info@indonesiamengajar.org (021) 7221570 ID | EN

Hari Guru: Hari Ini Hari Milikmu, Murid-muridku...

Laili Khusna 27 November 2010
Catatan Hari Guru dari Rantau Panjang sisi barat, Paser: Murid-muridku bersemangat memberikan persembahan terbaik untuk guru-guru mereka: menggambar, membuat poster, menulis puisi dari A-Z untuk guru mereka, hingga berlatih menyanyi Hymne Guru yang kemudian pada hari-H selalu dinyanyikan ketika guru memasuki kelas. Tak ada guru yang ingat bahwa 25 November adalah Hari Guru. Kala aku memberikan ucapan Selamat Hari Guru disertai doa untuk mereka di setiap lembar kertas dan kuletakkan di meja mereka sebagai kejutan pagi hari, reaksi mereka adem ayem saja. Bagiku, baiklah, itu tidak masalah, toh hanya sebuah catatan dari orang baru sepertiku. Namun kala aku melihat seorang guru yang sibuk sendiri saat murid-murid kelas 6 bersenandung, “Terpujilah wahai engkau Ibu Bapak Guru....” hingga berakhirnya lagu itu, bahkan guru itu sama sekali tidak melayangkan pandangannya ke anak-anak yang berusaha memberikan usaha terbaik mereka, saat itulah hatiku menangis. Tanganku gemetar menggenggam telepon genggam yang kugunakan untuk mengabadikan momen mereka. Kutunggu guru itu bereaksi. Nihil. Aku menanti tanggapan semua guru di hari itu: nol koma nol empat. Hampir tak ada apapun. Namun di hari itu, aku tetap memberikan senyumku untuk anak-anakku yang telah mengajariku makna ketulusan. Catatan Hari Guru dari Rantau Panjang sisi timur, Paser: Sahabatku bersama anak-anak didiknya telah berlatih formasi untuk memberikan persembahan lagu Terimakasih Guruku yang akan dinyanyikan tepat di Hari Guru. Ketika saat yang dinantikan tiba, seorang guru justru membentak anak-anak, menyuruh mereka berbaris dengan rapi, padahal sahabatku telah menjelaskan bahwa memang formasinya seperti itu. Murid-murid yang awalnya ceria menjadi kaku dan tegang. Namun dengan penuh kesabaran, sahabatku tetap mempertahankan senyumnya di hadapan anak-anak yang telah dilatihnya dan berusaha membesarkan hati mereka. Anak-anak itu pun tetap bersenandung, “Guruku tersayang, guru tercinta...” Usai persembahan lagu, anak-anak memberikan surat cinta dan puisi untuk guru mereka. Miris kala seorang guru tiba-tiba mencemooh tulisan murid-muridnya sendiri yang ia nilai jelek. Hati sahabatku kembali menangis, serasa ingin sekali berkata keras-keras di depan guru itu, “Pak, Bu, tolong dibaca isinya...tolong dibaca apa yang mereka tulis... Sejelek apapun, mereka menulis: “I love you Pak Guru,I love you Bu Guru...” Dan kemudian semalam aku membaca laporan singkat dari sahabatku, seorang pengajar muda yang bertugas di pedalaman Majene, Sulawesi Barat, tepatnya di Bukit Passau- sebuah negeri yang sangat indah... Catatan Hari Guru dari Bukit Passau, Majene: Terharu mendengar kesuksesan Tika di Hari Guru (Pengajar Muda Tika menerima penghargaan sebagai juara 3 Lomba Pidato Guru SD-SMA di upacara peringatan Hari Guru se-kecamatan Bantan, Bengkalis, Riau_red), Asril dengan Kosterikanya (Pengajar Muda Asril membentuk Kelompok Sastera Indraloka, Tulang Bawang Barat, Lampung_red), Yuni dgn latihan menyanyinya...(juga di Tulang Bawang Barat_red). Sementara di sini, bagi anak-anakku yang "masyaallah" pemalunya (hingga nyaris membuatku gila di minggu pertama!) yang tinggal di atas bukit Passau, berbahasa Indonesia saja sulit, Indonesia Raya di"baca"kan, bukan di"lagu"kan- mereka tak bisa menyanyikannya! Di hari Guru yang hujan deras dan hampa- aku hadir sendirian di sekolah hari itu, guru-guru tak ada yang datang karena mereka tinggal di bawah dan jalanan tak mungkin bisa ditembus saat hari hujan, kupeluk mereka. Sembari memotong kuku hitam mereka satu persatu (73 orang, mereka tidak punya gunting kuku! Bisa dibayangkan!), kumantapkan diri untuk perjuangan di sini yang masih akan sangat panjang: menyadarkan mereka bahwa masih ada sisi dunia lainnya, mematahkan keyakinan tanpa syarat mereka bahwa Passau bukanlah awal dan akhir penciptaan. Gusti Allah...aku mencintai anak-anak alien yang pemalu ini. (Ditulis oleh seorang Pengajar Muda yang pernah kukisahkan dalam catatan sebelumnya- Mereka yang Telah Memilih- ia keluar dari bank besar tempatnya bekerja, membatalkan semua bonus perjalanan keliling beberapa negara dan memilih menjadi Ibu Guru di tengah anak-anak Indonesia yang masih sulit berbahasa Indonesia). Usai membaca laporannya, aku tak kuasa berkata apa-apa. Yang jelas aku mengerti satu hal: di hari Guru, 25 November 2010 sejatinya adalah hari milik murid-murid kami. Hari ini hari milikmu... juga esok masih terbentang... Dan mentari kan tetap bernyala... Di sini di urat darahku. (Abah Iwan dalam Mentari) Rantau Panjang, 27 November 2010 Di hari libur sekolah yang tak jelas alasan liburnya.

Cerita Lainnya

Lihat Semua