Rindu, Teriakan, dan Laporan-Laporan

LizaraPatriona Syafri 17 Maret 2016

"Sudah dua hari, Nci! DUA HARI!!" ucap Asma sambil mengacung-ngacungkan jarinya membentuk angka dua. Bersama dia, berbondong-bondong anak-anak lainnya menyuarakan segala keluh kesah.

Hari itu adalah hari Kamis, setelah 3 hari izin tidak masuk sekolah karena harus mengurus Olimpiade Sains Kuark (OSK) di pusat Kabupaten, Luwuk. Saya menjanjikan kepada mereka bahwa kami akan latihan untuk OSK 3 hari berturut-turut mulai Selasa-Kamis khusus di minggu itu, tapi karena izin, saya tidak bisa melatih selama dua hari. "Bagaimana ini, Nci? Torang mo betanding Hari Sabtu?" Ucan bicara sambil merajuk. Aku tersenyum sambil menghela nafas, "Iya, kan Nci sudah kasi kan buku sama kamu supaya kamu belajar dengan teman sebaya, kamu sama siapa? Sama Rangga kan ya?" Yap, teman sebaya adalah sistem yang saya buat agar 25 anak SD Inpres Moilong yang akan bertanding OSK bisa saling membantu dalam belajar.

Setelah riweh minta maaf sana-sini akhirnya saya berhasil masuk ke ruang guru. Saat keluar lagi, tetiba Winda kelas 6 memeluk saya sambil berkata, "Nciiii, torang rindu sama Enciii~" Dia merajuk. Dari kejauahan si kecil kelas 1 Intan dan si kecil kelas 2 Lita berlarian sambil teriak, "ENCIII~~" lalu berhamburan memeluk saya. "Kapan Nci masuk kelas kitorang?" (Lalu setelah itu biasanya mereka akan bertengkar kelas siapa yang lebih dulu) Sejenak saya menghela nafas dan menjelaskan segala yang terjadi serta waktu ganti untuk jam mulok di kelas mereka.

Adegan semacam diatas akan berulang terjadi dengan bermacam variasi jika saya sudah izin sabtu dan senin (meskipun tidak ada jadwal mengajar) untuk mengurus keperluan di kabupaten. Versi paling brutal adalah sehari menjelang gerhana matahari. Ojek saya masih melaju dari kejauhan mereka sudah teriak-teriak karena kebetulan jam istirahat. Mereka menuntut siapa yang menang lomba 'Gambar Bercerita' yang guru-guru adakan karena hadiah kacamata gerhana matahari ada pada saya. "Nci, siapa yang menang Nci?" "Nci kacamatanya sudah Nci jemput dari luwuk?" "Nci, kitorang deg-degan Ncii, so tak sabar ini!" Semua bersuara, bising. Ada yang teriak-teriak, ada yang lompat-lompat, bahkan tetiba ada suara lengkingan semacam periuk air masak versi 8 oktaf. Chaos. Namun lucunya, yang biasanya terkenal paling sulit diatur jadi mendadak baik dengan membawakan segala tas saya ke ruang guru. Ada yang berperan sebagai bodyguard dan memperkenalkan kolam baru di depan ruang guru, sudah ada lele jumbo disana. Mereka laporan segala sesuatu yang terjadi di sekolah selama saya tidak ada. " Ini Ncii, Pak Jamal (kepala sekolah) bebeli lele!" "Ncii, nciii!", sambil tarik-tarik baju saya. "Kitorang sudah punya bel", sambil tunjuk-tunjuk TOA kecil yang ada diatas pintu ruang guru. Dari segala hal ini, saya belajar banyak hal. Pertama, izin tidak hanya pada kepala sekolah dan guru-guru tapi juga pada anak-anak (dan akhirnya saya membuat semacam sistem jaringan komunikasi), jika tidak ingin diamuk massa anak-anak.  Kedua, dirindukan adalah hal positif yang memicu saya mengatur jadwal agar memiliki waktu berkualitas dengan anak-anak. Ketiga, jika kamu memegang sesuatu yang membuat mereka penasaran, mereka akan baik dan patuh padamu, hahahaha. Tengah Malam di Lopon, 10 Maret 2016

 

Dapat juga dilihat di: http://1mkata.weebly.com/diari-pengajar-muda


Cerita Lainnya

Lihat Semua