Pacé Keluar
Mario Surya Ramadhan 22 Desember 2012Nama adalah suatu hal yang penting bagi seseorang. Ada yang bilang nama adalah doa. Namun, kadang ada orang yang nama panggilannya tidak berkaitan sama sekali dengan nama aslinya. Contohnya saya, mulai SMP sampai sekarang saya biasa dipanggil “Mapao”. Bukan karena saya suka makan bakpao tetapi karena bapak saya bernama Mappaona.
Orang Fakfak, dalam hal ini orang Kampung Siboru, di mana saya tinggal sekarang, memiliki banyak cara untuk menentukan nama panggilan seseorang. Cara yang paling lazim adalah dengan memanggil nama anak paling tua. Panggilan ini digunakan untuk laki-laki atau perempuan yang sudah memiliki anak. Jika anak tertua bernama Mario, maka sang bapa akan dipanggil “Mario Bapa” atau dalam bahasa lokal “Mario Madé”, dan sang ibu akan dipanggil “Mario Mama” atau dalam bahasa lokal “Mario Met”.
Cara lain yang juga lazim adalah dengan memanggil sesuai profesi, contohnya saya dipanggil Pak Guru, Pa Pen untuk Bapak Pendeta dan Pacé Desa untuk Bapak Kepala Desa. Cara yang cukup unik yaitu memanggil seseorang dengan karakternya. Contohnya, Pacé (bapak) Garnat, yang memiliki nama asli Melkianus Amor. Ia dipanggil Pacé Garnat karena sangat mudah naik darah dan meledak emosinya seperti granat.
Ada juga yang dipanggil berdasarkan lokasi tempat ia tinggal. Misalnya “Bapa Jaga”, karena rumahnya berada di pintu masuk Kampung Siboru. Contoh lain “Nenek Lapangan” karena rumah sang nenek berada di dekat lapangan. Ada lagi yang dipanggil berdasarkan kebiasaannya, contohnya “Pacé Bunuh” karena biasa bercanda dengan berkata “Beta bunuh ko (kamu) nanti”.
Kebiasaan ini ternyata berdampak kurang baik terhadap anak murid saya di kelas dua. Ulangan umum kali ini saya mengadakan tes lisan untuk pelajaran IPS yang salah satu materinya adalah keluarga. Salah satu pertanyaan yang saya ajukan adalah “Siapa nama bapak dan ibu mu ?”.
Saya bertanya kepada salah satu murid saya yang bernama lengkap Elkana Armando Pattipi atau yang biasa dipanggil Arman. “Arman, ko pu (punya) bapa pu nama siapa ?” (saya sering menggunakan bahasa Indonesia ala Papua ketika mengajar karena anak murid sering tidak mengerti jika saya menggunakan bahasa Indonesia sesuai EYD). Arman menjawab dengan lugunya, “Sa (saya) pu bapa pu nama Pacé Keluar”. Saya dengan spontan tertawa terpingkal. Bapaknya Arman yang memiliki nama asli Apolos Pattipi memang biasa dipanggil Pacé Keluar oleh orang kampung karena setiap pagi hari ia keluar rumah atau keluar kampung pergi ke kota.
Saya tahu betul seorang guru seharusnya tidak menertawakan apapun jawaban muridnya. Maafkan saya yang menertawakan jawaban Arman karena sama sekali diluar dugaan saya. Muka Arman yang lucu dan keluguannya ketika menjawab membuat saya tidak bisa menahan tawa. Arman berhasil membuat saya gembira ditengah kesibukan menyusun dan menggandakan soal ulangan untuk dua kelas, kelas dua dan kelas empat. Terima kasih Arman membuat Pak Guru gembira.
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda