Secarik Kertas, Dari Ida buat Pak Guru

Maman Dwi Cahyo 17 September 2012

Pagi ini aku kehilangan petugas pembaca pembukaan UUD 1945. Karena upacara bendera hari Senin ini segera dimulai, maka pembaca pembukaan UUD 1945 terpaksa harus digantikan oleh yang lain. Meskipun petugas yang tampil hari ini tidak sama dengan pada saat latihan, namun upacara berjalan dengan tertib dan lancar.

Zulkaida namanya, seorang murid kelas VI yang menawarkan diri menjadi petugas pembaca pembukaan UUD 1945 untuk hari Senin ini. Saat latihan upacara hari Sabtu kemarin, dia hadir dan membacakan dengan lantang. Namun hari ini, dia tidak hadir ke sekolah. Kutanya teman-teman sekelasnya yang lain, "Mana Ida?", dan mereka jawab, "Pi turun kota, Pak Guru". Di dalam kelas, aku tanya lagi ke murid-muridku yang lain, "Ada urusan apa Ida ke kota? Mau berangkat haji kah apa?", kataku sambil bercanda. "Tidak Pak Guru, mungkin dong mau tengok dong pu mama", jawab salah seorang murid. Beberapa detik kemudian salah seorang murid maju ke depan dan memberikan secarik kertas yang dilipat sangat kecil, "Pak Guru, ini surat dari Ida".

"dari ida buat pak guru Pak guru saya minta izin mau turun kota lihat mama saya dulu Mungkin saya turun hari Minggu, naik antara lain hari Senin atau Selasa Dan sampai di sini saja saya ucapkan terima kasih"

"Lhoh?! Mamanya di kota? Baru Ida di sini tinggal sama siapa?", tanyaku penasaran sekaligus memang belum pernah bertemu dengan orang tua Ida. "Bapak sama Mamanya di kota, Pak Guru. Dong di sini sama dong pu Mama Piara".

Ida, sesosok kecil yang memiliki keberanian besar. Beberapa kali di saat liburan sekolah aku turun kota bersama dia. Sebesar apa pun ombak, Ida sangat tangguh. Di kelas, Ida termasuk murid yang rajin dan semangat belajar. Bahkan di sore hari dia sengaja datang ke rumah untuk diajari pohon faktor. Dikala ada pertanyaan atau PR yang dianggapnya sulit, dia datang meminjam buku untuk dibaca.

Aku belajar banyak dari sosok si Ida. Si kecil yang semangatnya sangat besar. Saat aku mengabarkan akan ada lomba, semangatnya pasti langsung menlonjak. Saat bermain bola, tendangannya pun membuat bola membumbung tinggi. Begitu pula saat menyanyi, seolah-olah semangatnya semerdu dendangan suaranya. Dari kecil sudah merantau dan jauh dari orang tua, kemandiriannya sudah sangat terakreditasi.


Cerita Lainnya

Lihat Semua