Semangat Kalian Menular, Nak

Lidya Annisa Widyastuti 14 Januari 2015

"Ibu, Ibu, anak-anak su (sudah) pameri (mencabut) rumput kebong belakang sekolah. Anak-anak laki-laki itu," kata Astuti, muridku kelas 5, padaku saat baru pulang dari acara Maulud Nabi di kampung Sisir.

"Serius?" tanyaku tak percaya. Kemarin setelah solat Jumat, agak sore kami memang janjian untuk pameri kebun belakang sekolah bersama. Namun karena hari itu juga aku diajak Mama di rumah untuk mendatangi acara Maulud di kampung sebelah, dan aku bersedia ikut. Acara jam 2. Ku pikir acaranya tak akan lama, paling jam 3 sudah selesai.

Ternyata jam 5 baru selesai. Selain itu hujan lebat juga mengguyur distrik Kokas daratan. Jadi kemungkinan besar, anak-anak bersemangat itu tidak akan datang apalagi pameri, pikirku. Karena aku tidak ada dan langit memang gelap sore itu. Ternyata aku salah. Mereka lebih bersemangat lagi untuk memberikan kejutan luar biasa itu, untukku.

Saat les malam, Ari dan Syahril kelas 6 dengan berapi-api bercerita tentang kegiatan rahasia mereka kepadaku. "Biar Ibu besok liat e, tong (kami) su kasih bersih kebong (kebun) sekolah," kata Ari.

***

Pagi ini kami, aku dan anak-anakku memang janjian untuk membuat kebun sekolah. Kebun sekolah yang sudah lama direncanakan - dari semester 1. Namun baru terlaksana pagi ini, Sabtu, 10 Desember 2015.

Sesuai arahan dari Ibu Rahma, setiap kelas harus membawa bibit ubi, keladi, ketela atau singkong. Dengan bibit di tangan kanan, dan parang ditangan kiri, pagi itu anak-anak sudah siap bak prajurit perang saja. Haha...

Dari yang kecil, sampai yang besar, seperti takut ketinggalan, semua membawa bibit-bibit itu-bahkan ada yang bawa satu karung! Tak ku sangka semangat mereka begitu hebat. Aku tak mau kalah, ku pompa semangat tuk buat kebun impian kami.

Seperti mengerti, mentari pagi ini menyapa hangat, langit membiru terang melindungi, anak-anak sudah berdatangan. Kemudian ku toki (pukul) bel sekolah untuk mengumpulkan mereka semua. Seperti biasa, suara lebah mereka yang paling terdengar saat mereka berkumpul.

Setelah berdoa, berterimakasih pada yang sudah pameri rumput kemarin dan memberikan sedikit pengarahan, aku mengajak mereka untuk mengambil bibit-bibit buah yang sudah tersimpan di rumah tanaman Mama di rumah. Ada bibit mangga, nangka, durian, duku dan rambutan. Bibit-bibit itu dari dinas kehutanan Fakfak.

"Tong (kita) tanam bibit buah di kebun to. Kalau su besar, Ibu su trada (sudah tidak) di sini, kamong (kalian) bisa kirim gambar ke Ibu. Bilang, Ibu tong pu bibit buah (bibit buah kita) su besar baru ini buahnya. Tong makan," kataku disambut tawa geli mereka.

Awalnya ku pikir mereka tak kan sesemangat ini. Pohon mangga ada di hampir penjuru kampung, kalau berbuah jangan tanya, sampai bosan. Rambutan, nangka dan durian di kebun mereka banyak. Mungkin duku adalah buah yang jarang mereka jumpai. Karena langsap yang banyak di sini. Namun pemikiran itu salah besar!

Para kurcaci kecil itu dengan riang gembira mengikutiku ke rumah untuk mengambil bibit buah. Sampai di rumah, langsung ku pilih bibit-bibit yang akan kami tanam di kebun kami. Satu anak ada yang bawa satu dan ada yang bawa dua bibit. Bahkan ada yang disimpan di tas ranselnya! Haha

Sampai di sekolah, Ibu Rahma membagi mereka dalam 5 kelompok sesuai dengan 5 jenis bibit. Dibantu Bapak Achmad Pattiran, mantan kepala sekolah kami dulu, anak-anak membawa bibit ke tempat yang sudah ditunjuk.

Kemarin mereka memang sudah pameri, tapi belum semuanya bersih. Jadilah semua kelompok berlomba untuk membersihkan "lapak"nya dari rumput super tinggi, makanan dari para kambing.

Usaha mereka luar biasa. Keringat mengucur deras. Baju basah karena keringat. Dari yang kecil sampai yang besar bersatu padu membuat kebun itu layak dan bersih. Mereka berlomba takut didahului kelompok lain.

Sepertinya pameri dan menanam bibit menyita cukup waktu. Tak terasa matahari sudah memancarkan panasnya. Jam sudah menunjukkan pukul 11. Karena sudah terlalu siang, kami memutuskan untuk menunda menanam bibit-bibit yang mereka bawa. Setelah menyimpan bibit-bibit di belakang sekolah, kami sepakat untuk melanjutkan sore ini, termasuk membuat pagar sekeliling kebun.

***

Setengah 5, aku langsung bergegas menyusul anak-anak yang katanya sudah menungguku di sekolah. Benar saja, halaman belakang sekolah sudah penuh oleh anak-anak.

"Ibu, ada kambing. Kalau trada pagar, baru (terus) kitong pu tanaman tra aman. Apalagi ini, tong pu kelompok pu tanaman (tanaman kelompok kami - sambil menunjuk bibit nangka), itu makanan kesukaan dong (mereka - kambing)," kata Atika, kelas 6, kelompok tanaman nangka dengan khawatir.

Akhirnya, kami bagi menjadi 2 kelompok. Kelompok buat pagar dan kelompok pameri rumput. Kelompok buat pagar mencari kayu di hutan. Kelompok pameri bertugas membersihkan rumput dan membuat gundukan tanah untuk bibit sayur yang sudah ku siapkan.

Saat asyik membantu mereka, tiba-tiba Syahril, kelas 6, yang sedang memakai baju bola merah, membawa sebuah durian harum untukku.

"Ibu, ini untuk Ibu. Tong (kami) ambil di Yarere (kebun). Beta (saya) deng (dengan) Rizal," kata Syahril sambil nyengir dan menyerahkan sebuah durian kuning menggoda yang juga buah kesukaanku. Oh... soooo sweet...

Mereka masih ingat aku pernah cerita tentang durian. Tanya-tanya tentang siapa yang punya kebun durian. Musim durian. Oh... perhatian kalian itu SO SWEET bangetttttt si kalian Nak...

Ini juga terjadi saat musim mangga sekarang ini. Mereka, anak-anakku, hampir setiap hari membawakanku mangga. Tak hanya seorang, dan sebutir mangga, juga tak hanya anak-anak yang besar, hampir semua anak memberikanku mangga, berbagai macam jenis mangga dan menggajarkanku cara makannya.

Adalagi, Senin siang, 12 Januari 2015, saat aku sedang istirahat di kamar, seorang anak manis, Novela namanya, dia kelas 5, tiba-tiba membawakan buah berduri warna kuning (durian) 3 buah. Dia bilang, "Ini untuk Ibu, beta kan su janji. Katanya sambil malu-malu dan tersenyum lebar,"

Terimakasih anak-anakku. Perhatian,semangat dan kebaikan kalian sangat luar biasa, dan menular! Semoga seperti kalian Nak, bibit-bibit ini dapat bertumbuh baik dan besar di tanah yang penuh kebaikan ini. Tumbuh subur dengan akar yang kokoh dan buah-buah yang banyak dan rimbun... Aamiin...

Kampung Baru, Kokas, Fakfak. Sabtu, 10 Januari 2015


Cerita Lainnya

Lihat Semua