Mereka Selalu Bahagia

Khaerul Umur 15 Oktober 2011

Baiklah, setelah salah satu teman saya protes tentang tema cerita yang terus saya tulis tidak lain dan tidak bukan tentang hal-hal konyol (walaupun saya pikir dari kekonyolan itu selalu ada pesan yang tersirat di dalamnya). Tapi demi permintaan satu orang penggemar saya yang ada di ujung utara Indonesia, saya akan menuliskan sedikit cerita tentang murid-murid saya di SD GMIT (Gereja Masehi Injil di Timor) Oeulu.

 

Murid-muridku selalu bahagia apapun yang terjadi dengan mereka. Bahkan ketika salah seorang guru yang masih hobi meneriaki mereka dengan kata-kata yang tidak pantas pun saya masih bisa melihat senyum yang tergurat di wajah mereka yang eksotis (eksotis lebih enak di dengar dari pada hitam. Hitam dan putih apa bedanya?). Dan bahkan, Yexon Dalle, anak kelas IV yang masih terbata-bata untuk membaca tidak pernah meninggalkan senyumnya ketika ku periksa tangannya yang patah. Dia terjatuh ketika menggendong adiknya yang masih kecil. Ku lihat bentuk tangannya benar-benar tidak lurus lagi. Sendi engsel pada sikunya membengkak besar dan memerah. Tapi dia tetap berlari-lari dan bermain-main bersama temannya. Ketika saya tanya, “Yexon kenapa?” dia menjawab singkat, “jatuh pak,” sambil tetap tersenyum. “Coba Pak Umur lihat,” sambil ku pegang tangannya, “sakit?” tanyaku. “Sakit pak,” tapi tetap tersenyum. Oh man! Kalau saja seseorang melihat wajahnya tanpa melihat tangannya. Pasti orang itu bergumam dalam hati, beautiful liar!

 

Keesokan harinya, saya mendapatkan surat dari orang tua Yexon bahwa ia sakit. Tak menunggu lama langsung ku tulis surat balasan untuk Yexon. Ku tulis di dalamnya, semoga Yexon cepat sembuh dan kembali ke sekolah untuk belajar bersama teman-teman. Dan keesokan harinya, masih dengan tangan bengkoknya, dia sudah berlari-lari dengan temannya di sekolah.

 

Yah itulah mereka, selalu bahagia. Mereka datang setiap pagi ke sekolah entah nantinya guru mereka akan datang atau tidak. Jika guru mereka tidak datang, mereka sudah menungguku dari jauh sambil tersipu-sipu malu dan berkata, “pak, kasih belajar katong dolo,” atau tiba-tiba seorang anak berlari ke arahku sambil berteriak, “pak ada PR!” sambil berlari ke bangkunya untuk mengambil buku di dalam tasnya.

 

Tapi kebahagiaan yang tidak ku sangka akan terjadi adalah, tepat ketika saya hendak cuti ke pulau Jawa, mereka tetap bahagia. Oh, man! Ku kira hubungan kita (saya dan murid-murid saya) sudah sangat dekat, hingga kepergianku seharusnya menjadi derita bagi mereka. Pagi itu, saya sedang berkemas di dalam rumah. Murid-muridku sudah berkerumun di luar rumah (tentunya sambil bermain-main dan tetap bagahia). Ku tatap mereka satu per satu dan mereka menatap balik ke arahku. Gurat senyum masih menghias wajah-wajah eksotis itu. Ku kembali berkemas di dalam rumah, kemudian tiba-tiba beberapa anak perempuan kelas VI muncul dari pintu belakang. Sontak saya langsung terkaget hingga tersungkur ke belakang dan jatuh tepat di atas panci besar berisi air panas yang mendidih! (hahaha... ini lebai. Saya nggak kaget kok!) Mereka muncul dari pintu belakang dengan tersipu malu-malu. Betapa senangnya hati saya, pasti mereka mau berkata bahwa mereka tidak rela saya pulang ke Jawa, berkata bahwa mereka bersedih ditinggal ke pulau jawa. Aku tak sabar mendengar kata-kata yang akan terucap dari mulut mereka. Dan, akhirnya mereka berkata, "Pak pinjam permainan dolo..." Ku ambil belati dan, jleb! Ternyata mereka pinjam permainan. Oke, permainan lebih menarik bagi mereka.

 

Permainan itu adalah Ludo, sebuah permainan yang biasa saya mainkan dulu waktu kecil. Permainan yang dimainkan empat orang. Setiap orang harus memindahkan bidaknya sesuai jumlah dadu yang keluar. Pemenangnya adalah pemain yang pertama kali memindahkan bidaknya sampai finish. Ku buat sendiri permainan itu sebesar kertas F4. Tapi, dari permainan itu mereka tetap bisa belajar. Jadi, setiap pemain yang memasuki daerah lawan, harus mengambil sebuah kartu yang isinya adalah pertanyaan-pertanyaan tentang pelajaran sekolah. Selama ini saya membuat soal matematika. Untuk kelas VI saya buat pertanyaannya tentang KPK, pangkat tiga dan akar pangkat tiga, untuk kelas IV saya suruh mereka untuk membuat soal sendiri tentang perkalian 1-10. Dengan permainan itu mereka bisa bermain ketika guru mereka tidak masuk, tapi mereka masih tetap bisa belajar. Permainan itu ku beri nama Teacher Assistant.

 

Ternyata senjata makan tuan, permainan yang ku buat mampu menggantikan kehadiranku di hati mereka. Tapi dalam hati saya tersenyum, itu artinya teacher assistant is work!  Melihat mereka bahagia sudah cukup membuatku mantap untuk melangkah meninggalkan SD GMIT Oeulu di Desa Mukekuku. Sampai jumpa lagi murid-muridku.

 

Backsong ketika adegan saya meninggalkan SD dan semua anak melambaikan tangannya

 

Aku akan pergi tuk sementara...

Bukan tuk meninggalkanmu selamanya...

Aku pasti kan kembli pada dirimu...

Tapi kau jangan nakal...

Aku pasti kembali....


Cerita Lainnya

Lihat Semua