Tua di Jalan
Kristian Patrasio 30 Maret 2014Kabupaten Kapuas Hulu memiliki wilayah yang sangat luas. Sebagai gambaran, luasnya kurang lebih sama dengan luas provinsi Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat digabung jadi satu. Salah satu tantangan yang muncul dari kondisi geografis tersebut adalah jarak antar desa, jarak antar kecamatan, dan jarak menuju ibukota kabupaten yang berjauhan.
Jarak tempuh yang jauh juga otomatis membuat waktu tempuhnya lama. Apalagi baru sedikit sekali jalanan yang sudah beraspal. Kalaupun sudah beraspal, banyak sekali yang kondisinya sudah rusak dan berlubang di sana-sini. Belum lagi daerah-daerah yang belum dapat diakses jalan darat. Perjalanan melalui sungai adalah satu-satunya pilihan. Tentu saja transportasi sungai akan memakan waktu tempuh yang lebih lama lagi.
Sebagai contoh, dari desa saya menuju pusat kecamatan dapat ditempuh dengan motor selama kurang lebih 45 menit melalui jalan tanah yang berbatu-batu. Sementara dari desa saya menuju jalan lintas menuju ibukota kabupaten dapat dicapai sekitar 1 jam melalui jalanan aspal yang kondisinya sudah memprihatinkan. Dari jalan lintas itu menuju ibukota kabupaten, dapat ditempuh selama sekitar 6 jam. Jadi kalau ditotal, perjalanan dari desa saya menuju ibukota kabupaten ditempuh dengan memakan waktu sekitar 7 jam. Perjalanan pulang pergi berarti memakan waktu sekitar 14 jam. Perjalanan itu saya lakukan setidaknya sekali dalam sebulan.
Pernah suatu kali dalam perjalanan kami ke ibukota kabupaten, saya nyeletuk ke @iraiwa, rekan PM sekecamatan saya, bahwa perjalanan seperti itu bikin kita tua di jalan. 'Tua di jalan' adalah ekspresi yang menyatakan bahwa perjalanan yang akan ditempuh memakan waktu yang lama, sehingga seolah-olah kita bertambah tua secara signifikan dalam perjalanan itu. Lamanya perjalanan juga membuat saya harus mengalokasikan waktu satu hari khusus untuk perjalanan. Misalnya kalau mau pergi rapat koordinasi dengan tim di ibukota kabupaten, berarti saya harus mengalokasikan waktu 1 hari untuk perjalanan pergi, katakanlah 3 hari untuk pertemua, dan 1 hari untuk perjalanan pulang. Jadi totalnya 5 hari.
Dalam perjalanan-perjalanan panjang tersebut, juga tidak jarang saya mengeluh. Ya jauhlah, ya pegallah, ya capeklah, sepertinya tidak habis-habis keluhan saya. Apalagi kalau cuaca kurang mendukung, seperti matahari yang terlalu terik atau ketika hujan turun. Makin panjang saja daftar keluhan saya. Belum lagi dengan kesialan-kesialan yang kadang menimpa di jalan, seperti misalnya kehabisan bensin, atau ban bocor, padahal sedang berjarak puluhan kilometer dari bengkel atau penjual bensin.
Sekarang saya berusaha mengerem kebiasaan mengeluh saya. Sepertinya saya yang tidak genap setahun menjalani perjalanan-perjalanan itu tidak punya hak untuk mengeluh, sementara ribuan kepala sekolah, guru, pengawas, dan pelayan masyarakat lainnya harus melakukan perjalanan-perjalanan itu selama puluhan tahun masa pengabdian mereka. Entah apapun urusannya, mereka perlu melakukan perjalanan itu untuk mengurus sesuatu di Dinas Pendidikan, ataupun kantor pemerintahan lainnya, untung menunjang tugas mereka dan melayani masyarakat juga.
Kalau mereka harus bepergian ke ibukota kabupaten setidaknya sebulan sekali, bayangkan berapa kali perjalanan yang mereka lakukan kalau mereka bertugas selama puluhan tahun. Bagi para pengabdi tersebut, sepertinya mereka memang betul-betul bertambah tua di jalan. Salut bagi mereka.
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda