Scrabble Bahasa Indonesia

Lidya Annisa Widyastuti 25 Mei 2015

Hari ini, aku langkahkan kakiku cepat, tergesa-gesa berangkat ke sekolah sambil membawa sebuah kotak berisi beraneka warna kertas dan beberapa permainan. Aku takut terlambat! Sambil ngos-ngosan, ku buka pintu kantor guru.

"Nak, toki (pukul) bel dolo suda," kataku pada salah seorang anak yang berada di luar kantor.

Kemudian, sambil membawa barang bawaan seabrek tadi, aku masuk ke kelas VI. Hari ini jam pertama giliranku yang mengajar Bahasa Indonesia. Di sekolah ini aku adalah guru mata pelajaran Bahasa Indonesia dan Matematika bagi siswa kelas IV, V dan VI.

Setelah berdoa, sebenarnya aku mau melanjutkan mendongeng tentang ikan paus dan minyak lemaknya. Janjiku pada mereka kemarin. Namun, o o... Ku cari-cari di dalam tas. Buku cerita dan laptop lupa ku bawa! "Ibu, katong mau nontong film paus to? Kemaring kan Ibu su janji to?" kata salah satu anak.

Cepat, tak ingin ingkar janji, akhirnya aku ijin pada anak-anak untuk pulang mengambil barang-barang yang tertinggal.

"Kamong maen ini dolo e," kataku sambil menyerahkan setoples penuh tutup botol bertempelkan kertas warna warni dan tertera bermacam-macam huruf di atasnya. Satu tutup botol satu huruf. Mirip permainan Scrabble lah awalnya ku buat itu.

Setengah berlari, aku mempercepat langkahku menuju rumah. Cepat ku ambil buku dan leptop itu, dan langsung berlari kembali ke sekolah. Beberapa orang yang berpapasan denganku di jalan sampai bilang, "Ibu Guru olahraga e,"

Sampai kelas VI, aku melihat semua anak semangat sekali dan sedang serius dengan tutup-tutup botol di depannya. Mereka juga sudah membentuk 3 kelompok.1 kelompok laki-laki. 2 kelompok perempuan.

Ternyata mereka sudah menyusun huruf-huruf tersebut membentuk beberapa kata dalam bahasa Indonesia. Misalnya saja ada kelompok yang menyusun kata menjadi sawi, pepaya, gula, dan buah sayur lainnya.

Tak mau kalah, ada juga yang menyusun "aku anak pintar dan jago". Ada juga yang menulis nama-nama mereka sendiri. Mereka sudah lupa dengan buku cerita dan laptopnya yang kubawa. Padahal tadi mereka minta nonton video ikan paus. Buku dan laptop ku letakkan rapi tak dilirik di atas meja guru.

Bolak balik mereka mencoba menyusun berbagai macam kalimat. Cara menyusun kalimat dengan huruf-huruf ini memang cukup efektif daripada aku suruh mereka membuat kalimat di kertas langsung.

Sampai akhirnya kelompok laki-laki mulai memele (menutup atau menghalangi) hasil karya mereka dengan badan saat aku berpindah dari satu kelompok ke kelompok lainnya.

"Ih Ibu, tra bole liat e!" kata Masrun, Fahri, Malik dan Busro. Kompak. "Ibu tunggu dolo. Katong buat dolo baru Ibu liat," tambah mereka sambil menutupi susunan kata rahasia seraya mengusirku.

"Yo sudah. Ibu pigi suda. Kamong bikin bae bae e!" kataku sambil beralih ke kelompok perempuan.

Ternyata itu mempengaruhi para perempuannya. Mereka juga ikut-ikutan menutupi kata-kata yang mereka susun. "Ah, baiklah. Banyak rahasia di sini," kataku menggoda mereka.

Lalu kelompok laki-laki menunjukkan hasil karya mereka. "Ibu Lidya dan anak muridnya kelas 4," susun mereka.

"Wah memang... Tra kosong wok. Ayok kamong bikin lae yang lain e," tantangku.

Pun demikian yang perempuan, saat menunjukkan susunan kata-kata mereka, kalimat itu berbunyi, "Kami sayang Ibu Lidya". Terharu ku dibuat oleh Ummi, Dewi dan Ati. Mereka belajar menulis kalimat utuh. "Aku anak hebat," kata yang tersusun dari kelompok Arum, Yanti dan Ulfa.

Tak lama, para jagoan di kelas IV memperlihatkan karya mereka. Fahri memanggilku, "Ibu, suda. Ibu liat suda," ajaknya. Masrun, Malik, Busro senyam senyum penuh makna.

Saat ku baca, terkesima aku dibuat mereka. Mereka perayu-perayu ulung! Ah menggemaskan! "Kami semua di SD Inpres Kampung Baru Sayang Ibu Lidya," huruf-huruf itu disusun rapi menjadi kalimat yang epic!

Padahal kalau ku minta mereka buat kalimat, mereka akan kebingungan. Kemudian mereka ku tantang merangkai kalimat yang lebih baik lagi. Yang langsung diterima oleh mereka.

Yang perempuan juga langsung menunjukkan hasil karya mereka, "Kami murid Ibu Lidya yang cantik," katanya. Mereka juga membuatku speechless.

Karena penasaran, bolak balik aku mengunjungi lapak anak lelaki. Tetap, dengan teguh mereka menyembunyikan yang sedang mereka rangkai.

Sampai akhirnya, "Ibu, Ibu! Su jadi," kata Busro si penyuka Bahasa Indonesia. Ku merapat ke depan mereka dan ku temui rangkaian kata, indah, penuh makna.

"Ibu Lidya kalau suda pulang di Jawa jangan lupa kita semua," tersusun rapi walau ada kurang huruf tapi Subhanallah, terharu; senang sekaligus sedih. Seperti pengingat dan salam perpisahan. Padahal waktuku tuk pergi masih sekitar satu bulan lagi.

Tanpa kata dan senyam senyum mereka memberi kata-kata hebat dipenghujung pelajaran Bahasa Indonesia kali ini.

Mereka hari ini belajar Bahasa Indonesia tanpa mereka sadari, yang lebih tidak mereka sadari adalah mereka memberitahuku bahwa mereka sangat menyayangiku; tulus.

Ibu juga sayang kalian semua, Nak. Tidak akan pernah Ibu lupa, setahun berharga yang kalian beri dan isi di sini bersama Ibu, Nak. Mungkin kelak Ibu sudah tidak ada, mungkin juga kalian kelak lupa, tapi kalian sudah mengajarkan banyak hal; mengambil dan mengisi penuh satu ruang spesial di hati Ibu. Terimakasih anak-anakku!

*Kampung Baru, Kokas, Jumat, 15 Mei 2015. Hari kejepit kata orang, namun tidak untuk banyak anakku di SD Inpres Kampung Baru. Semangat mereka untuk sekolah terus berkobar; menular.


Cerita Lainnya

Lihat Semua