Bait Pelangi yang Hilang

Maisya Farhati 1 Agustus 2011
Pelangi..pelangi…alangkah indahmu Merah kuning hijau..di langit yang biru Pelukismu agung..siapa gerangan.. Pelangi..pelangi..ciptaan Tuhan Waktu itu masih libur sekolah. Aku sedang mengunjungi rumah salah satu muridku, ehm..sebenarnya dua. Karena di rumah itu ada kakak beradik yang ternyata belajar di sekolah yang sama. Selain mereka berdua, ada pula beberapa anak tetangga, yang juga murid-muridku, yang bermain di sana. Seperti biasa, saat liburan sekolah aku bergantian pergi ke beberapa rumah tetangga sambil membawa majalah dan buku bacaan. Salah satu buku yang aku bawa hari itu adalah Kamus Bahasa Inggris Bergambar. Jangan berpikir kamus tebal yang isinya tulisan semua, seperti namanya, kamus itu bergambar full-color di setiap halamannya. Tentu saja hal ini membuat anak-anak tertarik. Aku melihat mereka membaca kamus itu dengan riang dan mulai melafalkan kosa kata yang mereka temukan, walau masih banyak yang salah. Tiba-tiba aku memiliki ide untuk menggubah lirik sebuah lagu dengan kosakata tersebut agar mereka mudah menghapalnya. Setelah aku berpikir beberapa saat, lagu ‘Pelangi…Pelangi’ ternyata cocok untuk kata-kata tersebut. Aku pun berkata kepada mereka, “Ibu punya lagu lho agar kalian bisa mengingat kata-kata ini dengan mudah… “ “Bagaimana, Bu?” tanya mereka antusias. “Yuk kita nyanyikan dengan nada lagu ‘Pelangi..Pelangi'. Kalian tahu lagunya kan?” Lalu mereka serempak menggeleng. Aku menyanyikan sebait lagu itu untuk sedikit mengingatkan mereka, siapa tahu mereka hanya lupa. Dan ternyata mereka memang tidak tahu sama sekali. Ya, itulah kenyataan yang aku temukan pada murid-muridku di sini. Sebenarnya hal ini mulai aku sadari saat aku menghadiri perpisahan sekolah di pertengahan bulan Juni. Saat itu semua anak yang tampil di panggung untuk menari, tak ada yang menari lagu anak-anak. Tak ada pula yang menyanyi lagu anak-anak. Lagu-lagu yang mengalun di hingar bingar malam itu adalah lagu India (yang aku tak tahu maknanya) dan lagu dangdut yang liriknya bisa dibilang tak pantas didengar (dan diucapkan) oleh anak-anak. Semua lagu orang dewasa, bahkan aku sebagai orang dewasa pun rasanya malu mendengarnya. Demikianlah kemudian memperkenalkan lagu anak-anak kepada mereka bagiku adalah suatu keharusan. Dan di usiaku yang sudah 20-an ini, izinkanlah aku berterima kasih kepada ibuku tersayang dan guru-guru SD-ku yang selalu menghiasi hari-hari di masa kecilku dengan lagu anak-anak. Karena ternyata, banyak anak kini tak mengenal lagu yang sesuai dengan usia mereka. Lagu yang mengajarkan tentang kebaikan dan kasih sayang, lagu yang mengajarkan mereka berhitung, lagu yang mengajarkan mereka untuk menghargai alam, dan lain-lain. Kembali ke siang itu, saat aku menemukan murid-muridku belum mengenal lagu ‘Pelangi..Pelangi’.  Akhirnya siang itu aku tak jadi mengajarkan Bahasa Inggris. Kami menghabiskan siang dengan menyanyikan lagu ‘Pelangi..Pelangi’, yang setelah berulang kali dinyanyikan, masih saja nada mereka kesana-kemari. Namun aku senang mereka menyanyikannya dengan riang. Dan aku senang mereka menyanyikan lagu yang memang seharusnya dinyanyikan.

*****

Tik..tik..tik.. bunyi hujan di atas genting Airnya turun tidak terkira Cobalah tengok dahan dan ranting Pohon dan kebun basah semua Kami – aku dan murid-murid kelas 1 dan 2 – menyanyikan lagu itu bersama. Minggu pertama masuk sekolah, untuk sementara aku yang mengajar mereka karena guru-guru lain mengantar anak kelas 3-6 mengikuti pertandingan olahraga di desa. Hari itu adalah hujan pertamaku setelah masuk sekolah. Dan yah…lantai kelasku becek. Yang kumaksud lantai kelas tentu saja adalah tanah. Selain itu, atap bocor dan air hujan juga masuk lewat samping kelas karena dinding kelas kami memang baru setengah saja. Namun siang itu adalah siang yang tak terlupakan bagiku. Murid-muridku bernyanyi dengan riang di tengah guyuran hujan. Dan yang mereka nyanyikan adalah lagu anak-anak. J [27072011]

Cerita Lainnya

Lihat Semua