info@indonesiamengajar.org (021) 7221570 ID | EN

Antara Aku dan Ki Hajar

Laili Khusna 8 Mei 2011
Selama 22 tahun aku mendapati 2 Mei di kotaku, lebih tepatnya di kampungku. Rumahku tak jauh dari makam Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantara. Setiap hari aku melewati taman makam Ki Hajar dan hampir setiap Hari Kemerdekaan aku berkunjung ke makam beliau. Momen-momen yang bersangkut paut dengan Ki Hajar cukup kukenal, sebab perguruan yang didirikan Bapak Pendidikan Nasional itu dekat pula dengan rumahku. Pada hari tertentu, seperti 2 Mei yang diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional, kaum Perguruan Taman Siswa melakukan seremoni di halaman Taman Makam Ki Hajar yang dilanjutkan ziarah ke makam beliau. Betapa dekatnya aku dan orang-orang kampungku dengan nama beliau. Bahkan kami selalu menyebut taman makam itu dengan makam Ki Hajar padahal nama resminya adalah Taman Makam Wijaya Brata. Nama Ki Hajar begitu melekat, namun sekarang aku sadar sepenuhnya sadar bahwa selama itu hanya nama beliau yang terasa lekat, hanya nama. Saat 2 Mei 2011 aku memperingati Hari Pendidikan Nasional di SD tempatku mengajar, jauh di seberang pulau tempatku dibesarkan, jauh dari kampungku, jauh dari rumahku, jauh dari Makam Ki Hajar Dewantara yang setiap hari kulalui, aku baru merasakan lebih dari sekadar nama Ki Hajar terpatri dalam benakku. Cita-cita beliau. Pesan beliau. Perjuangan seorang Bapak yang ingin bangsanya maju dengan memajukan pendidikan di negeri ini. Jlep! Kenapa aku baru sepenuhnya sadar kala jauh dari “nama” beliau, jauh dari momen yang bertalian erat dengan beliau? Ya, dulu momen di halaman makam Ki Hajar barangkali hanyalah peringatan yang lekas berlalu, cepat dilupakan, sekadar seremoni yang tak berarti apa-apa. Ketika teman-teman dan aku terjun sebagai bagian dari pelari marathon yang mendapat tongkat estafet dari beliau untuk memajukan pendidikan negeri ini, saat itulah aku menyadari cita-cita mulia yang dimimpikan oleh ruh di balik Makam Ki Hajar itu. Bangsa yang cerdas, terdidik, dan maju. Salah satu langkah strategisnya adalah memajukan pendidikan melalui sekolah. Sekolah bukan sekadar tempat dengan sejumlah guru dan murid. Sekolah bukan sebatas amanah pemerintah. Sekolah adalah jalan dari cita-cita luhur Ki Hajar, seseorang yang berjuang bahkan sebelum Indonesia merdeka dari penjajah asing. Sekolah adalah jalan di mana generasi bangsa ini bisa dididik dengan baik sehingga menjadi bangsa yang maju dan bermartabat, bukan bangsa yang mudah dijajah bahkan oleh saudara sebangsanya sendiri. Sekolah semestinya menjadi sarana bagi generasi negeri ini untuk menuntut ilmu dan belajar moral, sarana bagi para pendidik untuk melanjutkan perjuangan Ki Hajar, bukan tempat bagi murid untuk dibiarkan tanpa diajar, bukan tempat bagi pendidik untuk sekadar bekerja. Sekolah adalah tempat berkarya, baik bagi siswa maupun bagi para pendidik. Siswa berkarya melalui belajar dan pendidik berkarya dengan membimbing murid-muridnya agar menjadi anak-anak yang cerdas, terdidik, dan maju. Sekali lagi, sekolah adalah jalan dari cita-cita luhur seorang pejuang Indonesia di abad lalu untuk Indonesia di masa depan. Ki Hajar Dewantara tak pernah mundur dari perjuangan mendidik bangsa sendiri hingga akhir hayatnya. Tak pantas rasanya bagiku yang baru berusia 23 tahun untuk menyerah terhadap keadaan yang ada, untuk mundur dari tumpukan hutang pendidikan, untuk berkata sudahlah, untuk berhenti pada level ini, pada titik di mana seharusnya aku berjuang lebih. Bukan hanya aku, tapi kita semua. Meneruskan tongkat estafet dari Ki Hajar tak cukup dilakukan oleh guru saja atau pemerintah. Setiap diri kita memiliki tanggungjawab mendidik dan memajukan generasi kita dengan jalan masing-masing sebagaimana yang pernah kuutarakan: jika kita orangtua maka kita bertanggungjawab mendidik anak-anak kita; jika kita adalah seorang kakak, maka didiklah adik-adik kita; jika kita adalah warga negara, maka didiklah masyarakat dan generasi di sekitar kita, minimal kita mendukung proses pendidikan yang baik dengan cara yang baik pula dan tentu saja dengan sikap optimis. Sebelum Indonesia merdeka dari bangsa asing, Ki Hajar Dewantara telah mematri impian mulianya dengan mengawali pendirian sebuah perguruan kebangsaan. Maka, di awal abad baru ini saat Indonesia sudah dinyatakan merdeka 66 tahun lalu, sepatutnya kita membulatkan tekad untuk turut memajukan pendidikan anak-anak pertiwi. Jika kau bertanya padaku bagaimana aku mengawalinya? Dengan mantap akan kujawab: aku memulainya dengan menjadi seorang guru.

Rantau Panjang, 6 Mei 2011

Selamat Hari Pendidikan Nasional- 2 Mei 2011! :)

Spesial untuk Tim PM Paser: Keep Spirit! Keep Fighting! ^_^


Cerita Lainnya

Lihat Semua