Mambunibuni
Lidya Annisa Widyastuti 14 Januari 2015Brmmm...
Suara mesin Jonson yang dipanaskan. Bapak sudah siap dengan tangan di kemudi dan duduk di "singgasana"nya. Aku, Mama, Faruq, Horiq sudah siap naik ke Jonson lewat patar belakang. Jonson itu memang sudah diparkir melintang di belakang rumah.
Bersama keluarga Siti, murid kelas2 sekaligus tetangga, yaitu Siti, Mamanya, Bapaknya, dan Burhan, Kakak Siti. Kami sudah siap duduk mengambil posisi aman di Jonson. Hari itu Senin, 5 Januari 2015, sekitar jam 4.
Sebenarnya aku mau duduk di ujung paling depan Jonson. Tapi apa daya, Bapak Siti mengingatkan bahwa laut sedang ombak. Jadi kuurungkan niatku. Selain basah , guncangannya juga lumayan katanya.
Aku mengambil duduk di tempat duduk belakang di samping Mama. Ini kali ke 2 aku mengunjungi Mambunibuni. Sebuah kampung, di distrik Kokas. Biasanya orang yang mau ke Bomberay (distrik transmigran orang Jawa) pasti lewat kampung ini.
Kami ke sana untuk mengambil atap dari daun yang dirajut rapi oleh orang tua Siti. Selama perjalanan, ombak memang lumayan kencang. Kiri kanan pemandangan luar biasa memanjakan mata. Dari air laut, kami berpindah ke air tawar. Sungai yang menghubungkan kampung ini.
Di kampung ini dan sekitarnya, kepiting menjadi makanan sehari-hari sekaligus mata pencaharian. Dari yang kecil sampai super besar. Kami berkunjung ke rumah Siti yang ada di Mambunibuni. Kemudian kepala sekolah SD YPK Mambunibuni.
Di depan rumah kepela sekolah, ada beberapa tumpuk durian yang dijajakan. 1 tumpuk 50 ribu. 1 tumpuk berisi 3-5 butir tergantung besar kecilnya durian. Kami sempat berfoto bersama di depan rumah Siti. Sepanjang perjalanan pulang, Horiq, Faruq, Siti, Burhan asyik melahap daging durian pulen itu.
Sebelumnya aku datang hari Sabtu pagi. Di kampung ini ada Pasar Rabu dan Sabtu. Jadi setiap Rabu dan Sabtu pagi, orang-orang berjejer di pinggir-pinggir jalan menjajakan barang dagangannya. Mereka berasal dari berbagai kampung dan menjual macam-macam barang dagangan.
Biasanya sayur dan hasil laut, seperti ikan, kepiting dan kerang. Salah satu pedagangnya adalah Nenek, Ibu dari Bapak. Walau sudah senjang secara fisik, namun Nenek tetap bersemangat mencari kerang untuk dijual di pasar ini. Satu karung kerang!
Di pasar ini, semua barang bebas dibeli kapan saja kecuali ikan. Ikan (biasanya ikan asap) hanya bisa dibeli setelah ada tanda dari si pemimpin pasar. Biasanya orang-orang akan "titip uang" ke pedagangnya dulu, setelah boleh membeli mereka baru mengambilnya di pedagang tersebut.
"Takut kehabisan ikan," kata Bibi, adik Bapak Jhon yang ikut membeli ikan di pasar itu. Hal unik lainnya adalah selama pasar berlangsung, kendaraan bermotor, baik motor,.mobil, truk dilarang untuk melalui pasar ini. Karena aktifitas di pasar ini dilakukan di ruas jalan, di depan SD YPK Mambunibuni.
Kampung Baru, Kokas 7 Januari 2015
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda