Baju Baru dan Sepatu Sekolah
Laila Tri Nurachma 10 Januari 2015Masih teringat di memori ingatanku pertama kali kepala sekolah baru di sekolahku datang, Bu Azimah, wajahnya mengerenyit melihat kondisi sekolah yang serba pas-pasan dan jauh dari kata sempurna. Salah satu kekurangsempurnaan sekolah kami adalah seragam murid-muridnya.
Kalau menurut edaran terbaru tentang peraturan penggunaan seragam siswa sekolah dasar, mestinya siswa menggunakan pakaian putih merah dengan lambang bendera merah putih di dada bagian kiri dengan sepatu hitam di kaki. Tapi, kenyataannya di sekolah gunung kami, jangankan pakai lambang bendera merah putih, kemeja saja banyak yang sudah menguning dan kaki hanya dibalut dengan sendal jepit. Tak jarang beberapa murid melepas sendal jepitnya kalau sedang berada di dalam kelas.
Melihat fenomena ini, Bu Azimah bertekad menjadikan anak-anak bersepatu semua. Ya, sebelum menggunakan lambang bendera merah putih itu, pertama-tama anak-anak harus bersepatu dulu. Hal tersebut dimulai dengan wajib bersepatu ketika upacara bendera hari Senin. Alhamdulillah sebagian besar siswa sudah mengenakan sepatu di hari Senin dan dilanjutkan di hari berikutnya. Tapi, masih ada juga yang belum menggunakan sepatu walau mau upacara.
Trik kedua akhirnya digunakan oleh Bu Azima. Rencana turunnya BKSM dimanfaatkan oleh Bu Azima untuk mengganti seragam batik siswa yang sudah lusuh. Di satu hari Bu Azimah membawa berbagai contoh kain batik dan menunjukkannya pada para guru. Para guru dipersilahkan untuk memberikan pendapat corak batik mana yang ingin digunakan di sekolah. Dari berbagai corak yang ada, akhirnya batik berwarna biru lah yang dipilih. Timbang-timbang, kalau batiknya biru, maka bawahan yang cocok adalah warna putih. Akhirnya, selain membeli batik, dana BKSM juga digunakan untuk membeli bawahan putih.
Ada sedikit kekhawatiran dengan bawahan putih ini. Jika menggunakan pakaian putih, tentu jika kotor mudah sekali terlihat. Melihat kebiasaan anak-anak yang senang bermain di tanah, kekhawatiran baju akan cepat kotor meningkat. Tapi, walau pun begitu, Pak Usull, guru lokal yang juga lulusan sekolah kami, malah sangat setuju. Menurutnya, anak-anak harus diberi tantangan baru agar bisa disiplin menjaga kebersihan diri.
Setelah hampir seminggu batik baru tiba di sekolah, anak-anak mulai gelisah dan ingin segera menggunakan pakaian barunya. Awalnya batik akan dibagikan kepada wali murid ketika pembagian rapot bayangan. Namun, karena satu dan lain hal akhirnya batik dibagikan setelah upacara bendera hari Senin. Dengan dibantu oleh aku dan Bu Helga, Bu Azimah membagikan batik pada seluruh murid yang hadir secara berurutan dari kelas 1 sampai kelas 6.
Hari batik di sekolah pun datang. Rabu itu hampir semua anak menggunakan sepatu ke sekolah. Padahal, itu hari Rabu dan tidak upacara. Para wali murid pun datang dengan bangga mengiringi anak-anak mereka. Ya, hari ini adalah hari pembagian rapot bayangan sekaligus pertemuan wali murid. Praktis, sebenarnya anak-anak bisa tak sekolah hari ini. Tapi, mereka tetap bersemangat sekolah.
Wajah anak-anak terlihat cerah siang itu. Serasi dengan pakaian baru mereka. Sesuai janji Bu Azimah, kami akan berfoto bersama menggunakan batik baru. Dengan dibantu oleh Ulil, lulusan sekolah kami, kami pun akhirnya berfoto bersama di depan bangunan sekolah. 1, 2, 3, ckrek. Anak-anak bergaya. Foto berikutnya, anak-anak makin berulah dan ingin maju paling depan. Alhasil, kami guru-gurunya harus puas hanya menjadi gambar latar. Tak apa, yang penting anak-anak senang dan bangga dengan seragam baru mereka. Ayo anak-anak, mari bersyukur dengan berapapun dana yang diberikan pemerintah dan bersyukur atas pilihan para dewan guru untuk memanfaatkan dana tersebut untuk kepentingan kalian. Selamat menggunakan seragam baru!
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda