Hikmah dari Seorang Mono
Mario Surya Ramadhan 2 April 2013Nama lengkapnya Bondan Pattipi, teman-teman biasa memanggilnya Bondan. Bondan kira-kira berusia sebelas tahun, postur tubuhnya atletis dan berisi. Ia adalah anak ketiga dari lima bersaudara. Keluarganya bisa dikatakan termasuk kelas menengah ke atas untuk ukuran Kampung Siboru. Saya biasa menumpang menonton televisi dan minum kopi di rumahnya.
Bondan adalah seorang mono, sebutan yang lazim dipakai oleh masyarakat Fakfak untuk seorang tuna wicara. Namanya tidak tercatat di dalam buku absen kelas mana pun di SD YPK Siboru. Bondan sering muncul di sekolah terutama ketika sebelum bel masuk, jam istirahat dan jam pulang sekolah. Kadang ia mengintip dari pintu ketika saya sedang mengajar. Pasti jika dia tinggal di kota besar sudah disekolahkan di SLB oleh orang tuanya.
Bondan memang tidak sekolah tetapi Bondan tidak bodoh. Melihat Bondan saya langsung teringat teori multiple intelligence, yang percaya semua anak adalah juara. Saya menemukan sisi juara Bondan ketika sekolah kami sedang berlatih untuk mengikuti lomba dalam rangka HUT Fakfak. SD YPK Siboru mengirimkan satu tim gerak jalan putra, tujuh pelari putra dan tiga pelari putri.
Suatu ketika saya sedang melatih anak-anak gerak jalan, Bondan menonton di pinggir lapangan. Kebetulan ada anak yang tidak datang latihan, saya memanggil Bondan untuk ikut latihan supaya barisan tidak bolong. Tidak terpintas di benak saya untuk memasukan Bondan ke dalam pasukan gerak jalan. Bondan tidak bisa mendengar aba-aba dan instruksi pemimpin barisan sehingga tidak mungkin bisa menyesuaikan langkah dengan anggota lain, pikir saya. Bondan masih terlihat kikuk dan kurang percaya diri bergabung dengan anak-anak sekolah.
Hari berikutnya, supaya memudahkan anak-anak berjalan dan menyesuaikan dengan medan lomba, kami berlatih di kampung sebelah yang telah memiliki jalan aspal. Ketika saya berjalan ke arah pelabuhan hendak pergi ke pantai sebelah, saya tidak sengaja melihat Bondan dari kejauhan yang sudah di atas perahu bersama bapak dan ibunya, siap untuk pergi memancing. Karena kemarin dia ikut latihan, saya langsung memberi kode melambaikan tangan untuk ikut berlatih gerak jalan bersama anak-anak yang lain.
Bondan langsung lompat dari perahu, berlari menuju rumahnya. Tidak lama Bondan muncul di pelabuhan, sudah memakai sepatu dan membawa tas. Ketika latihan, saya terkejut dengan kemampuan Bondan menjaga irama langkahnya agar serasi dengan teman-teman yang lain. Bahkan, ketika anak-anak yang lain kebingungan menyesuaikan langkah dan kerap salah mengikuti aba-aba “kiri..kiri..kiri-kanan-kiri” yang saya teriakan, Bondan bisa dengan mudah mengatur langkahnya. Ketika anak-anak sibuk mengobrol waktu saya memberikan instruksi dan mencontohkan, Bondan tetap fokus kepada saya. Saya menjadikan Bondan contoh peraga di depan anak-anak yang lain. Anak-anak memberi tepuk tangan ketika Bondan mampu menjalankan instruksi saya.
Keesokan harinya ketika saya datang ke rumahnya, orang tua nya bercerita Bondan senang sekali bisa ikut gerak jalan bersama teman-teman yang lain. Saya memutuskan untuk memasukan Bondan ke dalam tim gerak jalan karena kemampuannya menjaga irama langkah.
Bondan memakai baju olahraga pinjaman ketika hari pelaksanaan lomba. Bondan mampu menyesuaikan diri dengan aba-aba yang terikan pemimpin pasukan. Ia kuat berjalan teratur sejauh 10 km. Pasukan gerak jalan Siboru belum berhasil mendapat juara. Bondan memberi hikmah berharga bagi saya dan anak-anak. Bondan mencontohkan cara patuh dan memperhatikan instruksi dengan baik. Tidak banyak bicara tetapi banyak bekerja. Bukan banyak bicara tetapi ternyata tidak bisa. Mono juga bisa.
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda