info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Tingkah Polah Anak Limboro (Bagian Kedua)

Luluk Aulianisa 20 November 2011

Cerita 3 : Nangka Oh...Nangka

Sore hari yang cerah, aku dan anak-anakku pergi ke kolam air panas untuk berendam. Dalam perjalanan, salah satu diantara mereka yang bernama Su’ba bertanya,

“ Ibu, suka buah apa? “

Aku pun menjawab “Ehmm..Nangka.. “

“ Bu, di Limboro banyak pohon nangka, saya ambilkan ya “ ujar Su’ba lagi.

“ Wah iya ya? Asyiiikkk..ibu suka sekali sama nangka..Terimakasih ya “

Kami pun melanjutkan perjalanan dan di tengah jalan saya baru sadar Su’ba hilang dari rombongan.

“ Bu, Su’ba naik pohon nangka“ kata anak-anak

Benar saja. Su’ba sudah memanjat pohon nangka di tepi jalan dan dengan sigap ia mencabut buah nangka berukuran besar. Nangka itu pun jatuh dan disambut sorak sorai anak-anak.

“ Bu..tapi ini nangka nya belum masak “ujar Mimi

“ Hah?? Belum masak ya ? Wah, sayang banget ya..jadi gimana? Ditinggal disini atau dibawa? “ujarku penasaran

“ Bawa saja, Bu, kalau disimpan disini nanti diambil orang “

Aku pun mengangguk tanda setuju. Ketika akan kuangkat nangkanya, anak-anak itu langsung berteriak.

“ Buuuu..jangan ibuuu yang bawaaa !!!! “

Aku kaget dan kekagetanku bertambah ketika mereka bersama-sama menggotong nangka yang besar dan berat itu.

“ Kalian tidak berat angkat nangka sebesar itu ? “ ujarku heran

Tidaaaaaaaaaaaaaaaak...Buuuuu “ mereka menjawab dengan kompak

Sepanjang perjalanan mereka pun tertawa-tawa dan saling bergantian mengangkat nangka. Ketika kutawarkan bantuan selalu mereka menampiknya dan beberapa diantaranya memegang tanganku erat supaya tidak membawa nangka.

Aku tersenyum haru melihatnya.

Cerita 4 :  Puisi untuk Ibu

Hari Kamis aku mengajar Bahasa Indonesia di kelas 5. Materi hari itu adalah berekspresi melalui puisi. Setelah kuajarkan bagaimana membaca puisi, aku meminta mereka membuat puisi di kertas warna-warni dan nanti hasilnya dibacakan lalu ditempel di dinding kelas.

Ketika kuminta perorangan ke depan untuk membacakan puisi, tidak ada yang mau maju. Yang ada mereka menunduk malu atau menunjuk teman yang lain. Kubujuk mereka dan akhirnya aku mendekati seorang anak laki-laki yang senyumnya manis sekali bernama Mujib.

“ Mujib, ke depan ya..baca puisinya “aku mengajaknya

Mujib tersenyum malu dan tiba-tiba menyerahkan kertasnya padaku. Aku pun membacanya terlebih dahulu. Begini tulisnya,

Wahai Ibu Guru yang baik hati

Yang tidak mau mara-mara

Masuklah ke surga jadilah guru yang bermanfaat

Agar kamu kelak manusia yang berguna

Pada diri orang tua agama dan bangsa

Guru yang baik (Bu Lulu)

Terima kasih Mujib..terima kasih anak-anakku :)


Cerita Lainnya

Lihat Semua