Catatan Harian Guru Galau

Luluk Aulianisa 21 Juli 2012

Tahun ajaran baru sudah dimulai. Aku kembali memulai tugasku sebagai wali kelas 5, masih tetap seperti tahun ajaran sebelumnya. Namun kali ini anak didikku sudah berbeda. Murid kelas 5 terdahulu telah kunaikkan semuanya ke kelas 6. Sekarang aku menghadapi karakteristik murid yang ternyata berbeda dari sebelumnya.

Jumlah muridku sekarang adalah 12, lebih sedikit dibandingkan yang dulu yaitu berjumlah 18. Selain lebih sedikit, karakter murid yang baru ini lebih kalem, pendiam dan (semoga) lebih bisa diatur. Murid laki-laki berjumlah 5 dan perempuan berjumlah 7. Salah satu murid perempuan bernama Rafika adalah adikku. Untuk kelas 5 yang kutangani sekarang begitu timpang perbedaannya satu sama lain. Maksudnya ada murid yang pintar sendirian dan begitu menonjol sedangkan yang lain hanya pasif dan menunggu jawaban. Berbeda sekali dengan yang kelas 5 terdahulu dimana kalau tidak bisa satu, ya tidak bisa semua, hampir merata dan bisa dikatakan tidak ada yang terlalu menonjol sendirian. Bahkan kelas 5 terdahulu itu adalah kelas yang sangat ribut dan banyak bicara sehingga sering membuat marah. Tantanganku yang sekarang adalah bagaimana memotivasi dan mengangkat murid-murid yang pasif agar memiliki kepercayaan diri untuk belajar. Setiap kelas memang memiliki cerita tersendiri.

Kalau boleh jujur, aku sedang merasa sedikit galau. Mengapa ? Aku sedang terbawa perasaan rindu dengan kelasku yang dulu. Bukan, bukan aku tidak suka dengan kelas sekarang. Hanya saja ada sebersit perasaan masih ingin menjadi wali kelas mereka. Apalagi sikap mereka kepadaku akhir-akhir ini membuatku gemas. Ehm..kalau boleh kuceritakan sebenarnya saat pembagian rapot 23 Juni 2012 lalu, aku sempat menangis di hadapan mereka. Aku menyesal karena sering marah dan menjadikan muridku pelampiasan saat rasa suntuk melanda. Hal itu juga dipicu dengan kelakuan mereka yang seringkali memancing emosi. Aku mengumpulkan mereka dan hampir kesulitan berkata-kata. Serta merta permintaan maaf pun meluncur dan air mata tidak bisa tertahan. Muridku ada yang menangis juga, ada juga yang hanya bengong aneh menatapku mungkin sambil berpikir ‘Ibu Lulu bisa nangis juga ya?’. Bahkan ada juga yang membalikkan badan karena tidak sanggup menahan tawa. Saat itu aku tidak bisa marah melainkan aku sangat minta maaf atas semua kesalahanku selama menjadi wali kelas mereka selama 7 bulan.

Dan sekarang mereka sudah jadi kelas 6, bukan tanggung jawabku lagi secara administratif. Setiap pagi, aku masih disambut dengan senyuman mereka yang selalu mengingatkanku saat dulu mereka menantiku di depan kelas. Saat aku sedang mengajar, mereka masih suka mencuri pandang malu-malu dengan melongok di jendela. Bahkan saat istirahat, mereka sering main ke kelasku, kelas mereka yang dulu. Padahal mereka sudah berjanji padaku dulu saat di kelas 5 untuk tidak menganggu kelas lain dengan cara masuk-masuk kelas atau hanya sekadar melongok di jendela. Namun, saat ini aku biarkan mereka dan menyapa mereka dengan lembut .

“ Kelas 6, apa dibikin? “

“ Tidak apa-apa, Bu, hanya ingin lihat saja “

Aku memandang mereka dengan pandangan nanar.

“ Maaf ya, Ibu tutup pintunya ya, kelas 5 mau belajar “

“ Iye, Bu “ Mereka pun berlari menjauh dan masuk ke kelasnya, kelas 6.

Hari Senin awal tahun ajaran baru, jam belajar belum sepenuhnya aktif sehingga murid-murid pulang lebih cepat. Kelas 5 yang sekarang pun aku bubarkan setelah kami selesai menghias kelas. Kulihat di luar, kelas 6 masih banyak berada di kelas sedangkan Pak Basir, wali kelas mereka sedang tidak ada.

“ Kelas 6 sekarang apa ada ketua murid yang baru ?”

“ Belum pi, Bu..ayo, Bu, kita pemilihan “

“ Mau masuk ke kelas 5 ? “

Serempak mereka menjawab “MAUUUUUUUUUUU”

Segera mereka  membawa tas dan masuk ke kelas 5. Aku memandangi mereka satu persatu. Pemandangan ini seolah baru kusaksikan kemarin dan sekarang itu akan menjadi sangat langka dan berbeda rasanya.

Aku kembali ingin menahan tangis. Sungguh, aku rindu. Aku terdiam menyaksikan tingkah polah dan celetukan mereka.

“Aih, kelas 5 lagi..” kata Sul pada teman lainnya. Yang lain pun tersenyum dan dari wajahnya kubaca seolah mereka masih ingin di kelas ini lagi.

Dan aku berdiri di hadapan mereka juga masih ingin menjadi wali kelas mereka lagi. Aku seperti tidak ingin menjauh dari mereka.

Ya, aku tahu mungkin aku sedang terbawa situasi saja. Biarlah aku merasakan perasaan ini sampai nanti mungkin hilang dengan sendirinya. Lucu rasanya ! Dulu aku pernah merasakan perasaan yang sangat kesal, bosan dan marah pada 18 muridku yang ajaib ini.

“ Tapi tahukah Nak, walaupun Ibu sering kesal dan marah, tapi Ibu yang paling ingin tahu akan jadi apa kalian di masa depan nanti ? ”

“ Masih Ibu ingat jelas saat pertamakali kita bertemu, tepat di ruangan itu juga. Celetukan kalian yang sering membuat Ibu jengkel, main-main ke makula, yasinan dari rumah ke rumah, jalan-jalan ke Majene, turun ke Limboro jalan kaki, makan es kelapa, foto-foto, latihan upacara, mencari pasir di sungai, cari mangga, durian, dan nangka –yang kalian tahu betapa sukanya Ibu dengan buah itu-, buat bakwan, tetu dan sate buah, mandi di limbo kabu’bu, latihan untuk lomba Agustusan, main ke Somba, kemah di Palla-palang, menjenguk teman sakit, belajar shalat, buat peta Indonesia, ulang tahun Ibu di lapangan ”

“ Masih Ibu ingat jelas, teriakan kalian memanggil “ Bu..Bu..” saat kita bersama –sama menelusuri hutan dan menemukan sungai lalu kalian melompat dan berenang di dalamnya ”

“ Masih Ibu ingat jelas juga, dari kejauhan kalian berlari menuju rumah saat Ibu belum berangkat ke sekolah supaya kita bisa berangkat sekolah bersama-sama “

“ Dan masih akan selalu Ibu ingat, dari kejauhan kalian berlari menuju rumah untuk membawakan Ibu roti dari uang jajan kalian saat Ibu tidak masuk sekolah karena sakit “

“ Bisa tolong kalian sebutkan lagi apa yang pernah kita lakukan dan jalani bersama ? “

“ Selama ini Ibu marah bukan karena Ibu tidak suka atau benci sama kalian tapi Ibu ingin kalian menjadi anak baik ”

“ Ibu minta maaf ya….”

Limboro, 11 Juli 2012 (di tengah cuaca dingin dan kegelapan malam)

23.07 WITA


Cerita Lainnya

Lihat Semua