1 Vs 6-Rombongan Terulang Kembali, BERANI?!

Maman Dwi Cahyo 14 September 2012

Aku teringat sebuah ungkapan dari mbak Ika Trisnadi, perwakilan dari salah satu PM II Fakfak pada saat memberikan kesan dan pesan selama masa setahun tugas di depan bupati, kepala dinas, dan tokoh-tokoh pendidikan di Fakfak. Ungkapnya seperti ini:

"Kami ditugaskan menjadi guru kelas enam, namun pada praktiknya kami harus mengajar enam kelas". Pada saat itu tokoh-tokoh pendidikan baik kepala sekolah maupun guru mengeluarkan ekspresi aslinya masing-masing, ada yang tertawa, ada yang berekspresi miris, ada yang berekspresi kaget, ada pula yang berekspresi maklum.

Mendengar ungkapan tersebut, aku kembali merenungkan bahwa aku sudah di sini, berarti aku sudah siap dengan berbagai tantangan yang diberikan Fakfak kepadaku. Sama seperti beberapa rekanku di Fakfak, aku pun mendapat kesempatan untuk menjadi guru enam rombongan belajar sekaligus karena Kepala Sekolah dan Ibu guru honorer yang menjadi rekanku mengajar sedang memiliki kepentingan di kota. Tinggal lah aku sendiri di Kampung ditemani dengan 124 anak-anak hebat "karibia". Anak-anak "karibia", julukan ini diberikan oleh Mas Arif L. Hakim melihat kondisi alam, pulau, laut, dan karang di Kampung Tarak melebihi keindahan karibia itu sendiri.

Situasi seperti ini sudah pernah terjadi di zaman Mas Arif mengajar, jadi aku tidak heran apabila hal ini terjadi lagi. Satu guru berhadapan dengan enam rombongan belajar di dalam dua bilik ruangan kelas SD Negeri Tarak. Segala jurus aku kerahkan untuk bisa mengakomodasi semua rombongan belajar. Satu ruangan untuk kelas V dan VI, sedangkan ruangan yang satunya untuk kelas I, II, III, dan IV. Keesokan harinya, kelas III dan IV aku suruh masuk pukul 10.00WIT, mereka masuk setelah kelas I dan II sudah pulang. Tiga gelombang yang saling bertautan. Pagi hari kelas I, II, V, dan VI masuk. Pukul 10.00 WIT, kelas I dan II pulang dan kelas III dan IV masuk kelas. Kelas V dan VI pulang pukul 12.00 WIT, kelas III dan IV pulang pukul 14.00 WIT. Dengan demikian pembagian fokus lebih terarah dan kondisi kelas pun lebih efektif.

Anak-anak Papua, mereka hebat. Itu saja yang ada di benakku. Apa yang membuatku berpikir bahwa mereka hebat? Banyak. Aku akan menjelaskan beberapa saja. Mereka sangat menghargai dan menghormati adanya guru, kemauan belajar mereka sangat tinggi, rasa penasaran mereka akan dunia luar juga sangat menggunung. Selesai menjelaskan di satu ruang kelas, aku memberikan pekerjaan untuk mereka selesaikan dan berpindah ke ruangan satunya. Demikian seterusnya hingga pukul 14.00 WIT.

Di saat ini lah aku bersyukur bahwa sekolahku masih memiliki dua bilik ruangan, karena aku tidak perlu mondar-mandir ke beberapa ruangan untuk memberikan pelajaran ke 6 rombel tersebut. Haha... Cukup mondar-mandir di dua ruangan saja. Satu lagi yang membuatku kagum dengan anak-anak kelas besar (IV, V, dan VI), mereka sangat pengertian. Mereka tahu aku akan berpindah-pindah ruangan, mereka sangat tertib dan mematuhi apa yang aku instruksikan dengan patuh.

Bahkan ada anakku yang nyeletuk begini ke teman sebangkunya,"Heh, sudah kerjakan itu dulu... Pak Guru harus ke kelas sebelah. Nanti Pak Guru pusing!", aku hanya tertawa dan takjub dalam hati. Pusing sedikit pun aku tidak, aku senang, aku takjub, aku tidak menyangka anak-anakku sudah menunjukkan suatu empati yang tinggi tanpa harus disuruh atau pun diminta. Selesai pelajaran, aku pun berterima kasih kepada mereka. Anak-anak Tarak, anak-anakku yang hebat.


Cerita Lainnya

Lihat Semua