info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Involve

Laili Khusna 8 Mei 2011
Ini merupakan refleksi dari classmeeting saat masa jeda usai Ulangan Tengah Semester (UTS) beberapa waktu lalu. Sudah empat tahun siswa-siswa tidak merasakan perlombaan antarkelas sebagaimana sekolah pada umumnya. Setelah UTS atau Ulangan Umum Semester anak-anak hanya berlarian, bermain ke sana ke mari, berangkat sekolah tidak untuk belajar. Akhirnya pada saat masa jeda Ulangan Umum Semester I awal Januari lalu, kuadakan lomba sederhana antarkelas, bentuknya indoor games karena tidak ada area outdoor, plus lomba kebersihan antarkelas agar anak-anak bersemangat membersihkan rumah belajarnya. Saat itu kuajak guru-guru untuk bergabung mempersiapkan lomba. Segelintir guru honorer melibatkan diri. Hadiah pun sederhana, kalung permen dan sekotak coklat dari kantongku dan kantong seorang guru. Pada masa jeda UTS semester ini kulontarkan ide untuk mengadakan kompetisi lagi. Kali ini harus lebih seru. Guru olahraga pun kuajak diskusi, akhirnya disepakati Pertandingan Bulutangkis Ganda Putra dan Putri untuk kelas 4-6 serta lomba estafet lari kelereng untuk kelas 1-3. Ide untuk lomba bulutangkis muncul karena melihat kegemaran anak-anak bermain bulutangkis setiap hari di Gedung Serbaguna Desa yang baru saja selesai dibangun. Kami meminta izin kepada staf desa untuk meminjam gedung baru tersebut. Kubuat pengumuman dan lembar pendaftaran. Anak-anak berbondong-bondong mendaftarkan diri. Lomba siap dimulai esok hari. Pagi hari, guru olahraga belum tiba karena motor beliau mogok di kota. Sebelum hari terlalu siang, kuajak penjaga sekolah (atau staf TU- maaf posisi beliau di sekolah ini belum jelas) yang gemar berolahraga untuk mengatur pertandingan dan menjadi wasit. Para peserta siap dengan raket di tangan, baik raket pribadi maupun pinjaman. Anak-anak lain pun datang menonton. Saat semua sudah siap, rupanya shuttlecock milik sekolah sudah habis dan dana untuk membeli yang baru belum tersedia. Akhirnya kurogoh kocek, mengambil dana yang pernah dibayarkan sekolah padaku sebagai anggota panitia Tes Daya Serap untuk membeli shuttlecock di warung dekat sekolah. Semua siap. Pertandingan dimulai. Anak-anak bersorak sorai, cerah sekali raut wajah mereka. Para peserta menunjukkan kemampuan terbaik mereka. Di sinilah benar-benar tampak bakat terpendam anak-anak. Mereka yang biasanya berulah di kelas rupanya berbakat dalam olahraga. Kemampuan bulutangkis mereka patut diacungi jempol. Semangat mereka benar-benar membara. Bahkan ada yang sangat ingin menjadi atlet bulutangkis. Riuhnya suara anak-anak tampaknya menarik guru-guru lain untuk bergabung. Tidak hanya guru, kepala desa beserta sebagian stafnya turut menyaksikan. Ada pula guru yang turut bermain. Di tengah pertandingan, seorang guru mendatangiku seraya mengutarakan hal di luar dugaanku, “Bu, nanti juara 1-nya seragam batik siswa aja, masih ada di saya, nanti saya siapkan.” Alhamdulillah... Benar-benar tak kusangka, akhirnya ada yang peduli untuk memberikan yang terbaik bagi murid-muridnya. Terpikir olehku untuk memberikan piala sederhana bagi para juara. Saat kuutarakan ideku tersebut, seorang guru mengatakan akan mempersiapkan piagam bagi para juara. Alhamdulillah lagi... Sebelum muncul ide dari guru-guru tersebut, ide hadiah hanya berupa buku dan alat tulis yang mudah diperoleh, itu pun kemungkinan besar dengan uangku. Saat aku bertanya-tanya hadiah apa untuk juara dua dan tiga, guru paling muda (bahkan lebih muda dariku) mengusulkan kaos kaki dan ia akan membantu membelikannya (dengan uangku). Ketika hari pembungkusan hadiah tiba, seorang guru senior meletakkan dua pak buku tulis, satu pak pensil 2B, serta satu pak pena di atas mejaku. “Ini buat hadiahnya Bu,” ujar beliau. Alhamdulillah untuk ke sekian kalinya... Melihat semangat rekan-rekan guru dalam kegiatan sederhana ini, mulai dari mengatur jalannya pertandingan, membelikan hadiah, membungkusnya dengan rapi, mempersiapkan piagam penghargaan membangkitkan semangat lagi bagiku. Aku tahu selama ini aku mudah menyerah dengan keadaan yang ada. Ketika mereka kuajak dan tampak tidak bersedia terlibat, aku diam. Sudah. Cukup. Bisa jadi karena ide-ideku sebelumnya kurang menarik bagi rekan guru sehingga mereka tak berminat bergabung dalam kegiatan yang kuusulkan atau memang mereka enggan, entahlah. Yang pasti ini benar-benar menjadi pelajaran bagiku untuk melibatkan rekan kerja dengan cara yang menarik. Merekalah tonggak utama sekolah ini, maka sudah semestinya mereka terlibat dalam memajukan sekolah mereka sendiri. Kuncinya adalah dengan tidak mudah mundur dari sekadar melihat keengganan mereka. Ciptakan momen-momen yang menarik mereka, rekatkan silaturahim dengan mereka meski hanya melalui obrolan dan canda tawa sederhana serta kegiatan singkat yang dilakukan bersama mereka. Ketika hari pembagian hadiah tiba, sengaja kurencanakan tepat saat kedatangan fotografer dari Edward Suhadi yang bekerja sukarela untuk Indonesia Mengajar. Kepala sekolah dan seluruh staf yang hadir saat pagi pembagian hadiah dan piagam bergabung dengan anak-anak, bergantian memberikan piagam serta hadiah pada para juara. Jepretan sang fotografer menambah suasana bahagia para guru dan murid pagi itu. Classmeeting hanyalah momen singkat dan sederhana, namun rupanya mampu merekatkan silaturahim dengan rekan kerja. Masih terngiang di benakku kala mengajukan usul untuk mempercepat diadakannya bimbingan belajar bagi kelas 6 sebab waktu ujian tak lama lagi. Kepala sekolah setuju. Awalnya aku mengira (lagi-lagi) akulah yang akan mengajar les. Namun setelah kuungkapkan usulan ini pada guru-guru bidang studi yang akan di-ujian nasional-kan, mereka bersedia untuk membimbing anak-anak di luar jam mengajar (setelah melalui diplomasi yang agak membuatku gemas tentu saja). Alhamdulillah... Involve. Melibatkan orang-orang yang bekerja bersama kita demi kemajuan sasaran kerja kita. Bukan hal mudah memang, namun bukan hal yang tidak mungkin. Kita memang tak dapat mengharap seluruh orang mendukung program yang kita usulkan, namun kita dapat berharap satu dua orang dapat membuat rencana kita lebih baik dari jika hanya kita yang memikirkannya sendiri. Sekali lagi, libatkan tonggak utama, libatkan para guru demi kemajuan pendidikan bangsa ini. Selasa, 19 April 2011 Suatu siang di SD tempatku mengajar, usai Ujian Sekolah Hari Pertama

Cerita Lainnya

Lihat Semua