Man Jadda Wajadda
Luluk Aulianisa 8 Februari 2012Kelas mengaji kembali lagi. Kali ini aku ingin memberikan murid-muridku suatu permainan yang sederhana namun bermakna. Selepas membaca Iqra, aku mengumpulkan mereka di pekarangan. Aku telah menyiapkan botol bekas dan spidol yang sudah diikat dengan seutas benang di kedua sisinya, masing-masing dua buah. Murid-muridku bertanya heran “ Kita mau main apa, Bu ? “ Kubiarkan dulu rasa penasaran mereka sambil tersenyum penuh arti.
Aku membagi kelompok yang masing-masing beranggotakan tiga orang. Nama permainan ini adalah memasukkan spidol dalam botol. Dua orang dalam kelompok ditutup matanya sambil memegang benang yang diikatkan pada spidol, sementara satu orang yang berfungsi sebagai ketua harus memberikan arah pada anggotanya untuk bisa memasukkan spidol ke dalam botol.
Serta merta pekarangan tempat kami bermain didatangi tetangga yang juga ingin melihat. Dua kelompok pertama pun memulai pertandingan ini, suasanya menjadi ramai, penuh dengan bahasa Mandar yang mungkin artinya memberikan semangat dan instruksi. Setelah muncul pemenangnya dari kelompok giliran pertama, lalu dilanjutkan dengan kelompok giliran kedua. Suasananya tak kalah ramai, bahkan sampai ada yang teriak-teriak seketika ada yang bisa duluan memasukkan spidol ke dalam botol. Ternyata, muncul sedikit keributan setelah itu. Salah satu kelompok dianggap curang karena memasukkan spidol langsung dengan tangan. Sayangnya, karena suasana begitu ricuh, aku tidak begitu melihatnya.
Anak-anak tetaplah anak-anak. Setelah itu ada yang cemberut dan marah karena lawan mainnya dinilai berbuat curang. Muka mereka ditekuk dan tidak mau bicara. Aku segera menggiring mereka kembali masuk ke tempat mengaji.
Aku mengumpulkan mereka dan kami membentuk lingkaran. Aku pun bertanya “ Ada yang mau cerita tadi bermain apa ?”
“ Memasukkan pulpen ke dalam botol “ serempak mereka menjawab.
“ Nah, sekarang ada yang mau cerita bagaimana tadi perasaannya saat bermain ? ”tanyaku lagi.
“ Tidak bagus, Bu, spidolnya susah masuk “keluh Sihab
“ Bagaimana tadi caranya kelompok yang berhasil memasukkan ? “ aku balas bertanya.
“ Dimasukkan saja, pelan-pelan “ kata Fika
“ Nah, sekarang kalian marah tidak kalau ada temannya yang berbuat curang ? “ tanyaku.
“ Maraaah sekaliii, Bu “ mereka berteriak.
“ Nah, makanya kita tidak boleh berbuat curang karena akan merugikan orang lain, contohnya adalah mencontek. Tidak boleh mencontek PR atau ketika ulangan di sekolah “
“ Iyaaaa, Buuu “
“ Selain itu kita harus berusaha untuk mencapai cita-cita. Seperti tadi, kita harus sabar memasukkan spidol dalam botol tapi tetap sungguh-sungguh. Ingat kalimat ini, Man Jadda Wajadda “
“ Apa itu artinya, Bu ? “
“ Siapa yang sungguh-sungguh akan berhasil “
Murid-muridku tertegun sesaat. Mungkin mereka baru mendengar pepatah arab itu dan mencoba mengingatnya kembali.
“ Ayo, sekarang semuanya harus saling memaafkan. Yang tadi merasa curang sama temannya, harus minta maaf. Ibu ingin kalian semua tidak cemberut lagi, harus tersenyum sepulang dari sini ! “
Mereka pun menurutinya dan saling mengulurkan tangan satu sama lain. Pelajaran Man Jadda Wajadda hari itu berakhir, namun aku harap pepatah arab itu terus melekat dalam hati dan pikiran hingga kelak mereka akan benar-benar menjadi orang yang berhasil.
Ya, semoga.
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda