Joki dan Tulus

Khaerul Umur 1 Juli 2011
Jalannya terpincang karena dilempar batu oleh tetangganya akibat sikapnya yang pecicilan. Badannya yang coklat pekat layaknya orang Indonesia timur kebanyakan. Ia menghampiriku dengan garang. Matanya tak lepas menggledahi badanku yang meringkung di atas kursi sambil memegang sepiring nasi yang sedang kunikmati. Tak sedetikpun matanya berkedip untuk memandangku. Lidahnya terjulur panjang seperti mengharapkan sesuatu. Aku membeku saat berhadapan dengan dia. Dia adalah Tulus, salah satu anjing peliharaan hostfamku. Sejak awal kedatanganku di rumah ini, Tulus dan Joki sudah menyambutku dengan gonggongannya. Sejak kehadiranku di rumah, Joki dan Tulus sering diusir dan dibentak-bentak oleh seluruh penghuni rumah. Tidak hanya Joki dan Tulus, kedua anjing lainnya, Putih dan Mayaon juga kena sasaran. Sikap refleksku yang belum terbiasa dengan anjing diterjemahkan oleh hosfamku dengan merasa terganggu dengan mereka. Padahal aku hanya merasa perlu pembiasaan. Tak jarang aku merasa iba saat melihat mereka dibentak, diusir, bahkan sampai di pukul dan ditendang keluar rumah. Dalam hati aku sering berkata, “Oh.. Tulus, Joki, Putih, dan Mayaon. Maafkan aku. Karena kehadiranku di rumah ini, kalian menjadi tersisihkan. Bukannya aku takut ataupun membenci kalian. Hanya saja aku perlu waktu yang lama untuk bisa mengenal kalian lebih jauh. Aku yakin kita akan menjadi sahabat yang baik.” Ternyata kenyataan berkata lain. Anjing-anjing rumah yang sejak kedatanganku mendapat sikap tidak baik, mereka menjadi takut melihatku. Ketika aku berhasrat baik untuk menjalin kedekatan dengan mereka, mereka malah lari sambil memperlihatkan wajah sinis. Mungkinkah dalam hati mereka berkata, “Ogah! Gara-gara elu gue jadi kena sasaran majikan gue. You wish!” Tulus dan Joki, kedua anjing jantan ini bagaikan saudara kembar. Bagai pinang di belah dua. Ukuran badan dan jenis mereka sama. Hanya saja warna bulu Tulus lebih gelap dari Joki. Nama tulus diambil dari gabungan nama cagub dan cawagub provinsi NTT. Sedangkan Putih, seperti namanya, dia berwarna putih. Badannya kurus karena susah makan. Begitu yang saya dengar dari bunda piaraku. Sedangkan Mayaon, anjing kecil coklat yang belum genap satu tahun, dia adalah anjing yang atraktif. Dia yang selalu berkeliling mengitariku saat aku makan. Mayaon selalu menjerit pilu di tengah malam. Dia tidak boleh masuk ke rumah. Kadang aku berfikir, apakah Mayaon merasa takut ketika dia di luar? Atau dia merasa sepi dan kedinginan saat menjerit dan mencakar-cakar pintu. Hal yang paling mengerikan yang pernah Joki dan Tulus lakukan adalah membunuh tujuh kambing orang sekaligus dalam waktu sekejap. Hostfamku bercerita, ketika itu mereka pergi ke laut yang sedang surut. mereka mencari rumput sayur, semacam rumput laut yang biasa orang sini makan. Kedua anjingnya ikut dengan mereka. Namun, saking asiknya mencari rumput sayur, mereka tidak terlalu memperhatikan kemana kedua anjing manis itu pergi. Ternyata, begitu mereka lihat tujuh nyawa telah melayang. Tujuh ekor kambing terkapar. Masyarakat disini tidak mengandang peliharaannya. Semua jenis hewan diberi kebebasan untuk mengembara mencari makan di stepa dan sabana. Dan dari peristiwa pembantaian tujuh kambing itu, tentu saja sang majikan harus mengganti rugi kepada pemilik kambing-kambing malang itu. Selain Mayaon, Putih, Joki, dan Tulus binatang peliharaan hostfamku tidak terlalu terusik dengan kehadiranku di rumah ini. Lihat saja Si Manis. Kucing berbulu oranye ini jarang di bentak oleh penghuni rumah. Badannya gemuk mengingatkanku pada Garfield. Manis bebas berkeliaran di dalam rumah, bahkan seringkali dia dengan bebas memanjat dinding rumah yang tersusun dari bambu. Ada juga Paket, Deu, dan Asi, tiga ekor babi peliharaan hostfamku. Paket dan Deu adalah hewan pemalu. Mereka langsung berlari ketika berhadapan dengan manusia. Warna mereka yang hitam pekat tak sehitam hati mereka. Jika saya perhatikan, paket memiliki naluri yang cerdas. Jika siang hari terik, pasti Paket sedang berkubang di halaman belakang yang sering becek. Dan ketika angin dingin berhembus di sore hari, Paket terlihat santai berjemur di atas pasir di depan halaman rumah. Babi itu diberi nama paket karena bapak piaraku mendapatkan penghasilan tambahan dari pngelolaan paket B. Anjing dan babi adalah dua hal yang pasti di jumpai di Pulau Rote selain Pohon Lontar. Juga, jika kita perhatikan jalanan di sebuah perkampungan, kita akan sering melihat bercak merah di sepanjang jalan. Apakah orang-orang di sini sering menusuk orang? Atau sering terjadi pembunuhan? Atau bahkan mereka masih berperang antar suku? Ternyata tidak. Bercak merah yang sering kujumpai adalah bekas ludah masyarakat Rote yang sangat hobi mengunyah Kapur, Sirih, dan Pinang. Jika tidak percaya, senyumlah ketika bertemu dengan mereka. Maka akan terlihat gigi mereka yang merah merekah. Indah sekali.

Cerita Lainnya

Lihat Semua