Sepatuku Di Situ Tempatmu

Kristiyani Dwi Marsiwi 5 November 2017

Guruku bernama Bu Kris btw.. Hehe

Jumlah siswa kami tidak banyak, sekitar 36 anak kelas 1-6. Siswa kami juga warga asli di desa Muning Dalam. Wilayah tinggal di sekitar sekolah, di hulu atau hilir desa. Setiap hari, mereka berjalan atau bersepeda bersama ke sekolah.

Di sekolah kami, jarang yang pakai sepatu dan kaus kaki seperti di sekolah lain. Selain karena kebiasaan dan faktor alam, sebagian besar bersandal ke sekolah.

Anak-anak ini senang sekali kalau diberi tugas. Misalnya mengerjakan sebuah proyek secara berkelompok. Salah satunya, ternyata banyak sekali hal yang bisa dibuat, dengan menggunakan apa yang ada di sekitar kita. Sekitar kita? Ingat konsep re-use, recycle, ini yang dilakukan di sekolah kami.

Mendadak guru, membuat saya bergulat dengan ide-ide super gila, berputar-putar di kepala, saking banyaknya hampir tidak bisa menyaring kalau tidak menuangkan dulu di buku catatan. Walaupun sulit, sekilas anak-anak pasti tertarik jika ditantang.

Sekilas produktif bersama siswa. Ada dua latar belakang yang mendasari proyek kali ini.

Pertama. Anak-anak ke sekolah dengan sandal dan sepatu, dan musim dalam sudah dimulai. Anak-anak melalui jalanan yang tanah lumpur dan sampai sekolah pasti bermain di lapangan licak (becek; bhs.Banjar). Senang bukan main dong, sampai berkeringat dan basah semua baju.

Kedua. Di sekolah ada beberapa meja kursi yang sudah rusak, dan belum dilakukan perbaikan atau belum digunakan untuk apapun.

Ladang emas buat saya.

Segera saya menyamipaikan izin kepada Bapak Kepala Sekolah untuk menggunakan bahan-bahan tersebut dan membuat sesuatu. Bapak mengizinkan. Yes.

Segera lagi saya membuat sketsa sederhana untuk apa kayu-kayu meja kursi ini akan disulap menjadi. Jadilah kami akan membuat, RAK SEPATU… Yeaaayyy

Bapak Kepsek turun tangan juga membantu melepas bilah-bilah kayu menjadi bagian yang mudah untuk dirangkai.

Anak-anak penasaran, akan diolah menjadi apa papan-papan ini.

Dibantu anak laki-laki dari kelas besar, kami mulai memaku kayu satu demi satu, lalu disambung dengan papan yang panjang. Alat ukut yang kami gunakan, karena tidak ada penggaris, cukup dengan memberi tanda pakai pahat, atau tangkai palu yang digunakan mengukur panjang dan kemiringan papan.

Papan yang sudah terpasang, kemudian dirapikan dengan gergaji. Pelan-pelan. Murid kami Badali dan Fahrul rapi sekali kalau menggergaji kayu. Tentu saja, sebagian besar pekerjaan anak-anak ini sepulang sekolah membantu orang tuanya menjadi tukang kayu!

Jadilah rak sepatu dengan 3 tingkat. Kami membuat 3 tingkat karena supaya mudah membagi. Tingkat paling atas untuk kelas 1 dan 2, tingkat tengah untuk kelas 3 dan 4, dan paling bawah untuk kelas 5 dan 6.

Kelas 1 dan 2 paling atas karena paling dahulu pulang sekolahnya. Sedangkan kelas 3 sampai 6 pulangya lebih siang.

Manfaat yang paling terasa dengan adanya rak sepatu ini adalah, anak-anak jadi saling mengingatkan untuk menjaga kebersihan lantai lorong dan kelas. Jika ada yang mengotori, pasti satu sama lain akan mengingatkan dan yang diingatkan jadi malu-malu gitu, tapi lantas mengambil lap pel dan membersihkan kotoran yang ditinggalkan.

Nah, ini masih tahap pembiasaan nih. Kebiasaan yang baik supaya kegiatan belajar mengajar di kelas lebih nyaman. Ruang kelas yang bersih akan membuat suasana belajar lebih menyenangkan.

Bagaimana suasana belajar yang menyenangkan menurutmu?

Kasih tahu yaaa…..


Cerita Lainnya

Lihat Semua