok yang memainkan skenario kelas I-II, III-IV, dan V-VI. Satu guru diminta untuk berperan menjadi guru dan sisanya berperan sebagai siswa yang bersikap sebagaimana kelasnya. Rena, Eko, dan Adit menjadi fasilitator di masing-masing kelas, dan saya mobile melihat bagaimana praktik manajemen kelas berjalan.
Lutut kaki saya melemas saat mendapat kabar bahwa ada satu orang guru di kelas Adit yang protes, “Saya kira materi ini bisa disampaikan dengan cara seperti di universitas, bukan macam begini!” lalu keluar kelas begitu saja. Ingin saya menemuinya empat mata untuk menjelaskan baik-baik maksud dan tujuan saya merancang kegiatan seperti ini, tapi sayangnya beliau sudah pergi entah kemana. Masalah ini menjadi besar karena pihak UPTD merasa malu kepada kami Indonesia Mengajar dan mengancam guru tersebut akan mendapat ganjaran berat jika tidak segera minta maaf. Saya sadar betul bahwa tidak semua orang bisa sependapat dan mau menerima apa yang kita bagikan, tapi saya tidak menyangka urusannya akan jadi panjang begini. Usai jam makan siang, ternyata yang bersangkutan berani menampakkan gigi dan langsung menemui bapak Kepala UPTD. Dia minta maaf karena sikapnya yang tidak sopan saat menyampaikan ketidakpuasan terhadap cara penyampaian materi. Saya berpikir, apa ini kaitannya dengan gaya bahasa Adit yang masih seperti aktivis kampus, jadi beliau merasa seperti disudutkan dengan cara mengajarnya selama ini? Sempat saya menegur Adit karena mendahului saya dalam memberikan penjelasan ke peserta, padahal perjanjiannya para fasilitator hanya mengawasi jalannya skenario. Tapi, sudahlah, saat guru muda dari Kilon tersebut punya niatan baik untuk minta maaf pada kami, saya pikir masalah ini jangan dibuat berlarut. Anggap saja, kalau tidak ada kejadian ini, tidak ada ‘cerita’ yang saya bawa pulang.
Sebelum berlanjut ke materi ‘Metode Belajar Kreatif’ yang akan dibawakan oleh Rena, Eko membagikan lembar evaluasi atas materi yang saya berikan. Jantung saya mulai berdegup kencang karena penasaran sejauh mana peserta menerima dan memahami apa yang saya sampaikan, terutama dari praktik manajemen kelas tadi. Apakah saya berhasil memantik kesadaran mereka? Setelah selesai menulis, saya dan Eko mengumpulkan lembaran evaluasi dan tanpa basa-basi saya langsung membacanya satu-persatu. Dari sekitar lima puluhan peserta, mayoritas hanya sampai tahap mengerti akan materi, sebagian kecil lagi masih bertahan dengan cara memukul, namun ada sepuluh orang yang mulai tersadar dan mau mencoba untuk berubah. Jelas ini bukan karena kehebatan saya dalam berbicara atau kemujaraban skenario manajemen kelas yang kami laksanakan, tapi karena sepuluh guru ini mau membuka diri. Saya percaya bahwa dorongan bahkan paksaan, hanya menyumbang sepersekian persen dalam membuat seseorang berubah. Bagian terbesarnya tentulah kemauan yang asalnya dari dalam diri orang itu sendiri. Karena itu saya bersyukur ada sedikit dari yang sekian banyak yang tersadar, dan saya mendokumentasikan testimoni mereka di bawah ini:
1. Setelah mengikuti kegiatan KKG, lewat materi ini saya menjadi sadar bahwa selama ini saya kurang memahami dunia anak dan bersikap egois. Materi ‘Positive Discipline’ sangat penting karena dengan adanya materi ini, dapat membuat saya mau merubah diri menjadi guru yang sabar dan juga mau memahami karakter anak.Kesulitan dalam menerapkan ‘Positive Discipline’, tidak mudah menjadi guru yang selalu mengerti dan memahami kemauan anak. – Kristina Batyefwal, guru SD Naskat Awear Rumngevur.
2. Materi ‘Positive Discipline’ dapat dipraktikkan dalam pembelajaran karena dengan disiplin yang positif siswa dapat belajar dengan baik dan benar, kemudian juga dengan disiplin siswa dapat mengembangkan kepribadian mereka ke arah yang lebih baik. Dengan materi ini, dapat membuka wawasan berpikir para guru, bahwa bukan saja siswa yang harus disiplin namun guru yang lebih dulu disiplin, sehingga siswa dapat berkaca diri dari guru untuk melakukan disiplin tersebut. Memang agak sulit menerapkan materi ini dalam pembelajaran karena kami para guru tidak bisa memaksakan anak didik untuk mengikuti apa yang guru mau, namun guru sendiri harus berusaha untuk memahami apa yang anak didik mau sehingga ketika guru memberikan materi pembelajaran siswa dapat menerima dengan baik. – Abigael Masela, guru SD Kristen Watmasa.
3. Dengan cara siswa dan guru belajar untuk disiplin dalam berbagai hal yang disepakati bersama sehingga para siswa maupun guru diajak untuk mempunyai keinginan dalam diri untuk mau berubah serta berpikir secara positif akan kedisiplinan yang dilaksanakan di sekolah dan menjadi tanggung jawab bersama baik kepala sekolah dan bawahannya, maupun guru dan siswa itu sendiri. Materi ‘Positive Discipline’ sangat penting bagi saya karena dengan materi yang diberikan saya mendapat sesuatu hal yang baru yang nanti dapat diterapkan dalam pribadi saya sebagai guru maupun siswa sendiri. Tentu sulit tetapi sebagai guru harus belajar untuk sabar dalam menghadapi kondisi siswa dan merupakan tanggung jawab yang harus dijalankan. – Ny. L. Somar, guru SD Naskat Don Bosco.
4. Karena materi yang disampaikan sangat jelas dan menyenangkan, bisa bermain bisa ketawa, dan lain sebagainya. Menurut saya paling banyak pengalaman maupun cara-cara yang perlu ditiru dan dilaksanakan dalam proses belajar-mengajar dari guru Indonesia Mengajar. Semua materi yang disajikan oleh Indonesia Mengajar menurut saya sungguh luar biasa karena pada prinsipnya yang kami alami di lapangan paling berbeda jauh dengan apa yang disampaikan oleh bapak/ ibu dari Indonesia Mengajar. Ini merupakan pengalaman saya dan bekal saya di tahun-tahun ke depan. – R. Batlolona, guru SD Kristen Lingada.
5. Karena kita para guru sendiri perlu mengenal sejauh mana kemampuan siswa di dalam kelas, secara khusus setiap siswa pasti berbeda satu dengan yang lain. Oleh karena itu, kita sebagai guru perlu mengenali kemampuan setiap siswa sehingga penyajian materi hendak dapat diserap oleh siswa berdasarkan tingkatannya. Materi ini penting sekali sejauh membantu kami guru kelas agar bagaimana mau membina siswa-siswi yang beraneka ragamnya, perbedaan karakteristik, bahkan sampai pada tingkat KBM agar apa yang diberikan oleh guru mudah dimengerti dan dapat dipahami. Kesulitan dalam menerapkan ‘Positive Discipline’ disebabkan karena kebanyakan siswa-siswi yang beranggpan bahwa apa yang kita tanamkan di sekolah hanya sebatas di sekolah saja, sehingga setibanya di rumah lupa akan semuanya. Orang tua juga tidak memperhatikan anak di rumah. – Agustinus Laian, guru SD Naskat St. Don Bosco Awear Rumngevur.
6. Positif disiplin perlu dilakukan di sekolah agar dalam proses belajar mengajar guru dan murid sama-sama berhasil artinya guru berhasil memberikan materi dan murid juga berhasil menerima materi yang diberikan oleh guru. Menurut saya, materi ini sudahsangat jauh lebih penting bila kita gunakan dalam proses belajar mengajar karena dapat merubah pola pikir, tingkah laku kita, baik guru maupun murid. Menurut saya, menerapkan materi ini tidak begitu sulit hanya dari pribadi kita masing-masing. – Ny. C. Hidungoran, SD Kristen Lingada.
7. Akan diusahakan dalam menerapkan materi positif disiplin. Materi ini sangat penting karena jadi bahan yang juga dapat menambah pengalaman bagi kami ke depan yang memang selama ini kami laksanakan tetapi lebih melihat kepada kebutuhan kami. Tidak sulit dalam menerapkannya, yang terpenting buat seorang guru adalah masuk ke dunia anak-anak, agar lebih memahami apa mau dari anak-anak. – Ny. L. Somar, guru SD Naskat St.Don Bosco.
8. Materi kedisiplinan bisa merubah siswa terutama guru dalam menerapkan materi. Materi ini sangat penting karena dengan disiplin yang diterapkan membuat anak-anak perlahan-lahan berubah. Karena dengan disiplin kita bisa melakukan sesuatu dengan baik, karena kunci kedisiplinan adalah belajar. Kesulitan yang dialami saya dalam menerapkan materi ialah keributan siswa/ alat tulis-menulis, malas sekolah. Semua karena tidak adanya disiplin. – Ny. F. Pattiradjawane, guru SD Kristen Teineman.
9. Materi ini dapat memberi sisi positif bagi guru dalam hal ini menerapkan kedisiplinan dalam proses belajar-mengajar. Positif disiplin sangat penting sebab dapat membuka cakrawala berpikir untuk mengubah cara mengajar/ berperilaku ke anak dengan benar & tepat sesuai dunia anak (guru belajar mengenal dunia anak). Ada kesulitan dalam menerapkannya, tapi dicoba dulu. – R. Tuatfaru, guru SD Kristen Watmasa.
10. Penyampaian bahkan penjelasan sangat dipahami dan dimengerti sehingga kami dapat melakukan/ mempraktekkan pada sekolah kami. Bukan seberapa materi yang disampaikan tapi sudah sangat meluas tentang positif disiplin. Kesulitannya tidak ada karena kami sangat mengerti dan paham sejauh mana materi yang disampaikan. – Izak Tuwul, guru SD Kristen Abat.
Testimoni ini adalah oleh-oleh termanis dari Wunlah yang saya bawa pulang. Saya mengucapkan terima kasih kepada para guru yang sudah menerima kehadiran dan peran saya selama di sana. Teruntuk guru-guru yang masih betah dengan cara lama, saya percaya mungkin bukan sekarang tapi pasti ada masa di mana kesadaran dan kemauan untuk berubah itu muncul. Semoga :)
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda