Kelas Mimpi, Berani Bercita-cita itu HARUS!

Luluk Aulianisa 11 Februari 2012

Aku menyebutnya dengan kelas mimpi. Kelas dimana kita bisa bermimpi tentang apapun yang diinginkan. Lebih spesifik lagi, tentang cita-cita kita. Mau jadi apa nantinya ? Bagaimana supaya bisa meraihnya ?

Sore hari yang cerah, aku berkumpul bersama anak-anak sambil bercerita. Kubuka sesi kelas mimpi dan aku mempersilakan mereka menceritakan cita-citanya. Respon mereka malah tertawa malu-malu. Pertanyaanku seperti dianggap bercanda padahal aku sedang menanamkan kekuatan mimpi dan cita-cita pada mereka.

Aku senang bermimpi dan memikirkan kelak seperti apa diriku di masa depan. Merancang peta hidup dan berkhayal jika suatu saat nanti aku sampai pada titik yang kudambakan. Setelah itu kupaksa diri ini bergerak mengejar apa yang kuinginkan, bermodalkan ikhtiar dan kekuatan doa. Aku tahu bahwa Tuhan Maha Mendengar dan Dia pasti menghargai sekecil apapun usaha hamba-Nya. Dengan bijaksananya, Tuhan juga telah mengatur sedemikian rupa setiap potongan hidupku dalam suratan sempurna yang Dia rancang. Aku yakin setiap apa yang telah dan akan terjadi pasti itu adalah yang terbaik untukku.

Aku kembali menatap pandangan anak-anak dengan mata berbinar. Menunggu mereka satu persatu menceritakan mimpinya di masa depan. Sayang, sudah kupaksa masih saja belum mau bicara. Untuk memancing mereka, akhirnya kumulai dengan bercerita tentang mimpiku yang terbesar dengan bahasa yang sesederhana mungkin, agar mereka mengerti.

“ Kalau mimpi kakak, kakak ingin nanti punya yayasan yang bisa membantu masyarakat. Kakak juga mau bekerja  di Bank Dunia atau PBB. Sepulang dari Indonesia Mengajar, kakak mau sekolah lagi. Mau sekolah S2, dapat gelar master ! Mau sekolah di luar negeri, dapat beasiswa! Kakak mau cari uang yang banyak supaya bisa berangkat haji sama orang tua. Kakak ingin belikan mereka rumah dan kendaraan. Kakak juga mau keliling dunia. Kakak mau datangi setiap benua. Kalian tahu apa saja benua di dunia ? Ya, kakak mau datangi Eropa, Afrika, Amerika, Australia, Asia ! Kakak juga mau lihat Aurora Borealis, itu cuma ada di negara yang dekat dengan kutub utara, kalau tidak di Eropa Utara, bisa juga di Kanada. Pokonya kakak mau keliling dunia !!! Harus ! “

Setelah panjang lebar kuceritakan, kulihat wajah mereka memiliki respon yang sama yaitu melongo.

“ Kak, Aurora Borealis itu apa ? “

“ Aurora itu fenomena alam karena medan magnet bumi. Jadi di langit itu, muncul warna-warni indah sekali “

“ Kak, kita kan orang Indonesia, tidak apa-apa masuk ke negara orang ? Bicaranya pakai bahasa apa ? “

“ Ya, siapa yang melarang?  Kalau kita punya paspor, kita bisa masuk ke negara manapun. Kalau bahasa pakailah bahasa Inggris karena itu kan bahasa internasional “

“ Kak, kami tidak bisa bahasa Inggris....”

“ Ya, makanya belajar. Kalau belajar pasti bisa. Pokonya kalian harus sekolah setinggi-tingginya, jangan putus sekolah, minimal kalian harus jadi sarjana! Nanti kasih kabar ke kakak kalau kalian sudah sampai sarjana, kakak tunggu ! “

“ Iya kak, saya mau sekali jadi sarjana, seperti suka lihat di gambar “

“ Bagus ! Nah sekarang kakak sudah cerita, gantian siapa yang sekarang mau cerita ? “

“ Kak, Ucok mau jadi petani “ kata Fika sambil tertawa

“ Wah, lebih bagus kalau Ucok jadi bosnya petani. Jadi nanti banyak petani yang kerja sama Ucok, Ucok yang punya sawah dimana-mana “ kataku

“ Kak, saya ingin jadi seperti ayah saya “ kata Fika lagi.

Kuteringat ayahnya adalah seorang Kepala Sekolah Madrasah Tsanawiyah sekaligus Kepala Dusun.

“ Iya kak, saya juga ingin jadi guru, tapi tidak mau jadi guru SD “ sambung Cica

“ Maunya jadi guru apa ? “ tanyaku

“ Jadi guru di Tsanawiyah “ jawab Cica polos.

Aku menatap mereka. Sepertinya jawaban mereka itu sudah sangat biasa kudengar selama disini. Menjadi guru adalah cita-cita yang paling sering kudengar dari mulut mereka. Guru adalah profesi yang mulia. Tanpa bermaksud menafikan cita-cita menjadi guru, aku jadi bertanya-tanya, apakah mereka bercita-cita seperti itu karena ‘hanya’ itu yang mereka lihat sehari-hari ?

Bukankah di luaran sana banyak pilihan cita-cita ? Ilmuwan, insinyur, politikus, TNI, pengusaha, dokter, polisi dan masih banyak lagi. Cita-cita bagi mereka adalah apa yang mereka lihat sehari-hari. Jadi guru, petani dan pedagang. Bahkan ada yang belum tahu mau jadi apa. Sejujurnya ini miris terdengar olehku, orang yang suka bermimpi tinggi tentang cita-citanya. Aku ingin mendorong mereka keluar dari kotak. Not think out of the box, but  jump out of the box. Aku pergi mengambil sesuatu dan sesuatu itu adalah bola dunia.

“ Lihat ini !!! Coba cari mana Indonesia ? “

Anak-anak pun berebutan ingin lihat dan lama sekali mereka menemukannya. Tidak secepat yang kubayangkan. Baru setelah kuberitahu, mereka sadar dimana letak negara ini.

“ Dunia ini sangat luas. Kalian harus pergi melihat dunia, jangan hanya di Limboro saja! Banyak cita-cita, tidak hanya jadi guru! Kalian harus jadi orang pintar, harus sekolah tinggi. Kalau perlu tinggalkan Limboro, pergi cari ilmu dan pengalaman ! “

Aku mengatakannya dengan bergetar, aku harap mereka bisa merasakan semangat yang berkobar dalam dadaku.

“ Kak, saya mau sekolah di Australia, cita-cita saya mau jadi bos di kantor “ kata Fika

“ Kalau saya di Asia, Kak “ kata Melia

Aku tersenyum sumringah dan berkata “ Bagus !! Kalau Kakak mau sekolah di Amerika atau Eropa, nanti kalau kita sama-sama di luar negeri, kita ketemu ya “ ujarku lagi-lagi berkhayal.

“ Kak, kalau saya nanti sekolah di Australia terus mau jalan-jalan ke Afrika, Eropa terus ke Amerika “ kata Cica sambil tersenyum. Ucapannya itu sungguh hampir sesuai dengan mimpiku, menginjakkan kaki di setiap benua. I will step on the soil of many countries.

Hari ini aku belajar pada kenyataan bahwa bermimpi dan punya cita-cita seringkali masih terdengar tidak biasa. Aku dihadapkan pada anak-anak yang belum mengenal betapa luasnya dunia dan hebatnya kekuatan mimpi. Pikiranku menerawang akankah suatu hari nanti ada diantara mereka yang menjadi orang besar ? Orang yang tahu apa yang ia inginkan dan bagaimana meraihnya. Orang-orang yang kelak akan membangun desanya, tempat dimana ia menghabiskan masa kecil dengan segala tingkah polahnya.

Aku harap ada.

Dan yang perlu kulakukan adalah meyakini mereka bahwa jangan pernah takut bermimpi dan bercita-citalah setinggi-tingginya.

The future belongs to those who believe in the beauty of their dreams (Eleanor Roosevelt)


Cerita Lainnya

Lihat Semua