Makhluk Ajaib Bernama Pengalaman
LizaraPatriona Syafri 16 Maret 2016
Saya telah sampai pada titik jenuh dan bingung dalam menghadapi "keliaran" anak-anak Moilong selama belajar di sekolah. Hingga suatu ketika saya mendapatkan pesan dari Pak Hikmat Hardono tentang kisah anak dalam menggapai mimpi mereka.
Begini:
Lalu apakah ketika kita hadir dan menjelaskan profesi kita maka anak-anak itu akan secara ajaib mencapai cita-citanya di kemudian hari? Lalu bahkan ketika mereka jadi pantang menyerah dan berjuang terus mencapai cita-citanya maka sungguh-sungguh akan benar mereka dapat menggenggam mimpi mereka itu?
Tidak pula selalu demikian. Hidup ternyata bukanlah jalan linear dengan persamaan dan variabel yang jelas. Seseorang dapat mencapai mimpi, seorang lain mendapat mimpi orang lain dan ada pula yang tak dapat menggapai mimpi apapun.
Suatu kali Rendra –lagi-lagi puisi ini— menulis ‘...delapan juta kanak-kanak menghadapi satu jalan panjang, tanpa pilihan, tanpa pepohonan, tanpa dangau persinggahan, tanpa ada bayangan ujungnya..’. Dan sesungguhnya yang berjalan berduyun-duyun di jalan panjang itu –jumlahnya saat ini lebih dari 49 juta orang-- adalah anak-anak yang mengisi negeri ini di masa depan. Lapis-lapis yang kita lahirkan tempo hari dan sekarang sedang berbaris di jalan panjang ini.
Lalu apakah kita pantas berdiam diri membiarkan mereka berjalan tanpa dangau persinggahan? Tanpa pepohonan? Tanpa punya bayangan atas ujungnya?
Hidup memang tidak linear. Anak-anak itu pun punya hak penuh untuk menentukan sejarahnya sendiri di masa depan. Maka ini pastilah bukan soal apakah mereka akan mencapai mimpi. Ini soal perjuangannya. Ini soal menghadapi jalan panjang. Ini soal menghadapinya.
Dan sembari membayangkan kerumitan yang akan anak-anak itu hadapi suatu hari nanti, mari nikmati seluruh kerumitan yang kita hadapi hari-hari ini untuk menyiapkan satu hari sederhana dalam hidup mereka. Satu hari dalam dangau persinggahan yang kita siapkan. Satu hari ketika kita bersuka ria bersama mereka di bawah pepohonan sebelum mereka harus berjalan lagi ke depan. Maka sesungguhnya ini kerumitan yang tak ada artinya karena akan sanggup membayarkan bagi mereka cicilan ketangguhan menghadapi jalan panjang di depan.
Selamat terus bekerja, teman-teman.
Salam dari Galuh, markas Indonesia Mengajar, untuk semua panitia KI di manapun berada.
Hikmat Hardono
Karena pesan tersebut, saya kembali mengingat visualisasi yang pernah saya rancang saat saya akan mengajar di Desa Moilong: saya kesana bukan untuk membuat mereka pintar, tapi saya kesana untuk memberikan pengalaman. Alhasil, saya putar otak. Dengan waktu akhir minggu yang hampir selalu terpakai untuk mengurus urusan di pusat kabupaten, berarti saya harus menjadikan hari-hari aktif mengajar dengan pemberian pengalaman yang kaya. Akhirnya, saya putuskan untuk menceritakan kisah-kisah inspiratif setiap awal memulai pelajaran, belajar dari pengalaman orang lain.
Percobaan pertama, kelas 5.
Seperti biasa mereka baribut banyak keinginan: ada yang ingin permainan kuis siapa cepat, ada yang ingin permainan komunikata, ada yang ingin permainan Indonesia Usaha, ada yang ingin permainan around the world, ada yang ingin bermain tebak dadu. Ritual saya seperti biasa, berdiri di depan sambil sesekali melihat jam tangan. Mereka tersadar sedang dihitung berapa lama waktu mereka untuk tertib.
"Terima kasih sudah tertib dalam waktu 7 menit 27 detik. Wah lebih lama ya dibanding sebelumnya." Mereka kembali ribut saling mempersalahkan teman. "Ayok, sekarang Nci akan menceritakan sebuah kisah." Mereka masih meribut. Saya mengangkat hape saya tinggi-tinggi. "Nciii, ayo fotooo!" teriak Mail. Saya tersenyum. "Ada yang tau internet?" "Saya tau Nci, detik dot kom?" Lalu Ancy bercerita panjang lebar tentang bagaimana dia mengakses detik.com lewat hape-nya meskipun teman-temannya masih meribut. Ngomong-ngomong, anak-anak disini sudah ada yang punya alat canggih semacam handphone. "Ya seperti yang dibilang Ancy kalau kadang internet bisa cepat kadang bisa lambat. Nah sekarang sudah ada teknologi yang bisa membuat internet cepat terus, dan itu dibuat karena penemunya tau tentang kamekameha." Semua anak hening. "Kamekameha Dragon Ball, Ncii?" Sabri merasa heran. "Ya! Yang digunakan oleh Son Goku. Jadi dia menggunakan energi yang ada diluar dirinya untuk membuat internet cepat terus, semacam kamekameha, namanya 4G LTE."
Anak-anak terpana.
Kemudian, saya menceritakan tentang Khoirul Anwar penemu 4G LTE yang berasal dari Kediri, Jawa Timur. Dia pernah diejek berkali-kali saat tampil kedepan menceritakan gagasannya tentang 4G LTE, tapi sekarang ide tersebut bahkan bisa diaplikasikan dalam satelit luar angkasa. Khoirul Anwar kecil sering menonton Dragon Ball, seperti anak-anak di Moilong, dan saat ia jengkel dengan internet yang loading tetiba jadi lama, ia memutuskan untuk melakukan sesuatu: memunculkan transmitter dengan cara kerja seperti kamekameha.
Mendengar kisah itu, anak-anak antusias menceritakan apa saja yang nantinya mau mereka ciptakan.
"Nci, nci.. Torang mau babikin jam tangan yang ada layar udaranya!"
"Baju macam Iron Man, Nciii! Torang mau babikin itu!"
"Ncii sekarang ada hape layar sentuh to? Torang mau babikin hape layar injak, Ncii!!"
"Iya, iya. Bagus sekali anak-anak punya niat yang kuat untuk membuat sesuatu. Nah, sekarang kita mulai dengan hal yang mudah, kita segera buat galeri kelas ya bulan depan nanti," ucap saya sambil tersenyum.
Dan akhirnya, ide galeri kelas pun menguat. Setiap anak membuat karya apapun yang nantinya akan dipajang saat galeri kelas dengan mengundang orang tua dan masyarakat sekitar..
Nantikan kami dengan kejutan berikutnya ya :)
Moilong, 11 Maret 2016
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda