Parado

Marlita Putri Ekasari 4 Juli 2011
Parado*... Dirimu indah , dingin, Dikelilingi hutan kemiri yang terhampar tak bertuan Ditemani  monyet-monyet yang selalu menyapa di jalan, kambing dan sapi yang tak diikat , ayam dan enthok yang dilepas bebas.. Orang-orangmu yang  ramah, anak-anakmu yang  penuh hormat... Aku sungguh beruntung...walau aku harus berburu sinyal dan menghargai listrik yang hanya setengah hari... Parado... aku sudah mulai jatuh cinta padamu... Di rumah panggung, pinggiran Paradowane ini, aku menemukan keluarga baru... ayah dengan panggilan sayang ‘Ence’, ibu yang selalu sibuk tapi perhatian, nur fajrin yang sedang berjuang di Jogja adikku Nurrohmah yang penyayang binatang, monyet keluarga ’si Brandy’ selalu ngambek kalau tidak diajak makan, si kucing ‘Gizi buruk’ yang Cuma bisa makan ikan, dan  ayam-ayam dan enthok peramai suasana.. Parado, Disana penuh anak-anak yang haus akan ilmu...anak-anak yang  pintar mengaji... anak-anak  yang penuh potensi.. walau kadang tanpa sepatu dikaki Parado, Sungguh Allah menakdirkanku bertemu denganmu . Sudikah kau menerimaku??? yang bukan siapa-siapa ini? Parado.. Tahu kah kau? aku ini hanya seorang musafir yang hanya bisa mampir selama setahun... Pantaskah aku, berusaha untuk memberikan kontribusi terbaikku... membagikan bekal benih-benih mimpi, pupuk ilmu, dan sedikit oleh-oleh ketrampilan yang kubawa dari jauh sebagai tanda terima kasihku padamu??? Parado, Kab.Bima 4 Juli 2011 (di tengah keheningan malam) *(Parado : Bahasa Bima yang berarti paradise atau surga)

Cerita Lainnya

Lihat Semua