info@indonesiamengajar.org (021) 7221570 ID | EN

Barang Mewah Bernama Listrik

Luluk Aulianisa 1 Januari 2012

 

 

Listrik menjadi barang mewah di desaku. Lokasi Desa Limboro yang berada di atas gunung dan jauh letaknya dari jalan poros belum memungkinkan PLN untuk masuk. Tidak semua orang memiliki akses ke PLTA ataupun punya rezeki berlebih menyewa genset seharga Rp 23.000 per 10 hari. Belakangan ini baru aku tahu bahwa selama ini keluargaku sudah habis berjuta-juta karena selalu menyewa genset per 10 hari guna memenuhi kebutuhan listrik. Dengan menyewa genset, listrik ‘hanya’ menyala dari mulai pukul 18.00-22.00 WITA. Seringkali lebih lambat menyala namun selalu tepat waktu untuk mati lagi. Lampu pun tidak stabil, sesekali mati dan hidup kembali. Ketika sedang me-charge laptop dapat dipastikan baterai tidak akan tahan lama jika terus-terusan mati-nyala seperti itu.

 Pada suatu hari di penghujung sore,  azan mulai berkumandang dan suasana mulai gelap. Namun, lampu tak kunjung menyala. Alhasil kami gelap-gelapan di rumah sambil berusaha menyalakan lilin dan senter. Suasana terasa senyap namun dihiasi dengan rintik hujan. Waktu pun berjalan dan tak terasa 1 jam sudah kami menunggu listrik nyala dan yang ditunggu belum muncul juga. Aku menghela nafas dan memandang laptopku yang habis baterai padahal aku harus merampungkan pekerjaan terkait sekolah. Aku pandangi HP dan kulihat indikator baterainya pun sudah kerlap-kerlip, minta di-charge. Yah, meskipun fungsi HP selama di Limboro kurasa tak terlalu berguna mengingat sama sekali tak ada sinyal. Namun, saat seperti ini aku benar-benar sangat butuh listrik. Miris rasanya jika mengingat orang-orang yang suka boros listrik.

Ibu memanggilku untuk bergegas makan malam bersama. Di tengah kegelapan dan cuaca dingin, kami merasakan kehangatan di meja makan. Ibu menyiapkan nasi putih hangat, mie goreng udang, sayur daun kacang, dan ikan rebus. Aku makan dengan lahapnya. Entah mengapa makan malam saat itu seperti beribu kali lebih nikmat. Aku tambah nasi dan lauk hingga 3 x, seperti kebiasaan orang Mandar yang selalu tambah saat makan. Sesudah makan, Ibu seperti tahu isi hatiku yang menginginkan agar listrik menyala. Ibu berkata bahwa setelah ini ada pengajian di rumah saudaranya yang juga tidak ada listrik. Untuk itu jika aku mau me-charge laptop dan HP maka dibawa saja nanti akan di-charge di rumah siapapun yang listriknya nyala.

Kami pun pergi menyusuri jalanan desa sambil melihat rumah mana saja yang terang. Alhamdulillah, ada rumah yang lampunya nyala dan aku bergegas minta izin untuk ‘meminta’ listriknya. Setelah itu, kami pergi ke rumah saudara Ibu untuk pengajian disana.

Setelah selesai pengajian, aku bergegas pulang mengambil laptop dan HP yang kupikir telah terisi penuh. Sayang sekali ternyata listrik di rumah tetanggaku itu juga mati sesaat kami tinggalkan untuk pengajian. Laptop dan HP tidak sempat terisi baterai secara optimal. Kami pun pulang ke rumah, kembali menyusuri kegelapan dan aku tidak melihat lagi ada cahaya dari dalam rumah warga selain cahaya dari senter kami. Hujan pun semakin deras, malam semakin gelap gulita dan cuaca dingin menusuk. Aku pun segera terlelap dalam mimpi.

Esoknya, aku dikejutkan dengan nyala lampu dan suara televisi. Apa yang terjadi ? Ketika kubuka pintu kamar, Ibu tersenyum bahagia menghampiriku.

“ Kita sudah pakai PLTA sekarang, ada orang yang bantu beri dinamo dan pipa “

Aku ikut gembira mendengar berita baik dari ibu. Sesaat Ibu melanjutkan bahwa selama ini yang membuat mahal adalah biaya dinamo dan pipa, bisa sampai 20 juta. Namun karena ada proyek yang Bapak kerjakan, Bapak mendapat dinamo dan pipa secara cuma-cuma. Keluar uang pun tidak terlalu banyak, begitu menurut cerita Ibu.

Alhamdulillah, sekarang keluarga Bapak Bakri (nama ayah angkatku) sudah memakai PLTA. Tetapi untuk tambahan informasi, ternyata memakai PLTA tidak selamanya selalu lancar listrik. Apa mungkin karena pemakaian awal ? Apalagi ketika hujan deras listrik malah tidak menyala dan itu yang terjadi akhir-akhir ini di Desa Limboro, hujan deras seharian tanpa henti. Tapi setidaknya keluarga Bapak Bakri tidak perlu keluar uang lagi untuk menyewa genset dan kebutuhan listrik perlahan mulai terpenuhi.

 

 


Cerita Lainnya

Lihat Semua