Pulang, untuk Setahun dan Selamanya

Maria Goretti 29 Juni 2012

Selasa, 19 Juni 2012. Penanda waktu di layar ponselnya menunjukkan pukul 11:47. Sambil menyandarkan diri pada bangku di bus Damri jurusan Putussibau – Sintang, dia menolehkan kepala pada kawan seperjuangan yang masih berada dalam jarak pandangnya. Abdul Aziz Jaziri, pengajar muda angkatan II, yang sekarang telah habis masa pengabdiannya di SDN 05 PB Penai. Mulai tahun ajaran baru, tanggung jawab pada pundak Aziz dialihkan pada dia, penggantinya. Di belakang Aziz duduklah Didi Suryana, kawannya yang juga baru meyelesaikan pelatihan intensif pengajar muda angkatan IV. Yang sedang tidur persis di sebelahnya adalah Mirah Mahaswari, juga pengajar muda angkatan IV, yang akan mengabdi di kecamatan sebelah.

Berusaha tidak terlalu memikirkan apa yang menantinya di desa, dia memasang headset pada ponsel, menyalakan aplikasi pemutar musik, memilih opsi shuffle. Satu per satu isi playlist-nya mengalun hingga sampailah pada sebuah lagu yang membuatnya tersentak.

“Sementara

Lupakanlah rindu

Sadarlah hatiku

Hanya ada kau dan aku”

Sadarlah dia. Mulai saat itu, hanya akan dia dan dirinya, dia dan hatinya, dia dan desanya, dia dan (calon) anak-anaknya. Sebaris puisi Rendra terngiang dalam kepalanya.

“Aku pergi dan kakiku adalah hatiku

Sekali pergi menolak rindu”

Pada kampung halaman, kerabat maupun sahabat. Mulai saat itu hingga setahun mendatang. Setahun hanyalah sementara, bukan waktu yang kekal, mungkin juga tidak cukup untuk memberi pendidikan yang layak sebagai bekal. Tapi dia sudah berikrar, saat pertama sampai di Putussibau, Minggu, 17 Juni 2012, disaksikan aliran sungai terpanjang di negeri ini.

Sungai Kapuas

Menceburkan diri padanya

Minum dari arusnya

Hari ini untuk setahun dan selamanya

Ini bukan tentang dia. Yang utama bukan kesejatian dirinya, tapi kemajuan desa dan anak-anaknya. Ilmu pedadogisnya baru seumur jagung, wawasannya juga baru selebar punggung. Namun dia percaya, dia tidak sendiri. Mimpinya adalah mimpi jutaan anak negeri. Namun dia percaya, tindakan nyata lah yang membuat asa menjadi berarti.

Dari kawan-kawannya, dia mengalihkan pandangan ke jendela. Bus melaju melalui jalan beraspal yang naik turun, dengan hutan di kanan kirinya. Langit biru mengiringi perjalanannya ke Penai. Setelah kurang lebih delapan jam menempuh jalur darat dan satu setengah jam melalui jalur air, akhirnya dia pulang. Untuk setahun dan selamanya.

 

Terima kasih kepada Float yang mencipta Sementara dan Rendra yang menulis Lagu Angin (:


Cerita Lainnya

Lihat Semua