info@indonesiamengajar.org (021) 7221570 ID | EN

Majene versi Anak Limboro

Luluk Aulianisa 12 Maret 2012

Majene. Sebuah kota yang namanya dekat dengan keseharian anak-anak Limboro tetapi menurut mereka keberadaannya jauh dan ternyata banyak yang belum pernah pergi kesana. Hanya bisa dihitung dengan jari bagi mereka yang sudah pernah ke kota yang berjarak kurang lebih 45 km dari Limboro itu.

Setelah Ulangan Tengah Semester (UTS), hari Sabtu yang cerah tanggal 10 Maret 2012, aku dan murid-murid kelas 5 pergi ke Majene. Tujuan kami adalah jalan-jalan sambil belajar. Tempat yang kami kunjungi adalah Museum Mandar, Salabose, dan Pantai Barane. Ketika di Museum Mandar, murid-muridku kubagi kelompok yang bertugas mewawancarai petugas museum dan membuat laporan kunjungan. Ini adalah salah satu materi pelajaran Bahasa Indonesia.

Kami berangkat jam 06.30 WITA. Jalan kaki bersama-sama turun dari Limboro ke Tullu Bulan  (desa terdekat dari Limboro, kira-kira 4-5 km) dengan waktu tempuh 1 jam. Mengapa harus begitu? Karena mobil bak terbuka yang kami sewa tidak bisa naik ke Limboro. Perjalanan itu tidak terasa dan sampailah kami di tempat yang dituju. Mobil pun sudah menunggu. Perjalanan wisata itupun dimulai.

Salah satu muridku, Zulkarnain, berkata “ Aih, Bu...jauh sekali Majene ! “

“ Jauh ??? Begini saja kamu bilang jauh ? Bagaimana kalau kamu ke Makassar ? Apalagi kalau kamu ke Jakarta ?? Jangan mengeluh !“ aku membalas keluhannya

Sepanjang jalan, aku mengenalkan daerah-daerah yang dilalui pada murid-muridku. Aku juga mengenalkan kantor pos, bank, kantor camat, dan tempat penting lainnya. Murid-muridku banyak yang pusing dan muntah. Aku sudah menduganya, karena itu sebelum hari keberangkatan aku telah menyuruh mereka membawa plastik yang banyak untuk jaga-jaga. Sesampainya di Majene, kami langsung mendatangi Museum Mandar. Tempat ini sangat baik untuk belajar kebudayaan Mandar. Sesuai dengan fungsinya, museum ini menyimpan benda bersejarah yang merupakan aset budaya. Murid-murid nampak sangat menikmati temuan-temuan di museum itu. Ada Sande (perahu tradisional khas Mandar), Bendi (alat transportasi kuda), rumah adat raja, baju tradisional, senjata purbakala, foto-foto pahlawan dan banyak lagi hal menarik lainnya. Yang paling menarik murid-muridku adalah ular piton yang sudah di air keraskan dan dipajang dalam kaca besar. Ular itu adalah hasil temuan warga di Dusun Belalang, Kecamatan Tubo, Majene tahun 2010 silam. Perlu diketahui museum ini dulunya adalah bekas Rumah Sakit Umum Majene saat Indonesia masih dalam penjajahan Belanda. Oleh karena itu, bangunan museum nampak seperti bangunan Belanda dan termasuk cagar budaya.  Retribusi museum ini Rp 2000 untuk anak-anak, Rp 3000 untuk dewasa.

Lokasi museum berada di Jalan Raden Suradi, searah jalan menuju Salabose. Salabose adalah tempat yang konon pertamakali agama Islam disebarkan di Majene oleh Syeh Abdul Manan. Salabose terletak di puncak bukit yang mana dari atas bukit itu kita bisa melihat kota Majene secara keseluruhan. Salabose, dalam bahasa Mandar artinya salah dayung. Dahulu para penyebar agama Islam tadinya tidak bermaksud datang ke Majene namun karena salah dayung jadinya sampai Majene dan menyebarkan agama disitu. Ada yang unik dari Salabose yaitu peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW tidak boleh diselenggarakan dimanapun sebelum mulai pertamakali di Salabose.Kebetulan pada tanggal 4 Februari 2012 lalu, aku sempat berkunjung ke Poralle Salabose untuk menyaksikan peringatan Maulid Nabi. Acaranya ada penampilan Tari Pattu’du, barang-barang purbakala seperti keris diperlihatkan dan tentunya galuga. Ini adalah khas Maulid Nabi disini. Telur rebus ditaruh di wadah dan ditempel dalam sebatang kayu lalu dihias. Ditambah juga ketupat kecil yang disebut ketupat nabi. Ada arti tersendiri bahwa telur itu melambangkan kelahiran yaitu kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Kami pun sempat singgah di lembah yang ada tulisan besar ‘Majene’ dan berfoto disana. Setelah itu, kami istirahat sebentar di rumah salah satu murid bernama Mujib yang memiliki rumah di Majene. Selepas shalat dzuhur dan istirahat, perjalanan dilanjutkan lagi. Kali ini tujuan kami adalah Pantai Barane. Murid-muridku adalah anak gunung yang jarang melihat pantai. Yang mereka biasa lihat adalah makula (pemandian air panas). Limbo Kabumbung (sungai) dan tentu saja gunung menjulang. Mereka sangat antusias sesampai disana. Kami berjalan di tonggak-tonggak papan hingga bisa terlihat jelas pemandangan laut yang tidak setiap hari bisa dilihat. Kami pun berfoto dan bernyanyi bersama.

Setelah dari Barane, kami pun hendak pulang. Namun, sempat singgah dulu di Rewata’a, Kecamatan Pamboang. Pemandangan disini sungguh indah. Sudah berkali kukatakan bukan bahwa Sulawesi Barat ini memanjang dari selatan ke utara yang kanannya gunung dan kirinya laut ? Ada tebing besar memecah menjadi dua bagian dan ditengahnya jalan lalu lintas kendaraan. Hempasan ombak terdengar dengan suara lalu lalang mobil saat kami disini. Keadaan itu menjadi lebih indah saat kami menyaksikan matahari hendak terbenam.

Perjalanan pulang itu ditutup dengan datangnya kami ke Pelabuhan Palipi. Belum semua dari murid-muridku mengenal pelabuhan apalagi naik kapal laut. Pemandangan disini juga luar biasa indahnya,bagai di lukisan. Hamparan laut berhiaskan kapal nelayan berlatar pegunungan. Di balik salah satu rangkaian gunung yang kami lihat itu adalah Limboro. Ya, Limboro memang sudah tidak jauh lagi dari situ. Kami pun sempat naik kapal barang yang sedang kosong. Menurut nakhodanya, kapal itu akan berlayar menuju Samarinda, Kalimantan Timur. Perjalanan memakan waktu 2 hari 2 malam. Murid-muridku tampak antusias melihat ikan-ikan berenang dengan lincah kesana kemari dan meneliti isi kapal tersebut.

Hari itu berlalu sangat cepat. Mobil yang kami tumpangi mengantar hanya sampai Palla Pallang. Untuk naik ke Limboro, kami harus menggunakan ojek.  Alhamdulillah, jam 16.30 WITA kami semua selamat sampai Limboro.

Aku berharap dengan perjalanan ini, wawasan mereka akan bertambah. Mereka akan lebih mengenal budaya dan negerinya. Pikiran mereka akan lebih terbuka. Sepanjang perjalanan, aku sering bercerita bahwa mereka jangan takut untuk bisa sekolah tinggi, ke Pulau Jawa! Tinggalkan Limboro, tinggalkan Majene ! Jangan takut bercita-cita ! Masih banyak yang belum kita ketahui.

Aku ingin pikiran mereka tidak terkungkung dalam satu hal saja. Samudera pengetahuan masih menanti untuk dijelajahi. Jadilah petualang, jadilah orang yang tangguh !

Semoga ini akan menjadi salah satu pengalaman tak terlupakan di hidup mereka.


Cerita Lainnya

Lihat Semua