Anakku, Yoas Hombore

Kurnia Widyastuti 20 Februari 2015

 

                Anak-anak memang selalu bisa menjadi teman yang ajaib! Ada banyak pelajaran yang tidak hanya didapatkan dari seorang guru, tetapi juga dari seorang siswa untuk gurunya. Berikut akan kukisahkan cerita tentang anak laki-lakiku, Yoas Hombore..

                Yoas merupakan siswa kelas 2 SD YPK Siboru. Terlahir sebagai anak bungsu dengan jarak yang terlampau jauh dari kakak-kakaknya. Yoas biasa diandalkan menjadi pemimpin di kelas, berikut pun amanahnya saat ini sebagai ketua kelas di kelas dua.

                Saat semester satu lalu, kehadiran guru untuk dapat mengajar tetap di kelas masih menjadi persoalan utama, sehingga tidak sedikit kemudian banyak kelas yang terlantar. Salah satunya adalah kelas dua. Keinginan siswa-siswi untuk belajar sebenarnya cukup tinggi, namun karena kehadiran guru yang masih belum bisa 100% di kelas, alhasil anak-anak pun tidak bisa mendapatkan cukup pengajaran dengan baik. Terkadang, hal ini bisa menjadi sebuah keuntungan saat dimana anak-anak masih sangat antusias untuk bisa menghabiskan waktunya untuk bermain. Namun, hal itu tidak terjadi pada Yoas.

                Di suatu kesempatan, ketika guru yang ditunggu tidak kunjung datang, saya memasuki kelas ini dan memberikan sedikit banyak materi mengenai matematika. Beberapa anak yang senang segera duduk dan mengikuti pelajaran. Salah satunya adalah Yoas, yang paling antusias. Dia segera mengambil duduk di depan dan mengeluarkan pensil juga bukunya untuk bisa menjawb teka-teki matematika yang aku suguhkan di papan tulis. Mengambil posisi strategis, aku pun memberikan syarat kepadanya untuk mengumpulkan seluruh kelas dua duduk rapi dan kemudian akan aku berikan teka-teki matematika lainnya.

                Di lain kesempatan, lagi-lagi kelas dua sedang kosong guru. Sementara aku harus menghandel kelima kelas lainnya yang juga sedang tidak ada guru. Sadar bahwa aku bukanlah malaikat yang memiliki seribu jurus, tibalah rasa lelah menghampiri. Di saat yang sama, datanglah Yoas yang berbicara di depan meja saya di saat saya sedang memberikan PR rutin di depan meja kelas 1.

“Ibuu... katong belajarkah ibu... Ibu datanglah ke kelas... kasih katong pelajaran.. “ pintanya Iba.

Dengan sedikit senyum sisa semangat aku pun mengiyakan. Masuklah aku untuk memberikan teka-teki matematika lainnya di kelas. Beruntungnya, anak-anak mudah di atur saat itu, sehingga tidak terlalu membebani pekerjaanku dengan kelas-kelas lainnya yang sedang ribut mencari perhatian gurunya di tengah badai single fighter. Pelajaran pun usai, kelas satu dan dua siap aku bubarkan. Di akhir pelajaran, tiba-tiba Yoas menghampiriku untuk pegang tangan (salim) dan berkata

“Ibu.. terima kasih eee.. . terima kasih sudah mau ajar kita pu kelas..“

Kalimat itu cesss, langsung menusuk dalam dada. Entah bagaimana rasanya, aku seperti tersihir dengan kata terimakasih yang tulus diucapkan oleh seorang bocah SD. Kata-katanya tulus, kalimatnya halus dan di penuhi oleh sorot mata tajam tersungging malu sambil berlalu.

Keesokan harinya, saat dimana aku mengumumkan jadwal les harian per kelas. Sengaja tidak aku berikan jadwal khusus untuk kelas dua dan kelas tiga, sebab mereka sudah memiliki wali kelas tetap yang seharusnya cukup bisa diandalkan. Dan disamping itu, aku berusaha menyerahkan kemandirian guru untuk mengawasi perkembangan belajar murid-muridnya. Akan tetapi, ternyata hal itu menjadi sebuah kecemburuan tersendiri bagi Yoas. Sampai di suatu siang dia berkata ..

“Ibu.. katong les kah... Katong juga mau les seperti kelas ibu yang lain..”

“lho.. kelas dua sudah ada jadwal les kan, Nak dengan Ibu -------- (disamarkan namanya).. “, ujarku

“iyo ibu.. tapi ibu sering tidak hadir.. “, balas Yoas.

“Iyo sudaah.. nanti ko datang jam 2 e, Ibu pulang dulu, makan, sholat baru kelas dua punya jam les”.

Wajah bulat Yoas pun kembali berbinar sambil berkata Yesss!!!

Seperti biasa, setelah selesai kelas 1, aku melanjutkan jam mengajar di kelas 4. Saat itu, aku sedang memberikan latihan soal matematika dan tiba-tiba seorang murid kelas 4 berkata.

“Ibu, Yoas su datang dan siap untuk les ibu..”

Aku pun kaget dan terheran sambil keluar kelas. Di luar kelas, Yoas terlihat malu-malu sambil menyembunyikan muka di balik tembok kelas. Setelah kutanyakan apa yang sedang ia lakukan, Yoas terdiam tidak menjawab apa-apa. Ia hanya telah siap dengan buku dan pensilnya untuk bisa menerima pelajaran di sesi les sekolah.

“Kenapa datang sekarang, Nak? Kan Ibu bilang lesnya jam 2 siang nanti.. “, tanyaku.

Yoas hanya menggulung bibir sambil menutup muka tak menjawab. Salah satu anak murid kelas 4 berkata “Itu yoas mau tunggu Ibu supaya bisa dengan Ibu pulang bersama dan pergi les..”.

“Benarkah Yoas mau tunggu Ibu? Yoas pulang sudah, sebentar kalau su jam 2 Yoas baru datang ke Ibu pu rumah e... Yoas bisa tidur siang sedikit dulu...”, pintaku kemudian.

Yoas masih tetap terlihat berdiri dan menggulung muka tak sanggup berkata-kata.

“Dong (dia) tara mau pulang Ibu.. Dong mau tunggu ibu.. Kasih sudah latihan matimatika ibu buat dong sementara menunggu..”, celetuk kelas 4 lainnya.

Sampai akhirnya Yoas pun benar-benar tak mau pulang. Alhasil, aku pun menuruti keinginannya untuk mengijinkannya menunggu di luar kelas sementara aku mengajar kelas 4 sampai jam pelajaran usai. Demikianlah semangat Yoas yang selalu bisa membuatku takjub. Dan di akhir les, seperti biasa, dengan kata-kata dan sorot matanya yang kuat, lagi-lagi dia berhasil menyentuhku di hati yang terdalam melalui kalimat yang sama : “Ibu terima kasih ee, sudah ajar katong..”

Ah, anakku Yoas... :’)

 

Dan penggalan kisahku tentang Yoas dan kalimat “Ibu terima kasih ee...” tidak berhenti sampai disitu. Banyak kejadian lain dengan klimaks serupa Yoas berikan untukku. Baik saat setelah les siang, setelah aku bantu memasangkan pigura Bapak Jokowi di ruang kelas 2 atau dan saat terakhir aku merasakannya disaat Yoas datang dengan malu-malu kepadaku meminta obat bisul untuk kakinya.

 

Yoas, darimu Ibu banyak belajar untuk terus semangat menuntut ilmu apapun rintangannya. Mungkin rangkuman kisah Yoas dan Ibu yang akan membesarkan hati Ibu untuk bisa berusaha meneruskan studi Ibu ke jenjang master setelah Ibu selesai penempatan Indonesia Mengajar. Dari tingkah laku Yoas pun Ibu belajar untuk selalu bisa memberikan tanda terima kasih dengan tulus dari hati, agar selalu bisa menyentuh hati yang menerima. What comes from heart will send to the heart. Demikian halnya dalam proses belajar-mengajar. Doakan agar Ibu selalu bisa melibatkan hati dalam setiap pengamalan ilmu yang hendak Ibu berikan ya, Nak.. Ibu sayang Yoas :*


Cerita Lainnya

Lihat Semua