Bertemu Mutiara di Tanah Papua

Maman Dwi Cahyo 28 Juni 2012

Kampung menawan yang tersimpan di pulau kecil dan jauh dari akses transportasi ini memiliki mutiara-mutiara hitam yang akan menjadi penerus generasi Indonesia di masa yang akan datang. Meskipun harus melewati gelombang laut, hujan, angin timur dan selatan menggunakan longboat selama 4-5 jam, aku sangat bangga bisa menjadi bagian dari kampung ini. Keberterimaan masyarakat terhadap pengajar muda sangat tinggi. Mereka bersahabat, ramah, dan bersemangat untuk memajukan pendidikan serta kemajuan kampung. Setiap aku berbincang-bincang dengan bapak desa (Kepala Kampung) dan para pemuda maupun tokoh masyarakat, mereka sangat antusias ingin maju bersama-sama. Apalagi saat kutatap mata-mata kecil anak-anak yang berbinar dan haus akan pengetahuan itu, sungguh membuatku terharu sekaligus bangga akan semangat mereka.

Mendengar anak-anak berdatangan ke rumah, aku langsung menghampiri mereka. "Hai, ayo.. Mau belajar kah?", kataku dari depan rak buku perpustakaan yang ada di ruang tamu. "Tidak pak guru, ayo main saja hari ini", kata Moksen si cerdas yang selalu menemaniku dan mengajariku berbagai hal dari awal aku tiba di Kampung Tarak ini. Rupanya mereka sengaja ingin mengajakku mengenal keindahan pulau ini dengan menyusuri pantai baik yang berpasir maupun yang berkarang. Saat itu juga langsung kuambil kamera dan sandal gunung dari kamarku untuk berpetualang dengan anak-anak yang penuh optimisme ini.

Begitu lekatnya anak-anak ini dengan alam, membuatku belajar banyak dari mereka. Dalam perjalanan menyusuri pantai, selalu ada saja yang ditunjukkan kepadaku. "Pak guru, ini bisa digunakan untuk membuat hiasan dinding atau pigura", kata seorang anak sambil mengambil rangka dari keong yang berbentuk tertentu. "Pak guru, tanah dari dinding ini bisa digunakan sebagai asbak atau kerajinan lain", kata Ahmad sambil menunjuk dinding tanah terjal yang berhadapan langsung dengan bibir pantai. "Pak guru, ayo menumbuk kenari di ujung sana", kata mereka sambil berlari bersemangat.

Berenang, menyelam, mendayung sampan, memancing, memanjat pohon, hingga mendaki gunung di belakang kampung adalah permainan mereka sehari-hari. Persahabatan mereka dengan alam sudah mendarah daging. Semangat belajar, bermain, dan berpetualang pun selalu mereka miliki. Binar mata dan senyum mereka telah menginspirasiku untuk terus bersemangat dan melakukan yang terbaik untuk mereka. Sekali lagi, menjadi bagian dari kampung Tarak merupakan suatu kehormatan berharga bagiku.


Cerita Lainnya

Lihat Semua