Antara Nemberala dan Limboro

Luluk Aulianisa 7 Februari 2012

Sepanjang aku hidup hingga sekarang ini, aku harus sangat bersyukur karena aku diberikan kesempatan pernah tinggal bersama masyarakat di dua desa bernama Nemberala, Kecamatan Rote Barat, Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur dan Limboro Rambu-rambu, Kecamatan Sendana, Kabupaten Majene, Sulawesi Barat. Entah mengapa tinggal bersama masyarakat yang berasal dari kultur berbeda denganku begitu menarik dan banyak pelajaran hidup yang bisa kupetik hikmahnya. Aku belajar banyak tentang perbedaan. Kuncinya disini adalah saling menghormati dan menghargai. Aku pernah jadi minoritas dari segi agama saat berada di Nemberala. Namun itu tak menyurutkanku untuk tetap saling mengenal dan bersaudara satu sama lain. Aku juga belajar untuk tidak egois dan lebih banyak bersabar. Banyak hal yang mungkin tidak sesuai dengan apa yang kubayangkan atau yang biasa kualami. Banyak juga hal yang terjadi di luar dugaan namun itulah yang membuat hidup semakin berwarna. Masyarakat punya cara sendiri untuk menguji kita dan sejauh mana kita bisa menyesuaikan diri karena posisi diri ini adalah pendatang. Sesuai dengan peribahasa dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung, itulah yang benar-benar harus diterapkan.

Merupakan suatu kebanggaan saat suatu hari aku bisa bercerita tentang keluargaku di Nemberala kepada keluarga baruku di Limboro. Ya, aku memperlihatkan tentang Nemberala. Keindahan, keunikan dan potensi yang Nemberala miliki. Aku memperkenalkan Nemberala dengan semangat. Di sore hari yang cerah itu, aku buka peta Indonesia dan menunjukkan letak Nemberala, di kabupaten terselatan se-Indonesia, di Rote Ndao, NTT. Aku sampaikan pada orang Limboro bahwa yang mereka lihat di laptopku itu adalah keluargaku juga. Keluarga yang sewaktu-waktu harus kudatangi. Seperti mereka, orang Limboro yang juga tidak akan terlupakan. Aku berkata bahwa kita semua ini adalah saudara, meskipun kita berbeda suku, agama dan ras. Meskipun kita sebelumnya tak pernah bertemu, hanya bisa saling melihat dari foto tapi kita sama-sama orang Indonesia. Kita ini saudara!

Momen itu sungguh sangat emosional. Hatiku tersentuh. Aku seperti mempertemukan antara Nemberala dan Limboro, dua tempat yang menjadi pembelajaran hidupku. Tempat yang meninggalkan jejak di hatiku dan aku tidak pernah sama lagi seperti sebelumnya. Rasanya ingin sekali aku ceritakan juga tentang Limboro kepada orang-orang Nemberala. Aku teringat mereka dan bertanya-tanya sedang apa mereka disana. Aku ingin menceritakan tentang Limboro dan segala tingkah polahnya, betapa suburnya Limboro, banyak buah, air panas dan keberadaannya yang diapit gunung.

Sejauh mata memandang terlihat pepohonan, sawah dan kebun. Tak lupa juga kubanggakan Nemberala yang sampai saat ini kukatakan tak ada yang mengalahkan keindahan pantai biru dan ombaknya yang menantang. Kekayaan alamnya dari pohon lontar, kelapa dan rumput laut. Lukisan Tuhan sungguh indah tak terperi. Betapa hebatnya Tuhan menciptakan semesta ini. Betapa berharganya kearifan lokal di tiap tempat yang kudatangi.

Satu hal yang pasti dalam perjalanan hidupku ini bahwasanya selalu ada orang baik yang dikirim Tuhan bagi hamba-Nya yang juga berbuat baik dan niat baik selalu dibalas dengan kebaikan yang berlipat-lipat. Aku bersyukur karena selalu dikelilingi orang baik.  Jika Albert Einstein mengeluarkan postulat relativitas, aku menyebutnya dengan postulat kebaikan. Itulah nilai yang sampai detik ini aku pegang saat berada dimanapun dan tak perlu hitung-hitungan hebat untuk membuktikannya. Hitungan Tuhan melebihi jangkauan akal manusia. Hidup ini terlalu singkat jika hanya dilewatkan dengan hal-hal yang biasa saja. Terima kasih untuk Nemberala dan Limboro yang menjadikan hidupku begitu berwarna. Terima kasih Tuhan atas kesempatan mereguk madu ilmu kehidupan yang tak pernah ada habisnya. Sekali lagi, terima kasih.

*Tulisan ini adalah manifestasi rasa rindu terhadap warga Desa Nemberala. Apakah ada pelampiasan kerinduan terhebat selain dengan bertemu ?


Cerita Lainnya

Lihat Semua