Sejuta Bintang di Wunlah

Maridha Normawati 1 September 2014

Pertama kalinya saya menginjakkan kaki di Bumi Tanimbar, rasanya masih seperti mimpi saja. Bagaimana impian saya akhirnya menjadi kenyataan. Indonesia bagian Timur sekarang menjadi tempat saya bertugas. Permintaan saya merantau ke pulau seberang dikabulkan. Akhirnya Allah memberikan saya kesempatan untuk berbuat sesuatu untuk negeri. Antusiasme akan Bumi Tanimbar semakin menjadi tatkala bertemu masyarakat. Mereka dengan terbukanya memberikan senyuman yang tulus bagi saya. Saya merasa sudah menjadi keluarga meski baru terbilang beberapa minggu saja berada di desa.

Senyuman saya semakin terkembang tatkala melihat antusiasme anak-anak dalam menerima guru barunya ini. Mereka tanpa kenal henti memanggil saya dimana pun saya berada. “Ibu guruuuuu...Ibu Ridhaaaaa...”, teriak anak-anak bersemangat. Tentu saja saya akan berteriak sambil melambaikan tangan membalas sapaan hangat mereka. Belum lagi tatapan malu-malu diiringi senyum manis mereka, selalu saja membuat hari-hari saya penuh warna di Wunlah.

Hari pertama masuk sekolah saya harus mengajar kelas rangkap sebanyak 3 kelas, yaitu Kelas II, Kelas IV, dan Kelas VI. Bagaimana rasanya? Tentu saja pusing..hahaha.. Anak-anak pasti akan berlari keluar kelas ketika saya mengajar di kelas lainnya. Tugas yang saya berikan nyatanya belum mampu membuat mereka diam di kelas. Pertemuan pertama di kelas, saya isi dengan permainan perkenalan dengan menggunakan bola kertas. Saya terlebih dahulu memperkenalkan diri kemudian saya menjelaskan aturan permainan. Anak yang mendapatkan bola harus memperkenalkan nama lengkap, nama panggilan, hobi, dan cita-citanya. Anak yang telah memperkenalkan diri kemudian melempar bola kertas tersebut ke teman yang lain. Saya tak lupa memberikan name tag bagi anak yang sudah memperkenalkan diri berupa bentuk ikan dan daun. Permainan ini selain bertujuan untuk memperkenalkan diri juga sebagai cara bagi saya untuk mengetahui kegemaran anak-anak. Cita-cita yang mereka sebutkan selalu saya jadikan penyemangat bagi mereka untuk belajar. Saya berharap agar anak-anak dapat menggapai impiannya.

Selain berlajar di kelas, saya juga mengadakan les tambahan pada sore dan malam hari. Les tambahan yang saya berikan tidak melulu tentang pelajaran. Saya terkadang mengobrol santai dengan anak-anak. Kami membahas tentang impian dan cita-cita sambil duduk di depan rumah dan memandang jutaan bintang di langit Wunlah. Ketika ada bintang jatuh, mereka dengan bersemangat meneriakkan harapan dan cita-citanya. Mereka percaya bahwa harapan yang diucapkan ketika ada bintang jatuh, akan dapat terkabulkan. Bagi saya jutaan bintang di langit Wunlah sama cantiknya dengan bintang-bintang saya yang selalu tersenyum manis menyambut Ibu Gurunya. Bintang-bintang yang akan segera bersinar dengan bakatnya masing-masing. 


Cerita Lainnya

Lihat Semua