PUZZLE-PUZZLE SEJARAH PARADISE*

Marlita Putri Ekasari 29 Februari 2012

*Parado

Sejarah itu proses menyusun puzzle-puzzle kejadian..

Puzzle-Puzzle yang lengkap tidak mungkin akan tercipta tanpa kerja keras dan percaya pada mimpi dengan terencana walaupun banyak orang menyangsikannya..

Aku bangga menjadi bagian dari sejarah pendidikan Parado. Sebagai pengajar muda asal Jogja, aku merasa beruntung hidup di tengah-tengah hamparan hutan kemiri yang kaya anak-anak penuh potensi.

Bima, Kabupaten yang memiliki semangat relatif sama dengan Jogja menjadi pilihan Allah untukku Latar belakang Jogja sebagai kota pendidikan membuatku memandang Bima cukup bisa menjadi cermin yang memiliki semangat dan keinganan besar yang sama untuk memajukan pendidikan. Hampir semua orang di kabupaten ini memiliki keinginan melihat anak-anak mereka sekolah tinggi dan pergi haji. Jangan kaget jika banyak orang Bima yang memiliki rumah sederhana tetapi rata-rata  sudah berhaji dan anak-anak mereka bersekolah tinggi. Naik haji dan titel sarjana menjadi ‘prestise’ di kalangan masyarakat Bima yang religius.

Aku ditempatkan di Desa Paradowane. Desa yang merupakan bagian barat laut Kabupaten Bima. Kontur daerah berupa pegunungan yang mengelilingi kecamatan bagaikan benteng alam. Hal ini menyebabkan kurangnya akses transportasi dan jaringan telekomunikasinya sulit dijangkau.

SDN Paradowane sebagai tempat aku mengajar di daerah penempatan. Total muridnya 282 siswa dengan 10 rombongan belajar. Aku mengampu mata pelajaran Matematika dan Bahasa Inggris kelas IV, VA, VB, VIA, dan VIB dengan jatah mengajar matematika cukup banyak sekitar 6 JP  per kelas tiap minggu sedangkan untuk Bahasa Inggris aku mendapatkan waktu 1 JP per kelas tiap minggu. Walaupun hanya 1 JP, aku bersyukur punya waktu khusus untuk mengenalkan bahasa asing yang cukup populer itu karena tahun lalu tidak ada jam khusus.

Anak-anak disini rata-rata bertempat tinggal dekat dengan sekolah. Antuasiasme anak-anak untuk belajar sangatlah tinggi walaupun ada beberapa anak yang tidak memiliki kompetensi di bawah seharusnya. Seperti beberapa anak di kelas yang aku ampu, rata-rata ada yang belum bisa membaca, belum hafal perkalian dan pembagian dasar. Apalagi mata pelajaran Bahasa Inggris yang kuampu sekarang. Padahal di kelas tinggi, seharusnya anak-anak yang berada di kelas IV, V, da VI sudah mengusainya.

Tetapi ada sederetan mutiara-mutiara penyusun puzzle sejarah pendidikan di Parado

Mutiara-mutiara Parado yang menjelma menjadi anak-anak ini sebenarnya bersinar cerah tetapi keindahannya tertutup lumpur keterbatasan akses. Lumpur itu kian lama tergerus dan tersibak saat akses untuk berkembang itu terbuka. Tergerusnya lumpurnya itu menjadi catatan baru, sejarah Parado.

Sekolah kami kebanjiran anak-anak berpotensi yang belum tergali...

Hamdan, anak kelas VB membuktikan dirinya mampu meraih tangga cita-cita pertamanya dengan menjadi Juara I Lomba Dai Cilik tingkat kecamatan, juara I MTQ tingkat Desa Paradowane dan Kecamatan parado dalam ceramah agama kategori anak-anak. Setelah kemenangan lomba tersebut, Hamdan kerap kali diminta mengisi ceramah. Tahukah kau awalnya? Permainan cita-cita yang kulakukan di kelas, saat itu hanya Hamdan yang dengan nyaring melawan arus, mengatakan bahwa ustad sebagai cita-cita profesinya. Rekomendasi ke sekolah yang juga positif terhadap dirinya berhasil membawanya memiliki jam terbang tinggi sekarang. Puzzle sejarah pertama baginya, bagiku dan SD ku.

Nurul Komarul dengan nama panggilan Uchi. Kemampuannya berimprovisasi dalam seni berbahasa, rasa ingin tahu, kerasnya belajar dan mentalnya yang kuat mengantarkannya pada Juara I Lomba Puisi tingkat kecamatan Parado, Juara II Lomba Puitisasi Al Quran tingkat Kecamatan Parado, kandididat lomba PASIAD walaupun belum lolos. Puzzle sejarah kedua baginya, bagiku dan bagi SD ku.

Fathiya, dengan panggilan akrab Fat. Anak yang satu ini, menjadi anak kesayanganku tetapi mungkin menjadi anak kesayangan seantero Kecamatan. Dia menciptakan puzzle sejarah terbesar bagiku, SD ku bahkan Kecamatan Parado ini. Juara I Cerdas Cermat tingkat Kecamatan parado, Juara I Cerdas Cermat Agama tingkat Kecamatan, Peringkat 70 se-propinsi NTB dalam lomba PASIAD. Lomba PASIAD lah yang menjadi titik balik Fat untuk percaya pada mimpi yang dituliskannya..   

Anak didik kesayanganku Fathiya awalnya sangsi pada kemenangannya...

 ‘Tidak mungkin bu saya juara...belum pernah Kecamatan Parado mendapatkan peringkat bahkan juara. Belum ada sejarahnya kecamatan Parado mendapatkan juara. Mungkin jadi peserta hiburan aja.’

Aku hanya bisa tersenyum dengan ungkapan dari anak lugu ini. Hati kecil ini menjadi semakin kuat untuk membukktikan tidak ada yang salah dengan anak-anak di daerah ini. Mereka punya kepintaran yang tidak kalah dengan anak lain. Apalagi anakku yang satu ini. Tapi, rasa pesimisnya itu semakin kuat menjelang lomba.

‘Sekeras apa pun aku berusaha tidak akan bisa. Selama bertahun-tahun belum ada yang bisa juara di Kecamatan parado. Saya tidak pernah juara walaupun sudah sering ikut lomba ..’

‘Yang penting selalu mencoba, dan ibu yakin kamu pasti bisa..’Aku berusaha menyakinkannya..

‘Kamu punya cita-cita?’

‘Punya, saya ingin menjadi bidan.’

‘Pernahkah kamu menuliskannya?’

‘Belum. Kombi* bu, bisa jadi bidan atau ga?’

*(tidak tahu)

‘Kamu tahu, dulu ibu punya banyak cita-cita dan menuliskannya. Ibu percaya apa yang kita tuliskan akan terwujud dengan kesungguhan hati, usaha yang keras dan jangan lupa berdoa.’

Saya tidak percaya.

‘Percaya dengan mimpimu sendiri, Fat. Tuliskan! Ibu tunggu besok pagi.’

Dalam kesehariannya di sekolah, dia adalah anak yang bersemangat, pemikirannya, kecepatan berfikirnya, kemampuan nalarnya, kemampuan memahami situasi dan penguasaan etikanya dalam berinteraksi dengan orang lain, luar biasa melebihi teman-teman seumurannya tetapi bersikap sangat realistis.

Fat, (anak ini akrab kupanggil)..

Dilahirkan dari keluarga yang terpisah jauh. Ayahnya menjadi TKI di Malaysia sedangkan ibunya menjadi TKW di Arab Saudi. Dia sendiri tinggal bersama nenek dan bibinya. Semua pekerjaan rumah dapat dilakukannya dari memasak, mengisi air, menimba di sumur, mencuci baju bahkan mencuci sepatunya sendiri. Dari kesehariannya aku bisa melihat dia lebih dewasa  untuk anak yang seumuran dengannya..

Hobi belajarnya memang outstanding..Logika dan penalaran matematika cukup ‘advance’ di kalangan teman-temannya. Untuk mempersiapkan menghadapi lomba, aku membuatnya asyik tenggelam dalam bermain angka-angka, dan tebak-tebakan matematika yang bisa membuatnya menempel padaku dan bilang ‘Ibu, lagi...lagi....’

Serasa aku tenggelam dalam kehidupan angka yang luar biasa menyenangkan. Ketika bahasaku akhirnya sama dengannya dalam matematika. Soal-soal yang kita bahas sudah hampir mencapai 100 soal dalam 1 minggu. Tidak ada hari tanpa angka. Beberapa soal mampu dia selesaikan sendiri, sebagian lagi kita bahas dengan cara-cara mudah dan cepat ala anak SD. Fat, ketagihan belajar matematika. Sepulang sekolah sampai sore, sehabis maghrib dan kadang ketika istirahat sekolah.     

Ketika pengumuman bahwa Fat, satu-satunya wakil Kecamatanku yang lolos dalam Lomba PASIAD di tingkat Propinsi NTB..Aku sungguh terharu....benar-benar semua kepercayaanku pada mimpinya, mimpiku, mimpi kecamatan ini sungguh terbayar lunas. Senyumku tak henti-hentinya terkembang setiap bertemu dengannya..

‘Fat, Ibu tahu kamu pasti bisa jika percaya..’Ucapku lirih saat melihatnya menerima piagam penghargaan dari sekolah yang dibacakan nyaring saat upacara bendera..

Saat ini, aku masih percaya...banyak anak SDN Paradowane ini yang akan menjadi pencetak puzzle-puzzle sejarah lagi... Yang menjadi pertanyaan, apakah kita penemu bakat yang baik, untuk mengenali masing-masing bakat anak untuk membentuk puzzle-puzzle baru..

Apakah puzzle-puzzle sejarah lain kecamatan ini bisa ditemukan lagi selama 4 bulan terakhir ini? Aku yakin pasti bisa...supaya lengkap dan menjadi kenangan terindah bagiku, bagi mereka, bagi SD ku, bagi Kecamatanku dan juga, walaupun kecil, bagi Indonesia. 


Cerita Lainnya

Lihat Semua