info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Selamat Datang di Limboro, di Kelas Kehidupan Terbaik Sepanjang Masa!

Luluk Aulianisa 19 November 2011

...dan hari itu adalah Sabtu, 5 November 2011, di bawah terik matahari

Siang hari yang cerah menemani perjalananku menuju desa yang kelak akan menjadi tempat tinggalku selama setahun. Desa itu bernama Limboro Rambu-rambu, Kecamatan Sendana, Kabupaten Majene, Provinsi Sulawesi Barat. Desa yang berada di atas gunung dengan segala keramahan dan tingkah polah penduduknya di sini. Cuacanya yang dingin mengingatkanku dengan Bandung, tempat tinggalku. Sesekali aku teringat dengan keluargaku, ingin kubawa mereka ke Limboro, tempat dimana aku menemukan keluarga baru yang nantinya tidak akan pernah kulupakan, bahkan mereka akan kusebut sebagai guru terbaik dalam pembelajaran seumur hidupku.

Petualangan fantastis ini dimulai dengan perjalanan dari Kota Majene menuju Jalan Poros Mamuju-Majene yang memakan waktu kurang lebih 2 jam. Kondisi jalan cukup baik dengan pemandangan yang luar biasa di kanan kirinya. Bayangkan saja, kiri jalan terhampar laut biru dan di kanan jalan terbentang gunung yang menjulang. Aku menyebutnya dengan paket komplit Majene karena mungkin hanya daerah penempatan Majene lah yang paling lengkap pemandangan alamnya, ada gunung, laut, pesisir, hutan, ladang dan lainnya.

Sesampainya di Palla Palang (jalan poros terdekat untuk masuk ke Desa Limboro) aku dan Kak Sakti (PM 1 yang aku gantikan) berganti mobil sedan dengan mobil offroad edisi lama. Menurut Kak Sakti, karena membawa barang banyak, sebaiknya aku diantar menggunakan mobil yang lihai dalam lintasan berbatu dan curam. Namun untuk selanjutnya aku bisa naik ojek untuk turun atau naik. Hmm..jadi penasaran tentang kondisi jalan menuju Limboro. Mobil offroad itupun melaju dan wawwww...jalanannya kelok-kelok, berbatu, rusak (walaupun sesekali ada yang bagus) dan tingkat kemiringan yang curam (menurut orang sekitar 600). Warga setempat berkata bahwa hanya yang terbiasa saja yang bisa lewat lintasan Limboro, jika ada orang baru yang berani coba-coba hampir dipastikan tidak selamat.

Hahahaha..untuk kesan pertama aku kehilangan kata-kata! Apalagi lintasan ini cukup jauh, mencapai 9 km dan waktu tempuh kurang lebih 30 menit! Jangan harap ada penerangan, kanan kiri ada hutan, sungai berbatu hingga jurang! Untuk lebih menambah sensasi, aku berdiri di atas mobil offroad dan merasakan benturan jalan yang cukup bisa membuat mual bagi orang yang sering mabuk darat. Alhamdulillah, aku sangat menikmati perjalanan itu! Aku tertawa-tawa sendiri seperti orang gila karena saking bersemangatnya. It was my first cool moment in Limboro!

Rasa keterkejutanku belum hilang sampai disini. Lambat laun cuaca yang semula panas berubah menjadi sejuk ala pegunungan. Kabut tipis pun mulai menyelimuti dan bentuk gunung semakin jelas terlihat. Aku juga melewati pemandian air panas dan vila bapak bupati. Then, Welcome to Limboro Village!

*** Selama di Limboro, aku tinggal di rumah Kepala Dusun Limboro Utara. Ibuku, yang bernama Sarpah adalah seorang yang aktif dan senang bersosialisasi sedangkan bapakku, yang bernama Bakri cenderung lebih pendiam. Aku tidak akan pernah merasakan kesepian karena rumah mereka selalu ramai. Orang tua baruku punya 4 anak, masing-masing 2 laki-laki dan 2 perempuan yaitu Sabira, Fika, Ucok dan Afdal. Sabira (kelas 6) dan Fika (kelas 4) adalah murid SD Inp. 19 Limboro tempatku mengajar.Sedangkan Ucok dan Afdal masih belum sekolah. Di rumahku juga tinggal keponakan dan sepupu orangtuaku. Jadi, terbayang kan bagaimana ramainya suasana rumah ? Lokasi rumahku cukup strategis, berjarak 200 m dari SD dan di depannya ada lapangan sepak bola. Di sebelah kiri juga ada Madrasah Tsanawiyah yang satu atap dengan Madrasah Aliyah dan rumah tokoh masyarakat lainnya juga tidak jauh dari situ.

Suku yang ada di Limboro dan daerah Majene lainnya adalah Mandar dan begitupun bahasa yang digunakan adalah bahasa Mandar. Uniknya, bahasa Mandar di Limboro yang berarti gunung bisa jadi berbeda dengan yang ada di bawah yang berarti pesisir. Misalkan bahasa mandar gunung untuk kelapa adalah kaluku sedangkan bahasa mandar pesisirnya adalah anjoro. Menurut Kak Sakti, sewaktu awal datang pada tahun lalu, hampir semua warga Limboro kecuali guru-guru tidak bisa berbahasa Indonesia namun seiring berjalannya waktu mereka pun mulai terbiasa menggunakan bahasa Indonesia. Di Limboro juga sama sekali tidak ada sinyal apalagi koneksi internet, so, say goodbye with your handphone. Listrik pun hanya menyala selepas magrib sampai jam 22.00 WITA. Itupun hanya beberapa rumah dan untungnya rumahku bisa ada listrik saat malam. Jika ingin menelepon ataupun menggunakan internet harus turun ke desa lain  yang dekat dengan jalan poros ataupun pesisir. Ada juga beberapa tempat di puncak yang bisa dijangkau sinyal. Untuk mencari sinyal memang dibutuhkan kreativitas dan keuletan yang tinggi. Be patient!

Pekerjaan warga Limboro selain menjadi guru di SD, MTS ataupun MA adalah berladang. Ada juga diantara mereka yang memiliki sapi, ayam dan kambing yang mereka biarkan begitu saja, dilepas di tengah jalan. Beberapa rumah juga memiliki anjing untuk menjaga rumah dan ladang. Hampir semua warga menganut agama Islam dan Limboro memiliki dua buah mesjid sebagai sarana peribadatan.

Kebiasaan orang Limboro dan Majene pada umumnya adalah ada lauk ikan di setiap hidangan makan. Bahkan orang Limboro itu menyebut mie rebus adalah sayur. Satu hal lagi yang dianggap tabu adalah jika tidak menambah porsi makan. Jadi jika dijamu warga jangan pernah tidak menambah nasi ataupun lauk pauk karena itu dianggap pe’mali alias dosa! Yang lucu adalah saat Idul Adha (6 November 2011) dimana untuk pertamakalinya aku merayakan hari raya umat Islam itu di Limboro. Sayang sekali, tidak ada pemotongan hewan qurban disini. Aku, Kak Sakti, dan anak-anak pergi berziarah (bahasa silaturahminya warga setempat) ke rumah-rumah. Hampir setiap rumah kami dijamu makan besar yang semua menunya sama! Ikan bumbu, ketupat, kerupuk, ikan kering, dan mie rebus. Sejujurnya, aku sudah pusing dan mual untuk makan hingga 8 x berturut-turut dengan menu yang serupa, harus tambah porsi pula! Namun apa daya ? Resolusi diet terancam gagal! Hingga waktu ziarah sudah selesai, aku pun kekenyangan luar biasa dan....tidurrr..hehehe :p

So, I’ll spend my one year here. Here it is...Am I alone here? I think, I’m not alone..Really :)

I’ll spread my wings and I’ll learn how to fly

I’ll do what it takes ‘till I touch the sky

And make a wish, Take a chance, Make a change and breakaway

All of the darkness come into the sun

But I won’t forget the place I come from

And make a wish, Take a chance, Make a change and breakaway

(Kelly Clarkson – Breakaway)


Cerita Lainnya

Lihat Semua