Speachless

Mansyur Ridho 25 Desember 2010

Genap satu bulan sudah aku tinggal di negeri di atas air ini. Waktunya 11 orang tim Indonesia Mengajar di Kabupaten Pasir (kami menyebutnya Tim Tengkorak Gaul) berkumpul untuk pertama kalinya.

*sekilas tentang Tim Tengkorak Gaul : Berawal dari training Indonesia Mengajar dimana dibantuklah tim Pengajar Muda Kabupaten Paser sejumlah 11 orang. Malam hari setelah sholat Isyak 11 orang berkumpul dengan Master Fasilitator, Bapak Achmad Sjahid. Pertemuan ini bertujuan untuk memberikan gambaran awal tentang daerah penempatan kami. Tapi yang kami dapat adalah daerah yang akan kami tempati masih dekat hutan dimana terdapat suku dayak yang biasanya memberikan sovenir berupa tengkorak pada para pengunjungnya. Selebihnya masih sangat kabur. Apa itu Kabupaten Pasir. Namanya saja baru pertama kali kudengar. Apa aku yang kurang wawasan ya. Hehe. Agar mengurangi kepanikan dan kecemasan, kami sepakat untuk menamakan kelompok ini sebagai Tim Tengkorak Gaul. Untungya disini hanya ada tengkorak ikan :-D

Back to the topic..

Beberapa hari sebelumnya aku sudah bilang ke anak-anak, bahwa tanggal 4 Desember aku akan ke Grogot. Hanya 2 sampai 3 hari. Agar mereka tak terlalu khawatir. Maklum, beberapa kejadian sebelumnya. Pernah ada kasus, guru yang ditempatkan disini. Hanya sempat mengajar 1 minggu, kemudian pamit ke Grogot tapi tak kunjung kembali.

Hari H telah tiba, pagi-pagi benar aku harus berangkat. Karena terdengar kabar bahwa di atas jam 8 pagi ombak sudah tidak bersahabat. Beberapa anak-anak pun mengikuti dari belakang, bermaksud untuk mengantarkan sampai dermaga. Papan demi papan kayu kulewati. Ibu-ibu di beberapa rumah mulai berdiri dan memusatkan pandangannya ke arahku. “Mau kemana Pak?”. “Mau ke Grogot Bu”. Beberapa orang tersenyum aneh. Terdengar pula cletukan “Tuh kan sudah gak betah dia”. Aku hanya tersenyum sambil berucap “Hanya 2 sampai 3 hari Bu. Tidak lebih”. Aku pun terus berlalu menuju dermaga ditemani anak-anak.

Di dermaga 2 guru yang juga mau ke Grogot sudah menunggu. Kapal nelayan ini siap berangkat. Maklum di desa ini tak ada taksi kapal seperti halnya di pulau seberang yang hampir setiap hari ada. Anak-anak buru-buru menyambut dan mencium tanganku. “Yah..bapak...”. “Gak papa, sebentar saja kok di Grogotnya”. Sambil berlalu, satu pesan yang kusampaikan pada anak-anak “Jangan lupa sholat ya”. Aku sangat berharap mereka tetap sholat meski tak ada aku di sana.

3 hari 2 malam sudah aku berada di Tanah Grogot. Waktunya kembali sesuai janjiku pada anak-anak.

Sampai di dermaga Desa Selengot, aku kemudian berjalan menyusuri kembali papan demi papan. Aku sudah tak menginjak tanah lagi. Aku melewati Ibu-Ibu yang juga kutemui saat berangkat. “Mari Bu...” Sambil tersenyum aku berlalu. Sayup-sayup terdengar. “Oh..bener. dia kembali”

Di rumah ternyata sudah berkerumun anak-anak untuk menyambutku. Mereka sengaja menunggu dari pagi tadi katanya. Maklum jam dinding sudah menunjukkan angka 3 dengan matahari mulai menuju arah peristirahatannya. “Bapak...bapak...” “Lama sekali sih pak”. Suara anak-anak, suara itu kudengar lagi. “Pas 3 hari kan”. “Iya pak..tapi lama betul rasanya”.

Aku masuk kamar. Ku ambil buah kelengkeng yang memang sengaj kubeli untuk anak-anak ini. Aku keluar dan memberikannya pada anak-anak. Aku ke belakang untuk membersihkan lengket air  laut di muka dan tanganku seraya ambil air wudlu. Tadi aku tak sempat sholat dzuhur. Aku kembali masuk kamar, sholat dan bermaksud mengsitirahatkan badanku ini yang telah letih di perjalanan yang kutempuh sejak jam 10 pagi tadi.

Tapi anak-anak masih di sekitar kamar. Kamar kututup. Beberapa anak lari ke samping dan melongok dari jendela. Awalnya agak risih. Bagaimana aku mau istirahat kalau dilihatin terus begini. Sambil mengrenyitkan dahi aku bertanya pada anak-anak yang melongok dari jendela “Ada apa?”. Spontan anak-anak pun menjawab “Gak papa, lihat Pak Mansyur tenang sudah”...................... Speachless. Aku tak tahu harus berkata apa. Rasa letih ini tiba-tiba sirna begitu saja. Aku hanya bisa tersenyum haru dan kembali merebahkan badanku. Air mataku hampir menetes.


Cerita Lainnya

Lihat Semua