Guru Bukan Malaikat
Laili Khusna 31 Juli 2011
Guru bukanlah malaikat. Murid juga bukan malaikat yang mampu dan mau mengerjakan tugas sesuai keinginan yang memimpinnya. So, just do the best in teaching, meski harus trial n error, trial n error lagi, n try the best again!
“Bu Guru p**i!” demikian sepenggal dari sebuah sms yang masuk ke nokiaku saat istirahat pertama sekolah dimulai. Salah satu sahabatku dimaki oleh muridnya yang terpaksa dikeluarkan dari kelas karena kenakalannya sudah di luar batas kewajaran yang bisa diterima. P**i adalah sebuah kata dari bahasa suatu daerah yang merujuk pada (mohon maaf) alat kelamin perempuan. Menurut penuturan sahabatku, anak tersebut kerap berulah di kelas dan ketika ditegur atau diberi peringatan dengan berbagai cara ia selalu melawan, melawan, dan terus melawan hingga akhirnya dengan terpaksa ia dikeluarkan dari kelas. Maksud hati adalah bentuk peringatan juga. Namun yang terjadi adalah... makian. Kejadian serupa dialami pula oleh sahabatku yang lain lagi: “Bu Guru a****g!” Alur kejadiannya mirip, anak yang suka berulah, susah dikendalikan, hingga akhirnya terpaksa dikeluarkan dari kelas dan kemudian responnya adalah... makian terhadap si guru.
Tulisan ini tidak hendak membahas mengenai murid dengan karakter sebagaimana yang telah dikisahkan, namun pada sosok seorang guru. Jika kita di luar posisi guru dan mencoba berpikir positif, biasanya kita akan berkata, “Oh kenapa ya murid itu bisa seperti itu? Mungkin latar belakang keluarganya, mungkin dia perlu didekati secara personal, bukan salah dia kan dia seperti itu, mungkin karena lingkungan. Kita harus mendekatinya secara personal, barangkali dia butuh perhatian lebih...” dan seterusnya... Well, pendapat seperti ini tidak keliru. Malah sangat membantu pada sisi-sisi tertentu. Namun ketika di posisi sebagai guru yang harus menghadapi puluhan bahkan ratusan siswa, bukan hal mudah melakukan semua saran itu tentu saja, apalagi jika itu sudah dilakukan dan hasilnya nihil, atau malah negatif. Maka, ketika dalam batin si guru mengeluh dan terkesan tidak sabar, itu karena satu alasan: guru bukanlah malaikat.
Guru memiliki energi yang terbatas, pikiran yang perlu istirahat, dan perasaan yang butuh kebahagiaan. Guru yang benar-benar ingin muridnya pandai dan berbudi pekerti baik akan berusaha seoptimal mungkin dalam menunaikan amanahnya. Akhirnya energi terkuras, pikiran terkikis, perasaan pun menjadi sensitif. Inilah yang kemudian sering membuat guru seolah-olah habis kesabaran, hilang kesabaran, yang akhirnya justru menimbulkan umpan balik negatif dari muridnya. Harapan guru yang besar terhadap muridnya tapi direspon sangat kontras oleh muridnya bak melempar umpan untuk ikan mas tapi ditarik paksa oleh ikan hiu dan membuat guru jatuh byur ke dalam air. Guru pun kesal. Terlanjur basah, terlanjur kesal. Meski setelah itu guru bisa menyesal dan tak tahu harus bagaimana menghadapi hiu yang telah menjatuhkannya ke dalam air karena ia tahu hiu itu tak sepenuhnya bermaksud buruk.
Guru bukanlah malaikat yang selalu dikisahkan positif dalam menunaikan tugas-tugasnya. Bukan. Guru bisa khilaf, bisa marah, bisa menangis, bisa mengeluh, dan bisa menyesal. Tapi guru juga bukan setan yang ingin membawa muridnya ke lumpur keburukan. Guru yang baik hanya ingin muridnya berbudi baik, pandai, dan menghargai orang lain. Dengan harapan itu, guru yang benar-benar guru mendayagunakan apa yang ia miliki sebaik mungkin, mencoba, berusaha melakukan yang terbaik untuk murid-muridnya meski upayanya kadang tak berhasil, bahkan direspon dengan sangat berlawanan oleh muridnya. Namun guru yang baik terus mencoba, dan mencoba, trial, trial, meski ujungnya harus error dulu, failed dulu, tapi tak ada saran yang lebih baik lagi selain terus berusaha, trial, hingga akhirnya “right” (yang tak selalu akan right pada setiap murid). Menemukan metode yang tepat dalam pencapaian harapan seorang guru terhadap muridnya butuh daya ekstra, terlebih melakukannya. Dan guru bukanlah malaikat yang dapat melakukannya dalam sekejap dan berhasil. Tidak. Guru hanya musti berusaha. Berupaya sebaik mungkin. Sebaik mungkin, sebab sekali lagi guru bukan sosok malaikat, namun figur yang diciptakan sempurna dalam ketidaksempurnaannya.
Rantau Panjang, 16 Februari 2011
Thx buat Riestya yang menginspirasiku dengan mengatakan, “suatu saat akan trial and right.” (Amiiin Ya Rabb)
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda